SRIPOKU.COM -- Ditengah menghadapi pemakzulan dan didemo warga, Bupati Pati Sudewo malah serahkan uang suap proyek kereta ke KPK.
Hal tersebut diketahui setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Bupati Pati, Sudewo, telah mengembalikan uang yang ia terima terkait dugaan suap proyek jalur ganda kereta api Solo Balapan–Kalioso.
"Benar seperti yang disampaikan di persidangan, itu sudah dikembalikan," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Asep menegaskan bahwa langkah Sudewo tidak akan menghentikan proses hukum.
Baca juga: Sumber Kekayaan Bupati Pati Sudewo yang Didesak Mundur Terkuak Dapat Aliran Dana Korupsi Proyek DJKA
Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Berdasarkan Pasal 4 ya, itu pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya," tegasnya.
Sebelumnya, nama Sudewo muncul dalam dakwaan kasus suap yang melibatkan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Rabu (13/8/2025) membenarkan bahwa Sudewo adalah salah satu pihak yang diduga menerima aliran dana terkait proyek tersebut.
"Ya benar, Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran komitmen fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta," ujar Budi.
Dugaan keterlibatan ini terjadi saat Sudewo masih menjabat sebagai anggota Komisi V DPR RI.
Dalam surat dakwaan, Sudewo disebut turut serta menerima suap yang totalnya mencapai Rp18,3 miliar terkait proyek pembangunan Jalur Ganda Kereta Api antara Solo Balapan–Kalioso (JGSS-06).
Menurut dakwaan, jatah untuk Sudewo adalah sebesar 0,5 persen dari total nilai proyek yang mencapai Rp143,5 miliar.
Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp720 juta pada September 2022.
Uang tersebut diserahkan oleh Dion Renato Sugiarto melalui stafnya, Doddy Febriatmoko, atas arahan dari pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub.
Meskipun uang telah dikembalikan, KPK menyatakan masih terus mendalami peran Sudewo dalam perkara ini.
Namun, pihak komisi antirasuah belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai kapan Sudewo akan diperiksa kembali.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan
"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi."
Pasal ini menegaskan bahwa meskipun pelaku korupsi telah mengembalikan uang yang merugikan negara, ia tetap harus menjalani proses hukum dan dapat dijatuhi pidana.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa korupsi tetap diproses sebagai kejahatan serius, bukan sekadar pelanggaran administratif atau finansial.
Pengembalian uang hasil korupsi tidak membebaskan pelaku dari proses hukum. Tindakan tersebut hanya dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dalam proses peradilan, misalnya saat penjatuhan vonis.
Hal ini bertujuan untuk tetap menegakkan prinsip akuntabilitas dan efek jera, agar pelaku tidak lolos hanya dengan mengembalikan hasil kejahatan.
Kenapa tetap diproses? Hal ini, karena perbuatan tindak pidana korupsi bukan sekadar soal uang, tapi juga soal pelanggaran hukum, penyalahgunaan jabatan, dan dampak sistemik terhadap kepercayaan publik. Oleh karena itu, meskipun uang dikembalikan, pelaku tetap harus bertanggung jawab secara pidana.
Duduk Perkara Kasus Suap Proyek Kereta
Sudewo diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan Sudewo—yang saat dugaan suap terjadi masih menjabat anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra—masuk dalam radar penyidikan.
“Benar, Saudara SDW (Sudewo) merupakan salah satu pihak yang diduga menerima aliran commitment fee terkait proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Budi menegaskan, penyidik membuka peluang untuk memanggil kembali Sudewo sebagai saksi jika diperlukan.
Awal Kasus DJKA
Pengungkapan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Balai Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, Selasa (11/4/2024) lalu.
Dalam OTT itu, KPK mengamankan sejumlah pejabat DJKA dan pihak sawasta di Jakarta, Semarang, Depok, dan Surabaya dan diduga para pejabat DJKA menerima suap dari pengusaha yang menjadi pelaksana proyek.
Suap tersebut terkait pembangunan dan perawatan jalur kereta api anggaran 2018-2022.
Sebanyak 13 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini tersangka terdiri atas 10 orang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemenhub, dua korporasi, dan satu swasta.
Dari 10 orang, empat tersangka diduga sebagai pihak pemberi, yakni Direktur PT IPA, Dion Renato Sugiarto (DIN); Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat (MUH); Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023, Yoseph Ibrahim (YOS); serta VP PT KA Manajemen Properti, Parjono (PAR).
Sementara enam tersangka lain yang diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi (HNO); Kepala BTP Jawa Tengah, Putu Sumarjaya; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah, Bernard Hasibuan (BEN); PPK BPKA Sulawesi Selatan, Achmad Affandi (AFF); PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadliansyah (FAD); dan PPK BTP Jawa Barat, Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).
Kasus dugaan korupsi yang menjerat para tersangka terkait dengan proyek di Pulau Jawa dan Sulawesi.
Proyek tersebut adalah pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, dan suap terkait pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua supervisi di Lampegan, Cianjur dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatra.
Penggeledahan Rumah Sudewo
Dalam pengembangan penyelidikan, KPK menduga Sudewo terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini.
KPK lantas menggeledah rumah Sudewo pada November 2023, saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita uang tunai sekitar Rp3 miliar, termasuk mata uang asing.
Uang ini sempat diperlihatkan Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai barang bukti dalam sidang perkara korupsi DJKA di Pengadilan Tipikor Semarang pada 9 November 2023.
Saat bersaksi di pengadilan, Sudewo membantah uang tersebut berasal dari proyek DJKA.
Ia mengklaim uang itu merupakan gaji anggota DPR dan hasil usaha pribadi, serta membantah pernah menerima Rp720 juta dari PT Istana Putra Agung maupun Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya.
Profil Sudewo
Nama: Sudewo
Tempat/Tanggal Lahir: Pati, Jawa Tengah, 11 Oktober 1968
Istri: Atik Kusdarwati
Anak: Empat orang
Pendidikan:
S-1 Universitas Sebelas Maret (1993)
S-2 Teknik Pembangunan Universitas Diponegoro
Karier Awal:
Karyawan PT Jaya Construction (1993–1994)
Pegawai honorer di Departemen PU (Proyek Peningkatan Jalan dan Jembatan Bali)
PNS di Departemen PU Kanwil Jawa Timur, kemudian Dinas PU Kabupaten Karanganyar
Wiraswasta selama 3 tahun
Karier Politik:
Anggota DPR RI (2009–2013) dari Partai Demokrat
Anggota DPR RI (2019–2024) dari Partai Gerindra
Bupati Pati (2024–sekarang) bersama
Wakil Bupati Risma Ardhi Chandra
Pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Karanganyar (2002)
Riwayat Organisasi:
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNS (1991)
Ketua Keluarga Besar Marhaenis (2000)
Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (2001)
Koordinator Timses Pilkada Pacitan (2005)
Anggota Dewan Penasehat Fokerdesi (2007)
Koordinator Timses Pilgub Jateng (2008)
Ketua Bidang Pemberdayaan Organisasi DPP Partai Gerindra (2019–sekarang)