Mencari dan Menemukan Lailatul Qadar

“Wamaa bikum min ni’matin faminallaahi (Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allah-lah datangnya).” (QS An-Nahl 53).

Penulis: Aminudin | Editor: Tarso
zoom-inlihat foto Mencari dan Menemukan Lailatul Qadar
Ist
Ilustrasi

PADA suatu malam aku lewat di belakang sebuah Sekolah Persiapan. Saat itu aku sedang terlena memikirkan diriku atau ingat Tuhanku. Tanpa sengaja, tiba-tiba aku membaca suatu tulisan yang terpampang di papan kecil kantin sekolah, yang tampak jelas dari luar jendela.

Ternyata di sana tertuli teks firman Allah : “Wamaa bikum min ni’matin faminallaahi (Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allah-lah datangnya).” (QS An-Nahl 53).

Bersama dengan itu – tiada terasa – teringat olehku nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadaku . Aku membayangkannya, sehingga hatiku pun suka cita dan gembira karenanya – Alhamdulillah. Kurasakan, betapa saat yang sekejap itu telah mendekatkan diriku kepada Allah, jauh lebih dekat ketimbang sepuluh tahun ibadah.

Aku tidak menganggap diriku sebagai seorang yang bertakwa dan saleh, kata Syekh Ali Ath-Thontowi. Aku, katanya lagi, tidak suka menyimpan dua sifat dalam diriku, yaitu “Lupa kepada Allah” dan “Berbohong di hadapan Orang” (pura-pura bertakwa).

Aku termasuk di antara mereka yang suka berbuat dosa, juga keras hati. Modalku, lanjut Ath-Thontowi, hanyalah kesempatan yang sekejap itu (Lailatul Qadar dalam artian yang dimaksud sekarang). Karena kesempatan yang sekejap itu telah mengajariku bahwa kehidupan yang sesungguhnya bukanlah kehidupan material, dan bahwa kenikmatan yang mendalam ialah kenikmatan rohani.

Inilah yang dikatakan oleh orang-orang saleh: “Andaikata raja-raja mengetahui kenikmatan yang kita miliki tentulah merek akan membunuh kita dengan pedang. “ Ternyata Lailatul Qadar bukanlah malam yang pepohonan pada sujud dan gunung-gunung pada merunduk. Namun yang sujud adalah hati dan yang merunduk adalah jiwa.

Terkadang seseorang bisa mendapatkan Lailatul Qadar di sembarang waktu dan tempat, dan di bulan suci Ramadhan atau bukan. Mungkin saja dia mendapatkannya saat berada di dalam kamar, di samping karaokenya, di jalan yang sepi di belakang Kantor Perbekalan di Damaskus, di jalan raya kota Cairo yang penuh pesona, atau bisa jadi di siang bolong.

Sesungguhnya, kata Ath-Thontowi, Lailatul Qadar itu hanyalah sekejap, tapi saat yang sekejap itulah yang justru bisa merubah diri seseorang dari suatu keadaan menjadi keadaan lain.

Misalnya, banyak orang yang telah mendengarkan Surat Thaha, dan senantiasa mereka mendengar kannya, tak terhitung banyaknya. Akan tetapi, manakala Umar bin Khaththab mendapatkan kesempatan yang sekejap itu, ayat-ayat ini telah mampu merubah pribadinya, yang tadinya bodoh, kafir, kasar, yang datang untuk membunuh Rasulullah SAW, yang banyak melakukandosa-dosa besar, … menjelma menjadi Umar yang genius, mampu memimpin sebelas negara seorang diri, dari negara-negara yang terkenal hari ini.

Dialah yang menjadi hakimnya, menjadi pemimpin, menteri keuangan, menteri dalam negeri dan BPK nya sekaligus. Dia telah sukses sebagai panglima perang dalam tiga kali pertempuran. Meski demikian besar, dia pun rela membawa sekarung tepung di punggungnya, kemudian memasaknya, untuk seorang wanita fakir rakyatnya, dan memberi makan anak-anak si fakir. Dia hidup hanya dengan roti dan minyak Zait (sebangsa minyak zaitun – olive).

Dia menangis bila takut tidak mampu melayani keperluan rakyatnya, umat Islam.

Waktu yang sekejap tadi tidak lain adalah saat orang mendapatkan Lailatul Qadar. Dia adalah pemberian Allah, yang dikaruniakan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Tapi … jangan lupa, seorang penjala, kalau mau dapat ikan ya harus membentangkan jalanya terlebih dahulu. Penimba air harus menurunkan timbanya dulu. Pencari nafkah harus berusaha.

Siapa yang ingin mendapatkan air ya harus datang ke sumber-sumber air atau sungai, bukan pergi ke padang pasir atau tanah yang tandus. Siapa yang ingin bekal hidup sehari-hari ya harus pergi ke pasar, bukan pergi ke puncak gunung.

Demikian pula, kata Syekh Ath-Thontowi, siapa yang ingin mendapatkan Lahdzat Tajalli (kesempatan untuk benar-benar bersama Allah dalam waktu Lailatul Qadar ini), maka dia harus mencarinya dengan jalan berteman dengan orang-orang saleh, mendengarkan penuturan mereka, membaca buku-buku mereka, serta mengikuti jejak langkah mereka.

Dia harus mencarinya di masjid-masjid-masjid, yang menampung orang-orang yang salat, berzikir dan menuntut ilmu. Juga di kuburan-kuburan misalnya, untuk mengambil pelajaran, bagi mereka yang meng harapkan I’tibar (maksudnya, dengan mengenang riwayat hidup orang yang kini sedang berada di dalam kubur, kita mengambil I’tibar dan pelajaran).

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved