SRIPOKU.COM, PALI -- Polemik terkait hasil seleksi rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten PALI Sumatera Selatan menjadi sorotan.
Pasalnya ada tiga orang Kepala Desa (Kades) aktif menjabat diketahui lulus seleksi PPPK Tahap 1 Tahun Anggaran 2024.
Ketiga kepala desa lulus seleksi PPPK Tahap 1 2024 tersebut yakni, Ari Meidiansyah Fitri, Kades Babat, Kecamatan Penukal, Kabupaten PALI memiliki masa jabatan priode 2019- 2027.
Kemudian Rudini menjabat Kades Sukamaju, Kecamatan Talang Ubi dengan masa jabatan 2023-2031.
Dan Rozali menjabat Kades Betung Barat, Kecamatan Abab, priode 2021-2029.
Berdasarkan surat Pengumuman ber-kop Bupati PALI, nomor 800/09/BKPSDM-I/2025, tentang Hasil Seleksi Kompetensi dengan Sistem CAT PPPK Tenaga Guru Tahun Anggaran 2024 Tahap I yang diumumkan oleh BKPSDM PALI.
Terdapat nama Arie Meidiansyah Fitri dan Rudini dalam pengumuman hasil seleksi PPPK Tahap 1 2024 untuk formasi tenaga guru.
Ari Meidiansyah Fitri dengan nomor peserta 24567510810000034, diumumkan lulus PPPK dengan kode kelulusan R3/L, untuk jabatan formasi sebagai Guru Ahli Pertama – Guru Kelas, di lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten PALI.
Sedangkan Rudini, dengan nomor peserta 24567510810000023, dinyatakan lulus dengan jabatan formasi sebagai Guru Ahli Pertama,Guru Bahasa Inggris di sekolah dalam lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten PALI.
Berbeda dengan Rozali, Kades Betung Barat. Ia diumumkan melalui surat ber-kop Gubernur Sumsel, dengan nomor 800.1.2.3/11975/BKD.I/2024.
Rozali Dengan nomor peserta 24560030410000492, dinyatakan lulus seleksi kompetensi PPPK teknis tahap I di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2024.
Untuk formasi jabatan sebagai Pengelola Layanan Operasional di Subbag Tata Usaha, di lingkup Samsat PALI (UPTB Pengelolaan Pendapatan Daerah).
Tentu saja dengan adanya ketiga nama kepala desa aktif yang dinyatakan lulus seleksi PPPK ini menimbulkan polemik bagi para peserta lain yang kurang beruntung belum lulus PPPK, meski sudah bertahun-tahun mengabdi sebagai tenaga honorer.
Mekanisme dan proses menuju seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) ini, disebut banyak pihak terindikasi melanggar aturan terkait.
Karena di tengah kegundahan dan kesedihan banyak tenaga honorer lain yang belum beruntung diterima PPPK meski telah lama bekerja sebagai honorer.
Para kades tersebut, dengan mudahnya lulus PPPK dan terindikasi ‘mengangkangi’ aturan yang ada.
“Menurut saya ini sangat tidak lazim dan harus diusut tuntas, Pak. Bagaimana ceritanya Kades aktif justru lulus PPPK. Mungkin ada aturan yang dilanggar. Hal ini sangat mencederai rasa keadilan di hati kami, sebagai honorer yang telah bekerja sungguh-sungguh di instansi pemerintah, namun belum lulus juga. Sedang mereka dapat dengan mudahnya,” keluh seorang guru honorer di sebuah sekolah di Kecamatan Penukal, yang tidak mau disebutkan namanya.
Di mana prasyaratan untuk mengikuti seleksi PPPK, pelamar harus dinyatakan telah aktif bekerja di instansi pemerintah yang akan ia lamar, selama minimal 2 tahun berturut-turut, tanpa terputus.
Persyaratan tersebut melalui surat pernyataan yang dibuat oleh atasan langsung pelamar, dengan dibubuhi materai bernilai.
