SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), sebenarnya memiliki beragam objek wisata yang layak dikunjungi. Namun sejauh ini, tempat-tempat wisata yang ada masih belum dikelola dengan baik, minim fasilitas dan hiburan, juga tidak didukung akses jalan yang memadai.
Karena itu, jangankan wisatawan luar daerah atau mancanegara, wong kito sendiri menganggap tak ada daya tariknya.
Harus diakui, Palembang sebagai ibukota sebuah provinsi menjadi perhatian paling tidak masyarakat yang hidup di sekitarnya. Tidak sedikit juga masyarakat di daerah lain, sengaja datang dan berusaha menetap di Kota Pempek ini terlepas dari tujuannya yang beraneka ragam. Menjadi penting membicarakan objek wisata di Palembang, karena ada masanya dimana masyarakat merindukan tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi saat ada momen atau waktu luang.
Sebagian besar masyarakat yang umumnya sudah lama menetap di Palembang sependapat jika kota ini dikatakan minim objek wisata. Bukan karena tidak ada potensi, melainkan belum optimalnya pengelolaan tempat wisata yang ada saat ini. Palembang punya Jembatan Ampera yang tersohor di sentero tanah air, Makam Ki Gede Ing Suro, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS), Bukit Siguntang, Kampung Kapitan, Benteng Kuto Besak (BKB) berikut Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, belasan bunker peninggalan Jepang, hingga Pulo Kemaro.
Keberadaan sejumlah objek wisata ini, oleh sebagian masyarakat dipandang sangat menguntungkan jika dikelola dengan baik. Tidak hanya bagi pemasukan kas daerah, tetapi juga menjadi peluang untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan masyarakat di sekitarnya. Sayang, tidak demikian realita yang ada. Beberapa objek wisata yang ada sekarang, hanya akan ramai dikunjungi saat momen tertentu saja.
Seperti Pulo Kemaro saat Imlek, TPKS saat ada peringatan atau upacara keagamaan, dan begitu juga objek wisata lainnya. Juniarti Almaliki, salah seorang mahasiswi Perguruan Tinggi Negeri di Palembang mengatakan, saat liburan terasa tidak ada tempat inspiratif dan rileks untuk di kunjungi di Palembang. Alhasil, pilihan jatuh pada mal atau pusat perbelanjaan yang pada khirnya menimbulkan kesan monoton.
Menurutnya, sebagai kota yang pernah menjadi pusat perdagangan dan tempat kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Palembang memiliki tempat wisata potensial. Namun lagi-lagi karena tidak ada upaya pengolaan maksimal, objek yang ada tampak membosankan.
“Saya suka bingung ketika ada teman dari luar daerah yang minta diajak jalan-jalan di sini (Palembang). Saya merasa tidak ada tempat yang menarik sekaligus menjadi kebanggaan untuk dikunjungi. Saya kira kita perlu juga perlu mempertimbangkan pemimpin yang berjiwa seni dan peduli terhadap kebutuhan objek wisata ke depan,” ujar Juniarti yang dibincangi Sripo di Halte SMAN 3, Minggu (16/9/2012).
Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Drs Hj Zuryati, warga asal Lemabang, Palembang. Menurut perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai guru ini, di Bumi Sriwijaya banyak potensi alam yang bisa dimanfaatkan untuk objek wisata atau rekreasi. Namun, sejauh ini semua masih nampak terbengkalai dan jauh dari semangat pemeliharaan.
Menurutnya, Pemkot Palembang melalui dinas terkait harus lebih memperhatikan kawasan-kawasan yang berpotensi menjadi tempat wisata atau paling tidak tempat hiburan warganya. Salah satu caranya adalah meyediakan fasilitas umum dan hiburan di sekitar objek wisata tersebut.
“Kalau objek wisata potensial dibiarkan begitu saja, atau dipelihara sekadarnya saja, ya hasilnya seperti sekrang ini. Ampera sudah sempat bagus, tapi belakangan di bawahnya itu sudah menjadi pasar lagi. Malah lebih semrawut,” katanya.
Juniarti maupun Zuryati, tentu hanya dua di antara warga Palembang yang mengharapkan Bumi Sriwijaya ini memiliki objek wisata yang baik, bagus dan banyak dikunjungi orang. Namun semua itu hanya akan bisa terwujud jika ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan warganya.
Ini pula yang menjadi harapan Kepala Bidang Objek Daya Tarik Wisata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Palembang, Ahmad Zazuli.
Ia menjelaskan, jumlah objek wisata yang dikelola Disbudpar Palembang hanya BKB, Monpera dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II). Selebihnya, pengembangan daya tarik wisata dikelola pihak lain. Seperti, Jembatan Ampera dikelola Balai Besar Kementerian PU, Makam Ki Gede Ing Suro dikelola Balai Arkelogi dan BP3 Jambi, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) dan Bukit Siguntang dikelola Disbudpar Sumsel serta Pulo Kemaro yang dikelola Yayasan Pulo Kemaro.
“Kita memiliki cukup banyak objek wisata potensial. Tapi memang, belum optimal dikelola sehingga hasilnya pun tak maksimal. Sejauh ini kita juga belum berhasil memberikan fasilitas dan hiburan di sekitar lokasi. Belum lagi ditambah akses jalan yang belum memadai,” kata Zazuli.
Terlepas dari itu, ia menilai, prilaku masyarakat kepada wisatawan pun mempengaruhi minat kunjungan ke Palembang. Menurutnya masyarakat Palembang belum begitu sadar wisata. Tidak jarang jika ada wisatawan yang menggunakan jasa becak atau ketek, tarif yang diberlakukan lebih mahal dari yang seharusnya. Tak hanya itu, kawasan wisata yang dimiliki masyarakat pun tak dipelihara dengan baik. Salah satunya Kampung Kapitan. Keberadaan rumah kapiten itu dinilai bisa menarik wisatawan. Namun saat kondisinya sudah kotor dan tidak terawat.
“Pada prinsipnya, daya tarik wisata itu hanya tiga yakni keamanan, kenyamanan dan kenangan. Tapi sejauh ini masyarakat kita belum banyak yang sadar wisata,” ujarnya.
Ia menegaskan, pengembangan potensi wisata bukan hanya tugas dari Disbudpar. Seluruh unsur, termasuk masyarakat Palembang sendiri wajib terlibat, minimal dalam pemeliharaan, menjaga keamanan, kenyamanan dan kemudahan bagi pengunjung. “Kita hanya menjual budaya kepada wisatawan. Tapi kalau kawasan budayanya tidak terawat kami belum berani untuk keluar,” tegasnya.
Minim Fasilitas, Objek Wisata Palembang Kurang Diminati
Penulis: Eko Adiasaputro
Editor: Hendra Kusuma
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger