Daging Rusa Dijual Bebas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BANYUASIN, SRIPO — Perdagangan hewan langka yang dilindungi negara di Sumatera Selatan sulit dihentikan. Setelah kasus jual beli daging trenggiling mencuat, kini giliran rusa yang diburu dan dijual bebas. Oknum pejabat dan organisasi menembak diduga terlibat.

 Ironisnya, meski jelas dilarang UU No 5/1990 dan PP No 7 dan 8 tahun 1999 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, daging rusa itu dijual bebas sekitar 100 meter dari pintu gerbang komplek perkantoran Pemkab Banyuasin.

 Sedikitnya dua lapak pedagang yang menawarkan daging rusa di ruas Jalintim Palembang-Betung Km 42 Kelurahan Kayuarakuning, Kecamatan Banyuasin III itu. Penelusuran Sripo dua hari terakhir, aktivitas jual beli daging rusa berlangsung terbuka dan bebas.

 Daging rusa yang sudah dipotong, bagian paha, ekor, sampai kepala rusa yang ada tanduknya digantung pedagang di lapak tersebut. Setiap pengendara mobil yang melintas dengan mudah mendapati keberadaannya.

 Hampir setiap hari kawasan itu diramaikan aktivitas jual dan beli daging rusa. Para pembeli merupakan penduduk sekitar dan warga yang melintas di ruas Jalintim (jalan lintas timur). Kendaraan pribadi parkir berjejer di bahu jalan ditinggal pemiliknya yang membeli daging.

Terdapat dua pedagang yang biasa menjual daging rusa di wilayah itu, yakni Agus (40) dan Artha (41). Keduanya warga asli Magelang yang tinggal di Kelurahan Kayuarakuning. Di antara keduanya yang paling sering menjual daging hewan langka itu adalah Agus.

 Dia sudah banyak dikenal pembeli dan para pemburu yang menyuplai rusa liar hasil tangkapan. Selain menjual daging rusa mentah, Agus juga menyediakan daging rusa siap santap berupa sate dan pindang yang dijualnya di rumah makan.

 Koordinator Operasi Pengamanan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, Hartono, mengatakan, Agus merupakan target operasi yang sudah lama diincar BKSDA karena melanggar UU No 5/1990 dan PP No 7 dan 8 tahun 1999.

 “Kita pernah melakukan penggerebekan di lapak penjualan dan rumahnya tahun 2009 lalu, tapi dia lolos karena tidak ada barang bukti. Sudah dibersihkan sebelum tim tiba di sana, tidak tertutup kemungkinan ada orang dalam membocorkan informasi,” kata Hartono di ruang kerjanya, Selasa (16/2).

 Hartono menyebut modus jual beli daging rusa biasa dilakukan pedagang yang menjajakan langsung di pinggir jalan raya. Ada juga yang lebih hati-hati. Daging disimpan dan diantarkan setelah ada pesanan.

 “Mereka juga sering mencampurnya dengan daging kambing, sapi, atau babi. Ini sulit dibedakan, kecuali ada bagian daging yang ikut kulit atau kaki,” kata Hartono.

 Tidak Takut Agus si penjual daging rusa sempat menolak diwawancarai terkait aktivitas terlarang itu. Ia beralasan takut petugas dari kepolisian dan BKSDA datang ke lokasi tempat dia menjual daging rusa tersebut.

 Dia mengaku sudah berulang kali ditangkap petugas, baik dari Polda Sumsel maupun petugas kehutanan. Namun karena kegiatan itu merupakan sumber perhasilan keluarga sulit untuk dihentikan.

“Saya tetap bandel, bahkan petugas nyerah sendiri menahan saya,” katanya.

 Karena itu pula sejumlah rumah makan di kawasan perbatasan kota Pangkalanbalai, seperti rumah makan Putra Mengelang I dan RM Putra Mengelang II, dengan terang-terangan menjual sate rusa dan pindang daging rusa.

