Apalagi ditingkahi tempik sorak suprternya yang seolah sudah menang. Belanda benar-benar merajalela seolah ingin secepatnya melumat Jerman.
Seperti ingin pertandingan segera berakhir dengan pulang membawa piala dunia untuk pertama kalinya.
Jika penonton di stadion riang gembira, para pemerhati bola justru terbungkam kelu. Khawatir terulang misteri bahwa kesebelasan yang unggul lebih dulu justru pada akhirnya akan kalah.
Misteri itu menimpa Brasil (1950), Hungaria (1954), Swedia (1958), Ceko (1962), Jerman Barat (1966). Istilah dalam masyarakat Jawa: lakon kalah disik (sang juara kalah lebih dulu).
Ketinggalan satu gol, Jerman tetap sabar, tenang laksana Danau Konstanz, danau terbesar di Jerman. Kematangan spiritual Franz Beckenbauer bisa menenangkan dan menjaga keyakinan teman-temannya.
Sangat mungkin Beckenbauer sudah mempelajari pandangan filosuf Goethe bahwa ketergesa-gesaan itu persilangan antara velocitas denganb lucifer, Raja setan.
Tergesa-gesa itu bahaya.
Kesabaran panjang Jerman Barat membuahkan hasil. Menit 25 Paul Brietner berhasil menjaringkan gol ke gawang Belanda yang dikawal Jongboled.
Overconfidence yang berlebihan Belanda berbalik arah.
Begitu Jerman berhasil menyamakan gol, permainan Belanda mulai agak semrawut. Emosi pemain mulai meledak-ledak.
Sebaliknya otimisme Jerman semakin kuat karena ternyata bisa membobol gawang Belanda yang terkenal kokoh.
Menjelang akhir babak pertama, Muller menambah satu gol untuk Jerman.
Misteri terulang. Jerman menang 2-1. Misteri ini di kalangan insan sepak bola dikenal dengan istilah "Bola bundar". Artinya, di dalam sepak bola pun ada campur tangan Sang Adikodrati. Tidak semua seluk hidup itu bisa dikalkulasi secara matematis dan teoritis.
Perang Total
Sistem total football itu kalau di dalam politik mungkin dinamai perang total.