SRIPOKU.COM - Hari ini, Kamis (21/6/2019) merupakan 48 tahun kepergian Soekarno.
Soekarno lahir pada tanggal 6 Juni 1901, dirinya juga wafat pada bulan yang sama di tanggal 21 tahun 1970.
48 Tahun berlalu kepergian Presiden Sukarno masih menyisakan cerita 'memprihatinkan' di baliknya.
Situasi politik nasional pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 mengalami banyak perubahan.
Khususnya untuk Presiden Soekarno yang kekuasaannya berkurang secara perlahan dan berpindah ke tangan Presiden Soeharto.
Tidak hanya kekuasaan yang berkurang dan menghilang, kondisi kehidupan Soekarno juga berubah drastis.
Baca: Terciduk Salat di Dalam Kereta, Chand Kelvin Sukses Bikin Netizen Meleleh Yaampun Cintaku
Kisah kehidupan Soekarno pasca-Supersemar dituturkan oleh salah satu mantan ajudannya, Sidarto Danusubroto.
Sidarto adalah anggota kepolisian yang menjadi ajudan terakhir Bung Karno.
Saat dijumpai Kompas.com di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016) lalu, Sidarto mengungkapkan masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto berjalan panjang.
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvi Warman Adam, Sidarto mengungkapkan bahwa pasca-Supersemar, Soekarno semakin tidak berdaya. Sang proklamator pun tidak mendapat kejelasan mengenai pembayaran gaji serta uang pensiun seorang Presiden.
Sampai pada di satu titik, Soekarno kehabisan uang untuk pegangan atau sekadar untuk menutup keperluan hidup selama menjadi tahanan kota di Wisma Yaso.
Baca: Presenter Ini Menangis Saat Bacakan Kebijakan Donald Trump Pisahkan Anak-anak Imigran Gelap, Pilu!
Sidarto masih ingat ketika Soekarno memintanya mencarikan uang.
Soekarno lalu meminta Sidarto menemui mantan pejabat rumah tangga Istana Merdeka, Tukimin.
Dari Tukimin, Sidarto berhasil memeroleh uang tunai 10.000 dollar AS untuk diberikan kepada Soekarno.
Selanjutnya, Sidarto mencari cara agar uang tersebut lolos dari pemeriksaan penjaga dan sampai ke tangan Soekarno.
Ia lalu memasukkan uang itu ke dalam kaleng biskuit dan meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkannya kepada Soekarno.
Baca: Usianya Baru 1 Bulan, 5 Potret Tampan Louis Arthur Charles, Cicit Ketujuh Ratu Elizabeth II, Gemes!
Selama menjadi ajudan Soekarno, Sidarto sempat menyaksikan beberapa upacara kenegaraan termasuk proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno kepada Soeharto pada 20 Februari 1967.
Sejak saat itu, secara de facto dan de jure kekuasaan berpindah dari Soekarno ke Soeharto.
Selain tidak mendapatkan uang dari negara, semua fasilitas kenegaraan juga dibatasi ketat untuk Soekarno.
Termasuk fasilitas dokter kepresidenan untuk memeriksa kesehatannya.
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya termasuk untuk bertemu keluarga.
Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri Pada 23 Maret 1968.
Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan.
Hingga akhirnya Soekarno menderiya penyakit gagal ginjal hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
Baca: Masuk Bulan Syawal, Puasa Sunnah 6 Hari atau Bayar Utang Dulu? Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Dikutip dari Wikipedia, Soekarno telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.
Namun, kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.
Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.
Soekarno bertahan selama 5 tahun hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Tepat pada Minggu (21/6/1970), Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.
Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.
Sosok Istri yang Temani Seokarno di Akhir Hayat
Di akhir hayatnya, Soekarno hanya ditemani oleh satu orang istrinya.
Seperti yang diketahui, Seokarno memiliki banyak istri semasa hidupnya.
Beberapa deretan nama perempuan tercatat dalam sejarah sebagai istri Bung Karno.
Baca: Rencana Pernikahannya Bocor, Baim Wong Ungkap Tempat Hingga Sisi Lain Paula Verhoeven Doain Ya
Mulai dari Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Haryati, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi, Yurike Sanger dan Heldy Djafar.
Namun, hanya ada satu orang yang setia menemani Soekarno di akhir hayatnya.
Ia adalah Hartini.
Soekarno dan Hartini menikah di Istana Cipanas pada 7 Juli 1953.
Baca: Bisa Ditiru, Ini 4 Tips Mudah Merawat Bulu Mata Palsu Ala Ashanty Agar Dapat Dipakai Berulang Kali!
Beberapa tahun setelah menikah, tepatnya pada 1964 Hartini pindah ke salah satu paviliun di Istana Bogor.
Dikutip dari Grid.id, Hartini Soekarno kemudian dikenal sebagai salah satu wanita setia yang sempat mengisi hidup Soekarno.
Ia juga tetap mempertahankan status pernikahannya sampai ajal menjemput Soekarno.
Dan ternyata, di pangkuan Hartinilah Bung Karno menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970.
Baca: Mesra Dengan Chris Brown, Ini Kata Agnez Mo Soal Statusnya Sama Wijaya Saputra Enak Ya Jawabnya
Baca: Tipu Kasir Minimarket Saat Membayar, Netter Sebut Pria Ini Penipu Profesional, Perhatikan Tangannya!
Baca: Ely Sugigi Galau WAnya Diblokir, Ulfi Malah Unggah Foto Mesra Sama Irfan Sbaztian, Netter:Drama Lagi
Baca: Gegara Video Vlognya, Gaya Pacaran Verrell Bramasta & Natasha Wilona Kembali Dikritik Bukan Muhrim
Baca: Unggah Foto Ayu Ting Ting Ultah, Editan Raffi Ahmad Bikin Netizen Heboh Kaya Sampul Buku Yasin
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Dikenal Punya Banyak Istri, Justru Hanya Ada 1 Istri yang Menemani Soekarno di Detik-detik Wafatnya