'SAYA MENYESAL' Penyesalan Terlambat Anak, Dendam Bertahun yang Berakhir di Sajadah Sang Ayah

"Kalau menyesal, iya saya menyesal." Kalimat itu meluncur lirih dari bibir Rasman (24) di ruang pemeriksaan yang sunyi.

Editor: Yandi Triansyah
Dok Fahrun.
ANAK BUNUH AYAH- Pemuda bernama Rasman (24) saat menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Polman, Jl Ratulangi Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Polewali, tega tebas ayahnya gunakan senjata tajam hingga tewas, Sabtu (20/9/2025). 

SRIPOKU.COM -  "Kalau menyesal, iya saya menyesal." Kalimat itu meluncur lirih dari bibir Rasman (24) di ruang pemeriksaan yang sunyi.

Sebuah pengakuan singkat yang terasa begitu kontras dengan perbuatan brutal yang baru saja ia lakukan.

Penyesalan itu kini hadir, namun ia datang terlambat, setelah parang di tangannya menuntaskan dendam bertahun-tahun tepat di atas sajadah salat sang ayah, Kaharudin (53).

Jumat malam, 19 September 2025, seharusnya menjadi momen sakral bagi umat Muslim.

Di sebuah masjid di Polewali Mandar, Kaharudin tengah khusyuk dalam rakaat salat Magribnya, berserah diri kepada Sang Pencipta.

Namun, dari arah belakang, maut datang bukan dari takdir Ilahi, melainkan dari amarah darah dagingnya sendiri.

Dua tebasan parang yang mengoyak keheningan masjid menjadi akhir dari segalanya.

Kaharudin roboh bersimbah darah, sementara Rasman, sang anak, melangkah keluar dari rumah ibadah itu, meninggalkan jejak kengerian yang tak terbayangkan.

Nyawa ayahnya tak tertolong meski sempat dilarikan ke rumah sakit.

Bagi warga dan keluarga yang menangkapnya, perbuatan Rasman adalah sebuah misteri yang membingungkan.

Namun di hadapan polisi, kepingan-kepingan teka-teki itu mulai tersusun menjadi sebuah gambar kelam tentang luka batin yang terpendam.

Rasman mengaku, tindakannya adalah puncak dari gunung es penderitaan. Di balik sosoknya sebagai anak, ia menyimpan memori panjang tentang perlakuan kasar.

"Saya sering dimarahi, dipukul, dan dicambuk oleh ayah," ungkapnya, mengurai alasan di balik sakit hati dan dendam yang ia pelihara.

Setiap pukulan dan cacian itu, menurutnya, menumpuk menjadi bara dalam sekam yang siap meledak kapan saja.

Dan pemicu ledakan itu terjadi pada Jumat siang, beberapa jam sebelum tragedi. 

Halaman
12
Sumber: Tribun sulbar
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved