Mereka cenderung fokus pada periode transisi ini, yaitu dengan membantu para pembelot mendapatkan ponsel dan rekening bank serta berkenalan dengan komunitas lokal mereka.
Setelah Hanawon, para pembelot diberi rumah sewa umum. Kim diberikan satu kardus berisi makanan - ramen, nasi, minyak dan bumbu-bumbu - untuk bertahan selama beberapa hari pertamanya.
Seorang konselor atau pembelot yang sudah menetap membantu membersihkan rumah dan memberikan dukungan tambahan.
"Kemudian mereka harus menjalani hidup mereka sendiri," katanya.
Siapa yang mengawasi mereka?
Seorang petugas polisi ditugaskan untuk mengawasi warga Korea Utara yang menetap di Korea Selatan. "Anda bisa menganggapnya sebagai penugasan seorang kawan ramah setempat yang sesekali mengunjungi mereka," kata Park.
"Kadang-kadang mereka menjadi teman. Mereka biasanya perwira yang lebih tua, lebih seperti figur ayah. Perannya adalah untuk mendatangi mereka - hampir seperti layanan sosial."
Para petugas terkadang bekerja bersama-sama dengan asosiasi atau gereja.
Terkait dukungan kesehatan mental, Park mengatakan bahwa ada beberapa layanan konseling yang tersedia, tetapi memang bagian itu masih memerlukan perbaikan.
Masalah ini menjadi sorotan pada tahun 2019 ketika pembelot Han Sung-ok dan putranya ditemukan tewas di sebuah apartemen di Seoul. Mereka diyakini mati kelaparan. Tetangga menggambarkannya sebagai orang yang terganggu dan cemas.
Banyak pembelot akan mengalami trauma ekstrem, tetapi mereka kemungkinan tidak akan mencari bantuan atau mengetahui di mana bisa menemukan bantuan itu.
Menurut survei soal pengungsi Korea Utara di Korea Selatan, sekitar 15 persen mengaku memiliki pikiran untuk bunuh diri—10 persen lebih tinggi dari rata-rata orang Korea Selatan.
"Kesehatan mental membutuhkan perubahan dan kesadaran sosial sehingga orang dapat mengidentifikasi hal-hal ini dan mencari pertolongan dan berpikir bahwa tidak apa-apa untuk mencari pertolongan," katanya.
Fyodor Tertitsky, seorang analis asal Korea Utara, mengatakan bahwa kehidupan di Korea Selatan dapat membuat para pembelot merasa terisolasi, dan bukan hanya karena mereka telah memasuki masyarakat yang sangat berbeda. Mereka dipandang oleh banyak orang sebagai "yang lain".
"Anda tidak bisa pulang karena Anda dianggap pengkhianat dan Anda terasingkan dari keluarga atau teman dan lingkungan Anda," kata Tertitsky. "Ini adalah pengalaman yang traumatis terutama jika Anda (terpaksa) melarikan diri."