Startup Tumbuh Bak Jamur Dimusim Hujan, Apa Bedanya Dengan Perusahaan Konvensional

Editor: Azwir Ahmad
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi; Salah satu startup di Indonesia

SRIPOKU.COM - Istilah startup belakang ini sudah sangat populer ditengah masyarakat. Apa lagi bagi mereka yang sudah menikmati transaksi e-commerce dan layanan jasa daring yang menjamur diera digital saat ini.

Bagi kalangan usahawan kata startup, yang bagi masyarakat awam akan langsung merujuk kepada nama-nama seperti Gojek, Bukalapak, Tokopedia, bagi kalangan wirausahawan merupakan sesuatu yang sangat akrab dan sudah berjalan lama.

Kata startup yang merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris , dalam konteks bisnis ditujukan pada bisnis yang baru saja dirintis atau bisnis rintisan.

Singkatnya, startup adalah perusahaan rintisan yang belum lama beroperasi. Atau perusahaan yang baru masuk atau masih dalam proses atau tahap pengembangan atau penelitian untuk terus menemukan pasar maupun pengembangan produknya.

Pada era digitalisasi saat ini, istilah perusahaan startup biasanya mengacu pada perusahaan-perusahaan yang layanan atau produknya berbasiskan teknologi.

Di Indonesia seiring berkembangnya teknologi informatika, dalam beberapa tahun belakangan ini perusahaan rintisan ini pun tumbuh dengan kencang. Begitu pesatnya perkembangan startup, adakalanya menimbulkan disrupsi kegiatan ekonomi.

Lalu apa ciri sebuah usaha masuk kategori stratup. Paling tidak dia memiliki minimal 3 faktor yaitu pendiri atau founder, investor atau pemilik dana, dan produk atau layanan. Status startup ini selanjutnya akan naik kelas apa yang disebut dengan kategori unicorn, decacorn, dan hectocorn yang dinilai dari segi valuasinya.

Startup bisa menjadi kategori unicorn apabila nilai korporasinya sudah melebihi 1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000). Namun startup belum tentu bisa berhasil, atau naik menjadi unicorn tanpa investor yang disebut sebagai angel investor atau malaikat pemberi dana.

Angel investor adalah pihak yang paling awal berinvestasi dan berani mengambil risiko terhadap konsep produk startup dengan catatan saat investor lain belum berani melakukannya.

Karena masuk paling awal, angel investor biasanya menuntut detail dan akurasi terhadap produk antara lain aplikasi startup, strategi pasar, dan target pasar. Ketika startup yang didanainya berhasil, maka angle investor akan jadi pemegang saham terbesar. Sebaliknya jika gagal maka dana yang sudah digelontorkan akan lenyap begitu saja.

Jika unicorn minimal memiliki valuasi 1 miliar dollar AS, maka decacorn adalah startup dengan valuasi mencapai 10 miliar dollar AS. Adapun hectocorn merupakan startup dengan valuasi 100 miliar dollar AS.

Penggunaan istilah unicorn, decacorn dan hectocorn ini pertamakali diciptakan oleh Aileen Lee pada tahun 2013. Di adalah seorang pemodal ventura yang banyak menggelontorkan dana untuk para startup. Ia memilih nama hewan mitos ini karena perusahaan yang sukses seperti ini tergolong langka.

Beberapa startup di Indonesia sudah melampaui angka unicorn, bahkan ada yang sudah bisa dikatakan masuk sebagai decacorn. Seperti Gojek, Tokpedia, OVO, Bukalapak, Traveloka, dan Shopee. Bidang yang digeluti oleh startup tersebut pun bervariasi, mulai dari keuangan, pemasaran, pelayanan, ritel, sampai video games. Jumlah ini bisa saja bertambah seiring dengan perkembangan teknologi yang ada.

Namun hingga saat ini, belum ada cetak biru yang bisa disepakati bersama untuk menentukan valuasi perusahaan startup. Apalagi banyak perusahaan startup yang merahasiakan jumlah pendanaan yang masuk.

Valuasi startup adalah bisa didasarkan pada persetujuan antara founder dengan investor dengan mempertimbangkan besaran penjualan atau catatan transaksi lainnya, jumlah pengguna atau pasar, potensi di masa depan, dan tentunya jumlah pendanaan dari investor.

Halaman
12

Berita Terkini