Cacing Pita 10,5 Meter Hidup Dalam Perut Seorang Warga, Penyebabnya Karena Makan Ini

"Obat cacing itu tidak ada sama kita, mungkin dari luar negeri baru ada. Kalau anak-anak sudah kita berikan," kata Surbabel.

Editor: ewis herwis

SRIPOKU.COM -- Ditemukannya dari tubuh seorang warga cacing pita sepanjang 10,5 meter di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun menyebutkan, tidak ada obat cacing pita untuk orang dewasa.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, Surbabel Saragih, Selasa (27/3/2018) sore.

Surbabel mengatakan, jika memang pihak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) Medan menemukan warga menderita penyakit cacing pita di Nagori Dolok, pihaknya tidak memiliki obat untuk penyakit itu.

Hanya saja, ujar Surbabel, pihaknya merasa heran dengan keterangan pihak FK UISU Medan yang menyebut Nagori Dolok menjadi endemik cacing pita.

Baca: Dibilang Transgender, DJ Butterfly Tunjukkan Bukti Ini Sebagai Jati Dirinya

Dia menuturkan, hal ini sebetulnya sudah lama, yaitu FK UISU melakukan penelitian di Nagori Dolok setelah ada warga di sana berobat ke klinik salah seorang tim FK UISU. Pasien itu menderita cacing pita.

"Tim FK UISU lalu melakukan penelitian ke Nagori Dolok setelah ada MoU dengan Dinas Kesehatan Simalungun. Cuma heran kenapa disebut endemik cacing pita," ucap Surbabel.

Saat disebut ada 171 kasus yang ditemukan oleh tim FK UISU, Surbabel menyebut bisa jadi seperti itu, tetapi tidak lantas jadi endemik.

Sebelumnya, Ketua Tim Peneliti Cacing Pita FK UISU Medan, dr Umar Zein, Senin (26/3/2018), menyebutkan, pihaknya pada 2 November 2017 menemukan 171 kasus warga terkena cacing pita di Nagori Dolok.

Di sana mereka menemukan cacing pita sepanjang 10,5 meter yang dikeluarkan warga bersama kotorannya.

Umar menambahkan, diperkirakan mayoritas warga di enam nagori di Kecamatan Silau Kahean mengidap penyakit cacing pita.

Umar mengakui, tak ada obat khusus cacing pita tersebut di Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, bahkan di Medan juga tak ada.

Itu sebabnya, FK UISU melakukan kerja sama dengan tiga universitas asal Jepang dan empat universitas di Indonesia berkaitan dengan penemuan endemik penyakit cacing pita (Taeniasis) tersebut.

Baca: Pria Bangladesh Unggah Video Pembunuhan Dirinya Karena Kalah Taruhan, Ternyata Itu Adalah

"Kita bekerja sama dengan universitas di Jepang agar kemudian mereka meneruskan hasil penelitian ke WHO, yang kita harapkan bisa memberikan bantuan untuk pengobatan penyakit cacing pita ini," terang Umar. 

Disebutkan, tim sudah selesai melakukan pemeriksaan molekuler terhadap empat sampel cacing pita, termasuk draf artikel ilmiah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved