Kemarau Kering Landa Sumsel akibat Fenomena Indian Ocean Dipole, Warga Diminta Waspadai 4 Hal

Kemarau Kering Landa Sumsel akibat Fenomena Indian Ocean Dipole, Warga Diminta Waspadai 4 Hal

Editor: Hendra Kusuma
TRIBUN/SUMSEL/Sri
Prof. Dr Ishak Iskandar 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Kemarau Kering Landa Sumsel akibat Fenomena Indian Ocean Dipole yang melanda wilayah Asia, khususnya di Palembang dan sekitarnya akan kekeringan, sehingga warga Diminta Waspadai 4 Hal

Seperti diketahui, fenomena Indian Ocean Dipole ini masih bersifat positif, namun dampaknya cukup besar bagi Sumsel khusus dan Wilayah Barat Indonesia pada umumnya.

Puncak kemarau kering ini karena fenomena Indian Ocean Dipole  Samudera Indonesia yang juga melanda kawasan Asia termasuk Jepang.

Puncak musim kemarau kering ini, diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus dan September. Bahkan diperkirakan bisa mencapai bulan Oktober.

Menurut Ahli Iklim dari Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Prof Dr Ishak Iskandar mengatakan prediksi iklim wilayah Indonesia akan dapat kemarau yang cukup panjang dibulan agustus dan september.

Namun beruntungnya, tahun ini bukan el nino yang terjadi namun anomali sehingga ditahun ini musim kemaraunya tidak sedahsyat pada tahun 2015 lalu.

Prof Dr Ishak Iskandar mengatakan, hasil observasi satelit NOAA menunjukkan bahwa, telah terjadi evolusi IOD ( Indian Ocean Dipole) positif di Samudera Indonesia.

"Perlu diingat bahwa fenomena IOD positif ini akan menimbulkan kekeringan di sebagian besar wilayah Indonesia khususnga wilayah bagian barat kecuali sumatera bagian utara," jelasnya, Minggu (28/7/2019).

Sementara ,hasil prediksi model yang dilakukan di Application Laboratory di JAMSTEC , Jepang menunjukkan bahwa puncak dari fenomena IOD positif akan terjadi bulan Agustus hingga September 2019.

"Pada saat IOD positif ini mencapai puncaknya maka sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau atau defisit curah hujan," kata Prof Dr Ishak Iskandar.

Untuk itu, kita perlu melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kekeringan yang cukup panjang selama bulan Agustus hingga Oktober 2019.

"Khusus untuk wilayah Sumatera bagian selatan, kekeringan yang cukup panjang ini akan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut," ungkap Prof Dr Ishak Iskandar.

Menurut Prof Dr Ishak Iskandar,  jangan sampai ketidaksiapan kita dalam mengantisipasi kekeringan ini mengakibatkan upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi dampak kebakaran hutan dan lahan gambut di tahun 2015 lalu akan jadi sia-sia.

"Anomali iklim yang akan terjadi tahun ini diprediksi sama dengan anomali iklim ditahun 1994. Walaupun tidak dahsyat namun harus tetap waspada," ujarnya.

Karenanya, pemerintah dihimbau untuk segera melakukan upaya untuk menangulangi ini."Pemerintah susah punya tim restorasi gambur dan badan restorasi gambut ini sudah sangat baik dan kita harapkan pemerintah dapat maksimal," ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved