SRIPOKU.COM - Pengakuan pihak Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap penyebab dokter Aulia Risma Lestari meninggal dunia.
Kematian seorang dokter muda peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah ini cukup menyorot perhatian.
Dokter muda Aulia Risma Lestari ditemukan dalam kondisi tewas di kamar kosnyanya, di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024) malam.
Aulia diduga bunuh diri dengan menyuntikan obat penenang secara berlebih.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang Kompol Andika Dharma Sena membenarkan peristiwa itu bahwa korban menyuntikkan obat ke tubuhnya sendiri.
"Benar bunuh diri, yang bersangkutan menyuntikkan obat ke badannya sendiri," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Menurut Sena, peristiwa itu ketahuan setelah pintu kamar kos korban terkunci dari dalam kamar untuk jangka waktu cukup lama.
Baca juga: Dokter Risma Tewas Kerap Suntikkan Obat ke Tubuh Buntut Dirundung Senior, Isi Buku Harian Jadi Bukti
Hal itu memicu kecurigaan dan akhirnya kunci dibuka paksa.
"Waktu kita buka, di dalam dibongkar dulu kuncinya," ujarnya.
Sementara itu, pihaknya masih mendalami informasi adanya dugaan perundungan yang menjadi penyebab korban nekat mengakhiri hidupnya tersebut.
"Terkait dengan informasi mengenai perundungan masih kita cek, karena yang bersangkutan itu informasinya memang sakit, dan yang bersangkutan itu ikut beasiswa," ucapnya.
"Informasinya yang bersangkutan sudah tidak kuat lagi atau bagaimana, mau kita cek lagi, benar apa tidak," imbuhnya.
Undip sendiri membantah telah terjadi bullying atau perundungan berujung meninggalnya Aulia.
Dalam surat resmi bertanda tangan rektor Undip Prof Suharnomo pada 15 Agustus 2024, tertulis bahwa hasil investigasi internal Undip menyatakan tidak ada perundungan yang terjadi.
"Dari investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar," katanya dikutip dari Tribunnews.com.
Prof Suharnomo menuturkan, dokter muda itu memiliki masalah kesehatan yang membuat proses belajar di PPDS menjadi terganggu.
"Almarhumah selama ini merupakan mahasiswi yang berdedikasi dalam pekerjaannya," ujarnya.
"Namun demikian, Almarhumah mempunyai problemn kesehatan yang dapat mempengaruhi proses belajar yang sedang ditempuh," lanjut Prof Suharnomo.
Namun, pihaknya enggan mengungkap masalah kesehatan yang dialami dokter Aulia dengan alasan privasi.
Ia mengklaim, selama proses pendidikan pengelola pendidikan program studi anestesi memantau secara aktif perkembangan kondisi yang bersangkutan.
Berdasarkan kondisi kesehatan itu, lanjut dia, maka dr Aulia sempat mempertimbangkan untuk mengundurkan diri.
Namun, lantaran dokter muda itu merupakan penerima beasiswa, maka niatan itu urung dilakukan.
"Secara administratif terikat dengan ketentuan penerima beasiswa, sehingga almarhumah tak jadi mundur," jelasnya.
Prof Suharnomo menyatakan, sangat terbuka dengan fakta-fakta valid lain di luar hasil investigasi yang telah dilakukan.
Menurutnya, Undip siap berkoordinasi dengan pihak manapun untuk menindaklanjuti tujuan pendidikan dengan menerapkan "zero bullying" di Fakultas Kedokteran UNDIP sejak 1 Agustus 2023.
"Tim Fakultas Kedokteran UNDIP bersama dengan tim RSUP dr Kariadi telah melakukan pertemuan dengan Bapak Dirjen Yankes dan menyampaikan klarifikasi mengenai hal-hal yang dimaksud," katanya.
"UNDIP siap berkoordinasi dengan pihak-pihat terkait untuk mengklarifikasi, mendiskusikan dan melakukan penanganan lebih lanjut," lanjutnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat dr Siti Nadia Tarmizi, ungkap jika Kemenkes telah turun lakukan investigasi terkait kasus ini.
"Mudah-mudahan dalam seminggu ini sudah ada hasilnya," ujarnya.
"Walau PPDS ini program Undip, Kemenkes tidak bisa lepas tangan karena yang bersangkutan juga melakukan pendidikannya di lingkungan RS Kariadi sebagai UPT Kemenkes," tegas Nadia.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR fraksi PDIP Rahmad Handoyo meminta kasus meninggalnya Aulia Risma Lestari (30), mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) diinvestigasi.
Sebab, Aulia diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari seniornya di Undip.
Handoyo mengatakan, kasus perundungan yang menimpa Aulia berujung bunuh diri adalah sebuah pelajaran pahit.
Karenanya, kata dia, investigasi secara menyeluruh penting dilakukan untuk mengetahui penyebabnya.
"Investigasi secara menyeluruh dan harus ada orang yang bertanggungjawab terhadap ini," kata Handoyo kepada Tribunnews.com, Rabu (14/8/2024).
Handoyo sangat menyesalkan adanya perbuatan perundungan yang masih terus dilakukan.
Padahal, pemerintah sudah membuat aksi perang terhadap perundungan.
Handoyo mendesak aparat penegak hukum segera menangani kasus tersebut agar tidak terulang lagi.
"Saya kira harus tegas. Kasus ini harus didalami secara menyeluruh. Kalau perlu harus ada orang yang bertanggungjawab," ujarnya.
Dia menegaskan, perbuatan perundungan merupakan tindakan manusiawi yang tidak bisa ditolerir.
"Nah ini harus dihentikan. Kalau tidak dihentikan apakah kita akan mendengar korban berikutnya," ucap Handoyo.
Handoyo pun mendesak agar kepolisian segera menangani kasus dugaan perundungan itu.
"Untuk itu saya kira kepolisian juga harus bisa mendalami, kenapa penyebab-penyebab ini bisa terjadi?" ungkapnya.
Dikutip dari Tribunjateng, Aulia ditemukan meninggal di kamar kosnya kawasan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang.
Menurut sumber yang tak mau menyebut namanya, Aulia diduga mengakhiri hidup dengan menyuntikkan obat bius ke tubuhnya sendiri.
Obat bius yang digunakan korban adalah jenis Roculax.
"Korban diduga melakukan bunuh diri dengan menyuntikkan Roculax di kamar kosnya,” ujar sumber tersebut kepada Tribun Jateng, Rabu.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com