Ia berkata pada anaknya bahwa ia adalah seorang buruh.
Namun, ia sebenarnya adalah tukang bersih-bersih.
Idris bahkan mandi di toilet umum sebelum pulang ke rumah.
Dengan begitu, tubuhnya tidak terlalu kotor dan bau sehingga anaknya tidak curiga apa pun.
Ia mengumpulkan uang hasil kerja kasarnya itu demi membiayai pendidikan sang anak.
"Saya ingin mereka berdiri dengan hormat di depan orang-orang.
Saya tidak pernah mau orang lain memandang rendah anak saya seperti mereka memandang rendah pada saya."
"Orang-orang selalu mempermalukan saya," ungkap Idris.
Namun, suatu hari, rahasia Idris terbongkar.
Hari itu adalah hari terakhir pembayaran biaya kuliah anaknya.
Namun, ia tak punya cukup uang.
Sang anak terancam tak bisa kuliah.
Beruntung, bantuan dari teman-teman sesama petugas kebersihan datang memberikan upah mereka hari itu.
Tentu saja pada awalnya Idris menolak.
Tetapi teman-temannya berkata, "Tidak apa-apa kami kelaparan hari ini, tapi anakmu harus melanjutkan kuliahnya."