Berita Palembang
'KAPAN KAMI ISTIRAHAT' Curhat Sopir di Palembang Siang Kerja Malam Begadang Demi Isi Solar
Kebijakan yang membatasi jam operasional penjualan solar di dalam kota ini membuat ribuan sopir truk menjerit.
Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Yandi Triansyah
Ringkasan Berita:
- Aturan baru Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terkait pembatasan pengisian BBM jenis solar justru memicu polemik baru.
- Alih-alih solusi, para sopir merasa dipaksa memilih antara kehilangan waktu istirahat atau kehilangan mata pencaharian.
- Aturan anyar tersebut menyasar 18 SPBU di wilayah Palembang. Rinciannya, 4 SPBU dilarang total menyalurkan solar, sementara 14 SPBU lainnya hanya diperbolehkan melayani pada pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG – Aturan baru Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terkait pembatasan pengisian BBM jenis solar justru memicu polemik baru di kalangan pengemudi angkutan logistik dan pelayanan publik di Kota Palembang.
Kebijakan yang membatasi jam operasional penjualan solar di dalam kota ini membuat ribuan sopir truk menjerit.
Alih-alih solusi, mereka merasa dipaksa memilih antara kehilangan waktu istirahat atau kehilangan mata pencaharian.
Aturan anyar tersebut menyasar 18 SPBU di wilayah Palembang. Rinciannya, 4 SPBU dilarang total menyalurkan solar, sementara 14 SPBU lainnya hanya diperbolehkan melayani pada pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB.
Baca juga: Daftar 7 SPBU di Palembang yang Sediakan Solar Selama Jam Operasional, Pertamina Pastikan Aman
Bagi Merdiansyah (38), seorang sopir truk sembako rute Palembang, kebijakan ini bagaikan mimpi buruk.
Ditemui pada Sabtu (22/11/2025) sore, wajah lelahnya tak bisa disembunyikan saat mengantre di salah satu SPBU pinggiran kota.
"SPBU dalam kota saja kami susah dapatkan solar, apalagi sekarang ditiadakan atau dibatasi malam. Lihatlah ini, antrean truk berkilo-kilo dibuatnya," keluh Merdiansyah.
Ia menuturkan, ritme kerja sopir logistik tidak memungkinkan untuk mengikuti jadwal pengisian malam hari.
Mereka bekerja memuat dan mengantar barang dari pagi hingga petang. Ketika tubuh menuntut istirahat, aturan memaksa mereka kembali ke jalanan demi bahan bakar.
"Kami kerja dari pagi sampai sore. Jam 10 malam disuruh keluar cari minyak lagi? Ndak istirahat lagi kami dibuatnya. Bisa mati kami," ungkapnya dengan nada tinggi.
"Sedangkan truk kami pagi harus berangkat lagi. Kalau begini, barang tidak terkirim," tambahnya.
Sebelum aturan ini berlaku, Merdiansyah biasa mengisi solar di SPBU Jalan A. Yani (depan Jaya Indah).
Kini, ia harus menyingkir ke wilayah pinggiran kota lainnya yang antreannya mengular parah.
"Antrean ini tidak sebentar, bisa 5 sampai 6 jam. Teman saya di SPBU Pegayut antre dari jam 3 subuh, baru dapat solar jam 11 siang. Itu antrean sudah sampai jembatan Pegayut," ceritanya.
Ironisnya, sudah mengantre berjam-jam pun tidak menjamin mereka mendapatkan solar karena stok seringkali habis sebelum giliran tiba.
Padahal, jatah mereka sudah dibatasi barcode maksimal 60 liter.
Kondisi ini memaksa para sopir mengambil jalan pintas, membeli solar eceran dengan harga jauh di atas standar, berkisar Rp8.000 hingga Rp10.000 per liter.
"Namanya beli eceran karena terpaksa. Kalau tidak dapat di SPBU, mau tak mau beli yang mahal asal mobil bisa jalan dan pulang. Kami juga was-was, semoga tidak dioplos. Harapannya mesin truk kami tetap aman," tambah Merdiansyah.
Ia berharap pemerintah mengembalikan aturan seperti semula. Menurutnya, solusi kemacetan bukan dengan membatasi titik penjualan, melainkan menyebar distribusi solar ke seluruh SPBU kota agar antrean tidak menumpuk di satu titik.
Dampak aturan ini tidak hanya dirasakan sektor logistik, tetapi juga layanan kebersihan kota.
Rofik, seorang sopir truk sampah, mengeluhkan hal serupa. Mobilitas truk sampah yang vital bagi kebersihan kota kini terhambat antrean solar.
"Kami seharian kerja angkut sampah. Selesai kerja harus isi BBM, antre kadang sampai larut malam baru dapat. Kapan lagi kami istirahat? Kalau bisa, truk sampah ini dapat prioritas," pinta Rofik.
Keluhan ini juga terlihat sopir yang antre di SPBU Jalan Singadekane. Sulaiman, sopir truk yang berdomisili di Kenten, terpaksa "mengungsi" ke Singadekane karena SPBU di wilayah Kenten baru buka layanan solar jam 10 malam.
"Kami kan dari Kenten, tapi karena aturan jam malam itu, kami lari ke sini (Singadekane) yang jual siang hari. Ini saja sudah satu jam lebih belum masuk SPBU, masih di pinggir jalan," ujar Sulaiman sambil menunjuk antrean truk yang mengular hampir satu kilometer.
Suhelan mewakili suara ribuan sopir yang merasa tersudut.
"Kami sebagai rakyat susahlah, Pak. Setelah ada aturan Gubernur itu, kami jadi kelimpungan. Beli eceran mahal dan takut kualitasnya jelek. Demi menjaga mesin awet, ya kami terpaksa antre begini. Tapi tolong dipikirkan, bentar lagi pagi kami harus kerja, kapan tidurnya?" tutupnya dengan tatapan nanar.
| Pengantin Asal Turki Furkan dan Vivian Dianugerahi Gelar Temenggung Muda oleh Sultan Palembang |
|
|---|
| Universitas Sumatera Selatan Bakal Buka Prodi Kelapa Sawit |
|
|---|
| Sore Mencekam di Gandus Palembang, Rumah Panggung Ambruk Timpa Mobil, 8 Penghuni Selamat |
|
|---|
| AWAS Kawanan Copet Berkeliaran di Bawah Jembatan Ampera Palembang, Modus Pura-pura Kenal & Mendekat |
|
|---|
| REMAJA Ini Kena Bacok Saat Lewat Mojopahit 5 Ulu Palembang, Penolongnya Jadi Pencuri Sepeda Listrik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/antre-solar-palembang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.