Citizen Journalism

Kami Butuh Sembako Murah

Wiwiet Tatung berjalan pelan meniti "jembatan" papan penghubung lapak-lapak sederhana pasar sore Simpang Bandara, Palembang.

Editor: Soegeng Haryadi
zoom-inlihat foto Kami Butuh Sembako Murah
DOK. TIM MEDIA ESP-WIN
Cawagub Sumsel Wiwiet Tatung berdialog dengan pedagang Pasar Sore di kawasan simpang bandara, Kota Palembang.
PALEMBANG - Senja sudah turun satu-satu. Kaki langit kian gelap tertutup awan kelabu. Kamis petang (11/4/2013) Wiwiet Tatung berjalan pelan meniti "jembatan" papan penghubung lapak-lapak sederhana pasar sore Simpang Bandara yang letaknya di tepi jalan Soekarno-Hatta Palembang.

Mantan manajer Hotel Mandarin Oriental ini dalam beberapa langkah sudah sampai di tempat para pedagang. Dia menghampiri Aidil (29) pedagang ikan laut asal desa Sungsang Banyuasin.

"Udang segar ini dari mana. Ini udang apa namanya," ujar Wiwiet membuka dialog dengan Aidil. 

"Udang-udang  ini dari Sungsang, Ibu. Saya membelinya dari para nelayan di sana," jawab Aidil.

Lalu terjadi dialog akrab diantara ke duanya. Aidil pun bercerita bahwa butuh waktu tiga jam baginya untuk sampai ke Palembang menjajakan hasil laut dari perairan muara Selat Bangka itu.    

Aidil mengaku sudah empat tahun dia berdagang di pasar Sore Simpang Bandara ini. Kadang-kadang untung lumayan jika banyak pembeli yang datang. Namun berbeda dengan sekarang, di mana musim hujan sedang berselang.

"Tidak banyak untung saya cukuplah untuk beli beras dan keperluas pokok lainnya. Orang kecil seperi saya Ibu, butuhnya cuma harga-harga tidak naik. Beras murah dan lainnya juga murah. Sekolah juga bisa murah bu dan tidak bayar, benar-benar gratis Ibu," kata Aidil sendu.

Wiwiet menyimak antusias keluhan Aidil yang masih sibuk menyiangi ikan pesanan Wiwiet. Seekor kakap segar yang lezat jika dimasak dengan bumbu kuning dan santan. Wiwiet juga membeli udang satang yang masih segar dari teman disebelah Aidil berjualan. 

Wiwiet tak banyak bicara. Dia masih termangu mendengar keluh-kesah Aidil. Apa yang diutarakan Aidil ini mewakil keluhan para pedang yang diajak Wiwiet Tatung berdialog sore ini.

Matahari sudah makin condong keperaduan. Perjalan Wiwiet masih satu tempat lagi. Agendanya sore ini 'blusukan' di dua pasar berbeda. Pasar Simpang Bandara dan Psar Multy Wahana di Kecamatan Sako Palembang.

Di Sako dia berdialog dengan pedagang sayur yang kebanyakan berasal dari pulau Jawa. Wiwiet seolah larut dalam obrolan Bahasa Jawa. Dia seolah bicara dengan almarhum suaminya Supriyanto yang asli Solo itu

Lagi-lagi keluhan pegadang sayur ini sama, harga-harga beras  yang tinggi dan biaya sekolah anak- anak mereka.

"Doakan saya. Tolong dukung saya agar dapat menjembatani keluhan kalian. Kalau saya terpilih saya janji akan menghabiskan sisa usia saya untuk mengabdi. Pada kalian rakyat kecil yang saya utamakan. Doa kan saya ya," kata Wiwiet dikerumi para pedagang.

Tak terasa senja makin redup dan matahari kian bersembunyi di balik cakrawala. Di kejauhan terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Pertanda Sebentar lagi azan Magrib sebentar lagi berkumandang

Berat langkah Wiwiet meninggalkan pedagang yang berkemas hendak pulang. Sembari melempar senyum dan mengucapkan kata semangat Wiwiet berlalu menuju kendaraan yang membawanya pulang. "Ya Allah semoga niat tulus ingin membantu Engkau Ridhoi. Amin," doa Wiwiet perlahan.

Pengirim:
Tim Media ESP-Win
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved