Gunung Merapi Meletus

Video Detik detik Gunung Merapi Meletus, Pakar Geologi Ungkap Fakta Ruang Raksasa yang Mengancam!

Penulis: Candra Okta Della
Editor: Candra Okta Della
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gunung Merapi

Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif.

Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi".

Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma.[5] Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia[6].

Puncak Merapi pada tahun 1930.

Kolom asap vertikal Jumat (11/8/2018) pagi ini terlihat dari puncak Gunung Merapi. (IST/Tribun Jogja)

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930.

Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.

Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur.

Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4.

Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.

Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia.

Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.

Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas.

Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872 dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010)

Meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian.

Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20–30 km.

(Sripoku.com/Candra)

Berita Terkini