 Rumah makan ini selalu ramai dikunjungi warga setempat dan dari luar Pangkalanbalai yang tertarik menikmati sate atau pindang dengan bahan daging yang terbilang langka tersebut.

Harga jual sate rusa relatif terjangkau, apalagi peminatnya banyak dari kalangan berduit. Sate per porsi Rp 15 ribu lengkap dengan nasi, sayur, dan kuah pindang. Untuk satu porsi sate rusa tanpa nasi, sayur, dan kuah pindang hanya Rp 12 ribu.

 Harga jual daging rusa mentah lumayan tinggi. Pedagang seperti Agus mematok harga Rp 60 ribu per Kg, hampir sama dengan daging sapi. Sementara tulangnya Rp 40 ribu per Kg. Kepalanya yang bertanduk lebih mahal lagi karena dibuat untuk hiasan interior rumah.

 Penjualan daging rusa secara bebas mulai booming tiga tahun terakhir. Menurut Agus, rusa-rusa tersebut hasil tangkapan dari hutan di kawasan Desa Bentayan Tungkalilir, Desa Mukut, Kecamatan Pulaurimau, Transmigrasi BI dan Desa Peninggalan Kecamatan Bayunglencir Muba.

Selain warga, Agus juga menyebut keterlibatan organisasi menembak yang berburu babi tapi mendapatkan rusa. Hasil buruan langsung diantar ke rumahnya. “Tim Perbakin kalau mendapat hasil tembak rusa menawarkan pada saya. Jadi saya tidak bisa menghindar,” katanya.

 Seekor Sejuta Agus langsung bungkam saat diberitahu hasil wawancara itu akan diterbitkan Sripo. Dia minta agar tidak diberitakan. Namun, berdasarkan keterangan Amin (28), menantu Agus yang membantu penjualan, dalam seminggu mereka bisa dua sampai tiga kali menjual daging rusa hasil buruan tersebut.

Menurut Amin yang didampingi adik iparnya, Puput (11), daging rusa yang dijualnya itu dibeli dari para pemburu di Kecamatan Tungkalilir. Hasil buruan tersebut tidak tentu kadang bisa mencapai tiga ekor bahkan sama sekali tidak dapat.

 Setelah dapat, biasanya para pemburu membawa hasil tangkapan itu dan dijual kepada mertuanya Agus dengan harga Rp 600 ribu sampai Rp 1 juta, tergantung dengan bobot beras rusa tersebut.

Berat daging rusa itu cukup variasi, namun selama dia menjual daging rusa tersebut yang paling besar satu ekor rusa dengan berat 150 kilogram, sedangkan selebihnya lebih kecil sekitar 60-100 Kilogram.

 “Satu ekor rusa biasanya kami dapat untung Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta,” kata Puput.

Berdasarkan data dari BKSDA Sumsel, wilayah Banyuasin sudah lama jadi tempat jual beli daging rusa. Rusa-rusa tersebut diperoleh pemburu dari hutan suaka margasatwa (SM) Dangku dan SM Bentayan di kawasan Peninggalan, Muba.

 Menurut Hartono, kedua wilayah itu luasnya 54.972 Hektare dan banyak dihuni rusa. Selain juga harimau, kijang, tringgiling, landak, beruang madu, tapir, siamang dan sejumlah hewan dilindungi lainnya. Kedua hutan memiliki karakteristik yang sama karena hanya dipisahkan jalan raya.

“Kita tidak menutup mata perburuan masih ada, terutama terhadap rusa. Tapi belum pernah kepergok di lapangan,” kata Hartono.

 Ia mengungkap sejumlah cara penangkapan rusa, yakni dengan menggunakan jerat secara manual dilakukan warga tanpa modal besar dan teknik berburu menggunakan senjata api.

“Yang pakai senpi tahu sendirilah. Mereka punya izin berburu babi tapi menangkap rusa. Kita tak menutup mata ada juga oknum pejabat yang terlibat,” kata Hartono. (udn/ahf)

Berita Terkini