Berita PALI

Ratusan Warga Talang Ubi PALI Tuntut PT MHP Kembalikan Lahan Diduga Diserobot Sejak 32 Tahun Lalu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan warga Talang Ubi menggelar Aksi damai di Kantor PT MHP Unit 6 Lubuk Guci, Tuntut pengembalian 199 hektar lahan yang diduga diserobot sejak tahun 1991 silam.

SRIPOKU.COM, PALI -- Ratusan warga Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI tuntut PT Musi Hutan Persada (PT MHP) untuk mengembalikan lahan seluas 199 hektar yang diakui warga telah diserobot pihak perusahaan sejak tahun 1991 silam atau 32 tahun lalu.

Para warga yang menuntut pengembalian lahan itu berbondong- bondong menggunakan sepeda motor dan mobil datang ke Kantor PT MHP unit 6 Lubuk Guci diwilayah Talang Ubi menggelar Aksi Damai, pada Rabu (24/7/2024)  sekira pukul 10.00 Wib.

Ada beberapa poin tuntutan warga yang disampaikan dalam orasi aksi damai didepan Kantor MHP Unit 6, yaitu menuntut pengembalian lahan seluas 199 hektar di Unit 6 Lubuk Guci yang diduga diserobot PT MHP sejak tahun 1991.

Mereka juga meminta keputusan untuk mengeluarkan surat resmi tentang kepemilikan hak warga.

Selain itu, mereka juga mempertanyakan surat yang diterbitkan Pemkab PALI tentang lahan warga. Penerbitan surat tersebut menurut para warga tanpa melibatkan perwakilan warga.

Setelah melakukan orasi, perwakilan masa aksi tersebut ditemui pihak perusahaan untuk melakukan mediasi.

Namun, dalam mediasi yang dilakukan antara warga dan pihak perusahaan tidak menemui titik terang, sehingga warga bakal melakukan aksi selanjutnya dan meminta mediasi difasilitasi oleh Pemkab PALI.

Asman selaku koordinator Aksi mengatakan pihaknya tetap akan melakukan tuntutan pengembalian lahan 199 hektar tersebut, karena menurutnya lahan tersebut merupakan lahan kebun yang dimiliki sekitar 120 warga Kecamatan Talang Ubi, dan merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) bukan kawasan hutan PT MHP.

"Tadi sudah dilakukan mediasi, namun tidak menemukan kejelasan. Kami tetap akan menuntut pengembalian lahan ini. Dan kami juga akan meminta bantuan Pemkab PALI untuk memfasilitasi Mediasi terkait permasalahan ini. Karena lahan ini merupakan hak usaha masyarakat di lahan Areal Penggunaan Lain (APL)," ujarnya ketika ditemui usai melakukan mediasi dengan pihak perusahaan, Rabu (24/7/2024).

Diceritakan Asman, bahwa tuntutan warga ini bukan hanya terjadi pada saat sekarang, namun sudah dilakukan bertahun-tahun sejak terjadi dugaan penyerobotan lahan pada tahun 1991 lalu saat Kabupaten PALI belum memisahkan diri dari Kabupaten Muara Enim.

"Sejak tahun 1991 lalu, lahan warga ini digusur dan diserobot perusahaan tanpa ijin dan tanpa adanya ganti rugi. Sedangkan ijin PT MHP dalam penggunaan lahan itu baru dikeluarkan pada tahun 1996, artinya perusahaan telah tanpa ijin menduduki lahan warga,"kata dia.

Ia juga mengatakan, polemik dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT MHP sampai saat ini belum adanya kejelasan dan penyelesaian nya.

Menurutnya para warga kerapkali mendapatkan intimidasi dari oknum-oknum pihak perusahaan.

Asman juga berkata bahwa pada tahun 2009 terjadi pengerusakan kebun rakyat di tanah APL, sehingga Bupati Muara Enim saat itu Muzakir Sai Sohar pada tanggal 30 November 2009 melayangkan surat dengan nomor 594/1213/1/2009 ke Manajemen PT MHP untuk menghentikan kegiatan nya diatas lahan tersebut sambil menunggu penyelesaian permasalahan status lahan.