Oleh karena itu hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak, karena tiga orang kades itu pelamar justru dua tahun ke belakang, masih aktif menjabat sebagai kepala desa.
“Artinya, bagaimana Kades itu bisa mengajar, kalau di sisi lain ia punya tugas sebagai Kades. Ini juga relevan dengan keterangan di lapangan, bahwa oknum kades diduga tidak datang ke sekolah, melainkan jam mengajarnya diisi oleh guru lain,” ungkap sumber itu lagi.
Sementara itu, Kepala BKPSDM PALI, Haris Munandar mengatakan pihaknya akan mengkaji ulang adanya tiga nama kepala desa yang lulus seleksi PPPK tersebut.
Haris menjelaskan bahwa pihaknya memang tidak mengetahui kalau nama peserta PPPK tersebut memiliki jabatan sebagai Kepala Desa.
Dikarenakan, pihaknya hanya menerima berkas lamaran seleksi PPPK yang diupload secara online. Proses verifikasi yang mereka lakukan hanya terbatas pada kelengkapan dokumen saja.
“Soal apakah dokumen itu benar atau tidak. Termasuk bagaimana mendapatkannya, kita tidak mengetahui sejauh itu. Karena kalau untuk tenaga guru, acuannya data yang ada pada Dapodik yang diinput oleh operator sekolah dan Dinas Pendidikan,” kata Haris Munandar, Senin (13/1/2025).
Haris juga menambahkan para peserta seleksi PPPK, juga mengupload persyaratan secara online menggunakan akun masing-masing. Sehingga tidak bertemu secara tatap muka dengan pihaknya.
“Oleh karenanya, kami tidak tahu jika peserta adalah Kades atau bukan, hanya berdasarkan kelengkapan syarat yang diupload,"ujarnya.
Namun, dia mengatakan bila kemudian setelah dinyatakan lulus, ternyata ada informasi dari masyarakat yang menyatakan bahwa peserta tersebut adalah Kades, tentunya akan dikaji ulang.
"Langkah seperti apa nanti yang akan diambil, kami akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan BKN. Sebab seperti tahun kemaren, ada juga perangkat desa yang dinyatakan lulus, juga tetap tidak bisa," jelasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan PALI, Ardian Putra Muhdanili, sangat menyesalkan bila benar ada oknum kades yang merangkap jabatan sebagai guru di sekolah selama ini.
Dia menjelaskan bahwa terkait data Dapodik, itu yang mengupload adalah operator sekolah atas perintah Kepala Sekolah.
Dinas pendidikan hanya memverifikasi saja apakah kelengkapan data sudah benar, seperti adanya Surat Keputusan (SK) kepala sekolah, dan lain sebagainya.
“Jadi yang paling tahu adalah Kepala Sekolah. Mengapa mereka mengeluarkan SK untuk guru yang ternyata menjabat juga sebagai Kades. Apakah benar mengajar atau tidak. Tentu mereka yang tahu itu. Sebab, semestinya, bila tahu gurunya adalah Kades, atau sudah menjadi Kades, seharusnya SK tidak dikeluarkan atau diperpanjang lagi,”kata Ardi
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) PALI, Edy Irwan, ketika dimintai tanggapannya terkait polemik ini juga menyesalkan bila benar adanya kades yang merangkap jabatan jadi guru honorer dan lalu ikut melamar sebagai PPPK.
Sebab menurut Edi, sesuai Undang-undang Desa, dinyatakan bahwa Kades tidak boleh rangkap jabatan.
Hal itu, agar pelayanan kepada masyarakat desa tetap optimal, serta tidak ada konflik kepentingan, yang bisa mengganggu roda pemerintahan di tingkat desa.
“Sebelumnya mereka tidak ada koordinasi atau konsultasi dengan pihak DPMD dahulu. Oleh karenanya kita menyesalkan hal ini. Besok mereka akan kita panggil dahulu, untuk memberikan klarifikasi terkait ini,”singkatnya. (cr42)
Ikuti perkembangan berita lainnya di Sripoku.com dengan mengklik Google News.