Gadis Penjual Gorengan Ditemukan Tewas
Di Atas Nisan Nia, Tangis Eli Melebur Bersama Azan Maghrib : Keadilan Itu Telah Datang, Nak
Eli Marlina (45) bersimpuh di sisi pusara putrinya, Nia Kurnia Sari. Tangannya yang bergetar tak henti mengusap batu nisan
SRIPOKU.COM - Senja baru saja merangkak turun di Nagari Guguak, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman.
Langit jingga perlahan memeluk perbukitan, dan gema azan Magrib mulai merayap syahdu di antara nisan-nisan yang membisu.
Namun, di satu sudut pemakaman, seorang ibu masih khusyuk dalam dunianya sendiri.
Eli Marlina (45) bersimpuh di sisi pusara putrinya, Nia Kurnia Sari. Tangannya yang bergetar tak henti mengusap batu nisan yang dingin, seolah ingin menyalurkan kehangatan yang tak lagi bisa ia berikan.
Air mata membasahi pipinya, jatuh di atas tanah yang menaungi jasad anak gadisnya.
Sore itu, Selasa (5/8/2025), Eli tidak datang hanya untuk melepas rindu seperti hari-hari sebelumnya.
Ia datang membawa sebuah kabar-kabar yang telah ia perjuangkan dengan doa dan air mata. Kabar tentang keadilan.
"Hari ini Nia Ibu datang lagi, Nak," bisiknya lirih, suaranya pecah oleh isak tangis yang tertahan.
Ia menatap lekat nama yang terukir di nisan itu. "In Dragon dihukum mati, Nak. Setimpal dengan perbuatannya."
Kalimat itu terucap bagai sebuah laporan suci. Sebuah janji yang akhirnya tertunaikan.
Eli menengadahkan kedua tangannya, bibirnya tak henti merapal doa di tengah suasana yang semakin khidmat.
Baginya, di antara gema azan dan keheningan makam, ia merasa sedang berbicara langsung dengan Nia.
"Nia anak baik. Ibu yakin, kamu di surga. Ibu doakan terus, Nak," lanjutnya, menyeka air mata dengan ujung jilbabnya.
Divonis Mati
Beberapa jam sebelumnya, di ruang sidang Pengadilan Negeri Pariaman, palu hakim telah diketuk.
Vonis hukuman mati dijatuhkan kepada Indra Septiawan alias In Dragon, terdakwa pembunuhan keji terhadap Nia, sang penjual gorengan.
Bagi Eli, putusan itu adalah jawaban atas segala penantian dan kepedihan. Sejak pagi buta, sebelum berangkat ke pengadilan, ia sudah lebih dulu berziarah. Di pusara yang sama, ia memanjatkan doa, memohon agar keadilan berpihak pada putrinya yang telah tiada.
"Pagi tadi saya ke makam, berdoa agar dia dihukum setimpal. Dan alhamdulillah, akhirnya hari ini dia dijatuhi hukuman mati," tutur Eli dengan sorot mata yang menunjukkan kelegaan luar biasa.
Vonis ini bukan sekadar hukuman bagi si pelaku. Bagi Eli, ini adalah pemulihan nama baik untuk anaknya.
Luka yang paling dalam tergores bukan hanya karena kehilangan, tetapi juga oleh fitnah kejam yang dilontarkan pelaku.
"Dia menuduh Nia menyimpan dan menjual sabu. Padahal itu tidak benar," ungkap Eli dengan suara bergetar menahan amarah.
Ia mengusap wajahnya yang basah. "Kalau memang anak saya pelaku penjualan sabu, kenapa ia masih berjualan gorengan setiap hari untuk menyambung hidup? Fitnah itu lebih menyakitkan."
Maaf yang Belum Bisa Diberi
Meski keadilan hukum telah ditegakkan, Eli mengakui ada satu hal yang belum bisa ia berikan pengampunan.
Luka yang ditinggalkan terlalu dalam untuk sembuh dalam sekejap. Bayangan putrinya yang direnggut secara paksa masih menghantui hari-harinya.
"Sampai kapan pun saya tak bisa memaafkan dia. Anak saya dibunuh. Padahal dia tak bersalah," ucapnya dengan suara berat dan tegas.
Sebagai bentuk rasa syukur atas putusan hakim, keluarga berencana akan menggelar doa bersama. Sebuah syukuran kecil untuk merayakan kemenangan pahit ini, kemenangan atas nama keadilan.
Di pemakaman itu, makam Nia Kurnia Sari tampak berbeda. Bersih, terawat, dan bebas dari rumput liar yang meninggi di pusara lainnya. Ini adalah bukti nyata bahwa cinta untuk Nia tidak pernah padam.
Eli bercerita, hingga hari ini, makam putrinya masih sering dikunjungi warga yang ikut merasa kehilangan dan bersimpati.
Mereka datang untuk berziarah, mengirimkan doa untuk gadis sederhana yang dikenal baik oleh lingkungannya.
"Tadi pagi pun masih ada yang datang," kata Eli. "Banyak orang yang sayang sama Nia."
Perlahan, malam mulai sempurna menutupi sisa-sisa senja. Eli sekali lagi menatap nisan putrinya. Di sana, di bawah tanah yang dingin, bersemayam jasad sang anak.
Namun di hatinya, dan di ingatan banyak orang, Nia Kurnia Sari akan selalu hidup sebagai gadis penjual gorengan yang cintanya terus dirawat, bahkan setelah ia tiada.
Sebelumnya, Nia Kurnia Sari dilaporkan hilang pada Jumat (6/9/2024) saat menjajakan gorengan keliling kampung di kawasan Padang Pariaman.
Dua hari kemudian, korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dan tanpa busana. Jasadnya dikubur di sebuah lokasi yang kemudian menjadi tempat kejadian perkara.
Hasil penyelidikan polisi menyebutkan adanya dugaan kuat bahwa korban mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh.
Berdasarkan keterangan saksi, fakta lapangan, dan barang bukti, penyidik menetapkan Indra Sepriarman sebagai tersangka utama.
Tersangka ditangkap pada Kamis (19/9/2024) di Kayu Tanam, Padang Pariaman. Saat itu, ia tengah bersembunyi di atas loteng rumah kosong.
Dalam pemeriksaan, In Dragon mengakui telah memerkosa dan menguburkan korban di lokasi kejadian.
Artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul "In Dragon Dihukum Mati, Nak" Ibu Gadis Penjual Gorengan Padang Pariaman Menangis di Makam Anaknya
Vonis Mati ‘In Dragon’ Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Ibu Nia Tutup Maaf: Nyawa Balas Nyawa! |
![]() |
---|
Minta Amnesti Presiden Prabowo, Indra Pembunuh Penjual Gorengan Berharap Lolos dari Vonis Mati |
![]() |
---|
Syukur Ibunda Nia di Balik Vonis Mati Dragon Pembunuh Penjual Gorengan di Padang Pariaman |
![]() |
---|
Ibu Nia Gadis Penjual Gorengan Tampil Mentereng Disorot, Tenteng Tas Branded hingga Renovasi Rumah |
![]() |
---|
Fakta Baru Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman, Pelaku Peragakan 79 Adegan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.