Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah
SRIPOKU.COM, PALI - Libur panjang Idul Fitri 2025/1446 Hijriah, destinasi wisata Candi Bumi Ayu yang terletak di Desa Bumi Ayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten PALI,
masih menjadi primadona bagi wisatawan.
Sejak hari kedua lebaran, pengunjung terus berdatangan untuk berlibur di kawasan situs cagar budaya nasional, peninggalan masa kerajaan Sriwijaya itu.
Terpantau sejak lebaran kedua pada Senin (1/4/2025) hingga saat ini Sabtu (5/4/2025), jumlah pengunjung ke Cagar Budaya yang meraih juara Kedua Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2022 ini, melonjak signifikan, mencapai berkali-kali lipat dibandingkan hari-hari biasa.
Bahkan pada hari lebaran ketiga, sempat terjadi kemacetan panjang, karena antrean kendaraan di jalan yang akan menuju ke kawasan Candi Bumi Ayu.
Namun kemacetan tersebut tidak berlangsung lama karena, pihak pengelola dibantu anggota Polsek Tanah Abang telah mengatur diantara pintu masuk dan pintu keluar di kawasan Candi tersebut.
Keindahan alam yang asri, suasana yang sejuk, dan kenyamanan yang ditawarkan menjadikan Candi Bumi Ayu pilihan utama para wisatawan yang ingin menikmati liburan bersama keluarga maupun kerabat.
Bagi banyak pengunjung, Candi Bumi Ayu bukan hanya sekadar tempat wisata sejarah, tetapi juga tempat untuk bersantai, berfoto, dan menikmati kebersamaan dengan keluarga.
Candi Bumi Ayu sendiri tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga memiliki histori budaya yang kental dengan agama Hindu.
Candi ini diperkirakan berasal dari abad ke-9 hingga ke-10 Masehi, dan dipercaya menjadi tempat pemujaan yang penting pada masa Kerajaan Sriwijaya.
Candi Bumi Ayu merupakan salah satu saksi bisu perjalanan sejarah kebudayaan Hindu di Sumatera Selatan.
Komplek candi ini juga mengandung nilai-nilai arkeologis yang sangat berharga, menjadikannya sebuah situs yang kaya akan sejarah dan budaya.
Candi-candi di Bumiayu merupakan monumen yang telah ditinggalkan masyarakat pendukungnya, merupakan situs peninggalan agama Hindu yang terdapat di pesisir sungai Lematang.
Kemungkinan candi tersebut ditinggalkan seiring dengan terdesaknya kekuatan politik Hindu oleh Islam pada sekitar abad ke-16.
Kemudian candi-candi itu rusak dan terkubur tanah hingga ditemukan kembali oleh E.P. Tombrink tahun 1864