Perang Israel vs Palestina

Nasib Pilu Warga di Jalur Gaza Saat ini, Makanan dan Obat Menipis, Anak-anak Menangis Setiap Malam

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sistem anti-rudal Iron Dome milik Israel di kota Ashdod saat mencegat sebuah roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza, pada Senin (17/5/2021)

SRIPOKU.COM, GAZA -- Peperangan yang masih berlangsung antara Hamas dan Isael membawa dampa besar bagi penduduk yang berada di Jalur Gaza.

Kondisi wilayah yang berbahaya memaksa warga di Jalur Gaza untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Tidak sedikit yang memutuskan mencari perlindungan di beberapa sekolah yang berada di bawah pengelolaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Namun, sekolah-sekolah tersebut justru ikut menjadi sasaran dari serangan Israel.

Menurut laporan Al Jazeera, Selasa (10/10/2023), salah satu warga di Jalur Gaza bernama Jamal Al Zinati ikut mencari tempat untuk mengungsi dalam peperangan ini.

Setelah Israel meluncurkan serangan, pria berusia 33 tahun itu memutuskan untuk berlindung di sebuah ruang kelas di sebuah sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Timur Dekat.

Israel menyerang wilayah Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan Hamas pada Sabtu (7/10/2023).

Kondisi terkini perang Hamas vs Israel. Warga Palestina menyelamatkan para penyintas di gedung yang diserang Israel dari udara di Jabalia, Jalur Gaza, Senin (9/10/2023). (AFP/MAHMUD HAMS)

Ketika perang antara Israel dan Hamas berkecamuk selama empat hari berturut-turut, lingkungan yang dulunya ramai di pusat Kota Gaza kini menjadi reruntuhan.

Di tengah ledakan yang tak henti-hentinya, ribuan orang tidak punya pilihan selain mencari perlindungan di ruang publik dan sekolah-sekolah yang penuh sesak, berharap untuk mendapatkan tempat yang lebih aman.

Selain blokade udara Israel yang ketat, kehancuran yang diakibatkan oleh pengeboman semakin mempersempit ruang yang tersedia bagi mereka untuk hidup, bertahan hidup, dan bernapas.

Banyak keluarga menjadi tunawisma, lingkungan mereka diratakan.

Di seberang Jalur Gaza, gumpalan asap mengepulkan asap di cakrawala.

"Ketika kami berlari keluar dari pintu, yang kami pikirkan adalah Israel mungkin hanya akan mengancam kami untuk pergi untuk menanamkan rasa takut di hati kami."

"Saya tidak percaya mereka akan melakukan serangan udara ke seluruh wilayah dan meninggalkannya dalam reruntuhan hitam," kata Jamal.

Itu termasuk rumahnya, sebuah tempat yang ia ingat penuh dengan kenangan indah yang berarti "segalanya" bagi keluarganya.

"Di sanalah kami hidup bahagia, merayakan ulang tahun dan membangun mimpi."

"Sekarang, rumah itu tinggal puing-puing," ucap Jamal lirih, dengan air matanya berlinang.

"Kami mengungsi ke sekolah terdekat untuk menyelamatkan diri, tetapi kami berdesakkan di sini bersama ratusan orang lainnya."

"Tidak ada ruang, dan anak-anak kami menangis sendiri saat tidur setiap malam," tambahnya.

Situasi perang Hamas-Israel. Asap membubung di atas gedung-gedung Kota Gaza pada Sabtu (7/10/2023), saat serangan udara Israel menghantam gedung Palestine Tower. Sedikitnya 70 orang dilaporkan tewas di Israel, sedangkan otoritas Gaza merilis jumlah korban tewas sebanyak 198 orang. (AFP/MAHMUD HAMS)

Namun, bahkan di sekolah-sekolah tempat warga Gaza berlindung, kehidupan mereka tetap diwarnai dengan kekurangan di tengah bencana kemanusiaan yang membayangi.

Blokade berarti Jalur Gaza bergantung pada Israel untuk pasokan makanan, bahan bakar, obat-obatan dan listrik.

Sekarang, Israel telah mengatakan akan memotong pasokan penting tersebut.

Itu merupakan sebuah keputusan yang di bawah hukum internasional dapat dianggap sebagai kejahatan perang.

Saat ini, kebutuhan dasar sudah sangat terbatas.

"Kami hampir tidak punya cukup makanan untuk memberi makan anak-anak kami," kata Zainab Matar, seorang ibu dari empat anak di Jalur Gaza.

"Air minum bersih adalah sebuah kemewahan, dan kami tidak dapat menjaga anak-anak kami tetap hangat di malam hari karena kami tidak memiliki pakaian yang layak," tambahnya.

Sekolah juga bukan lagi tempat yang aman.

Menurut UNRWA, setidaknya empat sekolah di Gaza mengalami kerusakan akibat pengeboman Israel.

"Kami pikir dengan datang ke sekolah akan melindungi kami."

"Tetapi bahkan di sini, kami hidup dalam ketakutan," kata Zainab.

Ini adalah ketakutan yang terlihat dan dapat dirasakan di wilayah Jalur Gaza.

Ketakutan yang bahkan tidak lagi bisa dihindari oleh sekolah-sekolah. Aseel, seorang pengungsi lainnya, juga merasa takut.

"Kami tidak mengerti mengapa sekolah, tempat orang-orang tak berdosa mencari perlindungan, dibom," katanya kepada Al Jazeera.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penduduk Gaza Merasa Tak Punya Tempat Aman di Tengah Serangan Israel"

===

Simak berita Sripoku.com lainnya di Google News

Berita Terkini