Pada tahun 2016 juga terjadi pengeroyokan terhadap warga atas permasalahan sengketa lahan ini.

Permasalahan dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT MHP ini juga telah dilaporkan pihaknya pada 02 April 2023 ke Kejaksaan Agung RI, namun tidak ada tindak lanjutnya sampai saat ini.

Asman berharap, Bupati PALI Heri Amalindo dan Pemkab PALI, agar kiranya dapat mendengarkan apa yang menjadi tuntutan warga selama ini dan dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini.

"Kami tidak ingin Anarkis, kami hanya menuntut hak kami yang selama ini dikuasai oleh perusahaan. Kami berharap Bupati PALI dan Pemkab PALI dapat membantu menyelesaikan persoalan ini, kami juga siap untuk menempuh jalur hukum, karena bukti-bukti dan surat kepemilikan yang kami miliki lengkap,"

"Kami juga meminta PT MHP untuk mengembalikan lahan tersebut kepada warga, karena ini bukan lahan kawasan hutan negara, tapi hutan APL. Lahan itu jelas merupakan hak milik masyarakat yang telah dikelolah sejak tahun 1960'an. Semua dokumen kepemilikan lengkap!,"tukasnya.

Menanggapi hal itu, Harnadi Panca Putra selaku Wakadip PHS perwakilan PT MHP Unit 6 mengatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menyetujui tuntutan masyarakat tersebut, karena itu merupakan kewenangan kementerian kehutanan.

Menurutnya PT MHP Unit 6 menyatakan pihaknya menjalankan kegiatan sesuai dengan IUP HKHTI atau Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri berdasarkan ijin SKPBPH  548 dari Kementerian Kehutanan yang sebelumnya SK menteri nomor 799-menLHK-Setjen-HPL tahun 2019 dan Surat Keputusan Menteri nomor 038/KPTS-II-1996.

"Terkait klaim lahan seluas 199 hektar, di objek ini secara fakta hukum sudah dibuktikan, jadi sebelumnya sempat ada gugatan dari warga di pengadilan, tapi sudah dimentahkan dan ditolak dari semua tuntutan itu oleh pengadilan pada tahun 2016 lalu," ujarnya.Saat dilakukan mediasi Harnadi mengatakan warga tetap ingin memaksakan PT MHP menyetujui tuntutan tersebut sehingga belum adanya titik temu, karena untuk menyetujui tuntutan tersebut bukan kewenangan PT MHP dan merupakan kewenangan kementerian kehutanan.

"Jadi kementrian kehutanan yang berhak dalam hal menentukan kawasan hutan APL atau kawasan hutan negara," terangnya.

Ia juga mengatakan sejak beroperasi nya PT MHP pada tahun1990 sampai dengan sekarang, tata batas yang dikeluarkan kementrian kehutanan terakhir kalinya pada tahun 2021 lalu, terkait pemanfaatan kawasan hutan tersebut sudah Temu Gelang.

"Jadi tata batas ini sudah temu gelang, artinya kawasan ini merupakan kawasan kehutanan yang diberikan mandat ijin kepada PT MHP, dan kami menegaskan PT MHP bekerja sesuai koridor yang diberikan mandat ijin oleh kementerian kehutanan, tentunya kami sangat dilarang bekerja diluar ijin," jelasnya.

Harnadi menyatakan PT MHP taat akan hukum, akan tetapi PT MHP tidak mempunyai kewenangan untuk menyetujui tuntutan warga tersebut.

"Bahwa sampai 7 kiamat pun, PT MHP tidak bisa melepaskan areal itu sebagai areal APL, tidak punya kewenangan kita pak, itu kewenangan negara melalui kementerian kehutanan. Kita ini hanya sebagai pihak pemegang ijin, kalau warga mau menggugat kami persilahkan untuk menempuh jalur hukum,"

"Tapi gugatannya ke kementerian kehutanan karena tanah ini milik negara. Karena bukan kewenangan PT MHP untuk menyetujui tuntutan tersebut, dalam hal ini kami ingin meyakinkan masyarakat bahwa areal yang kami kerjakan ini adalah kawasan hutan negara bukan APL," tandasnya. (cr42)

Berita Terkini