Daftar Tokoh dan Kelompok yang Diberikan Amnesti Dari Era Soekarno Hingga Prabowo, Terbaru Hasto

Inilah daftar sejumlah tokoh atau kelompok pernah mendapat amnesti dari mulai era Presiden Soekarno terbaru adalah Hasto Kristiyanto

Editor: adi kurniawan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
APA ITU AMNESTI - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Inilah daftar sejumlah tokoh atau kelompok pernah mendapat amnesti dari mulai era Presiden Soekarno terbaru adalah Hasto Kristiyanto 

SRIPOKU.COM -- Inilah daftar sejumlah tokoh atau kelompok pernah mendapat amnesti atau pengampunan dari Presiden Republik Indonesia (RI) terbaru adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.

Dikutip dari artikel Amnesti: Pengertian, Tujuan, Dasar Hukum, dan Contoh di laman fahum.umsu.ac.id, amnesti adalah tindakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada individu atau kelompok yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Konsep ini berasal dari Bahasa Yunani “amnestia,” yang berarti pernyataan terhadap orang banyak dalam hal tindak pidana, dengan tujuan untuk menghilangkan hukuman yang terkait dengan tindakan tersebut.

Amnesti merupakan salah satu hak prerogatif presiden di ranah yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.

Hak prerogatif berupa amnesti diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, dan hanya bisa diberikan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dengan diberikannya amnesti, maka semua akibat hukum pidana terhadap individu yang bersangkutan dihapuskan. 

Baca juga: Breaking News: Presiden Prabowo Berikan Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti Untuk Hasto Kristiyanto

Pemberian amnesti sudah diberikan dari masa Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Jokowi.

Era Soekarno

Pada tahun 1959, Presiden RI Ir. Soekarno memberikan amnesti kepada Kahar Muzakar, seorang tokoh pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DII/TII) di Sulawesi Selatan.

Amnesti diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 330 Tahun 1959 kepada orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan ini.

Keppres tersebut mulai berlaku pada 11 September 1959.

Dikutip dari dokumen Keppres Nomor 330 Tahun 1959 yang diunggah di laman bphn.go.id, Kahar Muzakar dinilai telah insyaf dan ingin kembali ke pangkuan negara.

Era Soeharto

Pada 1977, Presiden RI Soeharto memberikan amnesti kepada para anggota gerakan perlawanan kemerdekaan Timor Timur (Fretilin).

Melalui Keppres Nomor 63 Tahun 1977, Presiden RI Soeharto memberikan amnesti umum dan abolisi berdasarkan hukum dan keadilan terhadap para pengikut Gerakan Fretilin dan mereka yang pernah terlibat di dalam gerakan tersebut,  baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri, yang telah insyaf dan menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setelah mendapat amnesti, para anggota Gerakan Fretilin menyatakan janji setia kepada NKRI dan Pancasila sebagai Falsafah Negara, serta Undang-Undang Dasar 1945.

Mereka juga berjanji untuk membantu alat megara dalam usaha menciptakan keamanan dan ketertiban umum dan berpartisipasi dengan sungguh-sungguh dalam menyukseskan pembangunan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur.

Era BJ Habibie

Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan Muchtar Pakpahan

Pada 1998, Presiden RI B.J Habibie memberikan amnesti kepada Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan Muchtar Pakpahan, aktivis pro-demokrasi yang ditahan di masa Orde Baru karena kritik keras terhadap pemerintahan Presiden RI Soeharto.

Dalam aktivismenya, Sri Bintang Pamungkas pernah menantang Soeharto untuk berani menggelar pemilihan presiden secara langsung, lantaran kecewa terhadap puluhan tahun monopoli Soeharto dalam pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Sementara, Muchtar Pakpahan menjadi pembela buruh dan rakyat kecil yang tertindas oleh Rezim Orde Baru.

Amnesti dan abolisi terhadap Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan tertuang dalam Keppres Nomor 80 Tahun 1998 untuk mengakomodasi reformasi politik pasca-Soeharto.

Keppres Nomor 80 Tahun 1998 itu mulai diberlakukan pada 25 Mei 1998.

18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur

Presiden BJ Habibie juga pernah memberikan amnesti kepada 18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur yang ditangkap karena dianggap menghina Presiden RI Soeharto.

Tahanan Politik Papua (1998)

Pada 1998 pula, Presiden RI BJ Habibie memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua melalui Keppres Nomor 123 Tahun 1998 sebagai bagian dari upaya reformasi

Para tahanan politik tersebut sebelumnya dinilai telah terlibat dalam aksi politik di Papua yang dianggap melawan negara. 

Era Gus Dur

Budiman Sudjatmiko dan Beberapa Tokoh Pro-Demokrasi

Pada peringatan hari HAM Internasional 10 Desember 1999, Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan amnesti kepada mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD), Budiman Sudjatmiko.

Sebelumnya, Budiman dipenjara pada masa Orde Baru atas tuduhan menjadi dalang kerusuhan peristiwa 27 Juli 1996.

Amnesti diberikan kepada Budiman Sudjatmiko melalui Keppres Nomor 159 Tahun 1999 Tentang Memberikan Amnesti Kepada Beberapa Terpidana.

Selain Budiman, amnesti juga diberikan kepada aktivis pro-demokrasi lainnya, yakni Suroso, Ignatius Damianus Pranowo, Yacobus Eko Kurniawan, dan Bartholomeus Garda Sembiring.

Dalam Keppres tersebut, amnesti menjadi langkah hukum dalam upaya untuk mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara, pembangunan nasional, memperkokoh hak asasi manusia, serta persatuan dan kesatuan bangsa

Anggota GAM

Pada 2000, Gus Dur juga memberikan amnesti kepada sejumlah anggota GAM yang sedang menjalani hukuman pidana makar, yakni Amir Syam SH, Ir Ridwan Ibbas, Drs Abdullah Husen, dan M Thaher Daud.

Amnesti diberikan melalui Keppres Nomor 141 Tahun 2000 yang ditetapkan di Jakarta, 6 Oktober 2000.

Dengan upaya rehabilitasi berupa amnesti ini, hak para anggota GAM tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya sebagai Warga Negara Indonesia maupun sebagai Pegawai Negeri Sipil, dipulihkan.

Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Pada 2005, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi Kepada Setiap Orang yang Terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka.

Adapun tokoh yang mendapatkan amnesti umum dan abolisi ini adalah setiap orang yang terlibat GAM baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, yang;

- belum atau telah menyerahkan diri kepada yang berwajib, 
- sedang atau telah selesai menjalani pernbinaan oleh yang berwajib, 
- sedang diperiksa atau ditahan dalam proses penyelidikan, penyidikan, atau pemeriksaan di depan sidang pengadilan, 
- telah dijatuhi pidana, baik yang belum maupun yang telah rnempunyai kekuatan hukum tetap, 
- sedang atau telah selesai menjalani pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Penerbitan Keppres ini merupakan hasil Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, dikutip dari Kompas.com.

Era Jokowi

Selama menjabat dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti kepada sejumlah tokoh dan kelompok.

Mantan pimpinan kelompok bersenjata di Aceh Timur

Pada 2016, Jokowi pernah menyatakan akan memberikan amnesti kepada mantan pimpinan kelompok bersenjata di Aceh Timur, yakni Nurdin Ismail alias Din Minimi dan kelompoknya setelah sebelumnya dilakukan upaya pendekatan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) saat itu, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso.

Pertimbangan pemberian amnesti kepada Din Minimi dan kelompoknya didasarkan pada Keppres Nomor 22 Tahun 2005.

Dikutip dari jurnal AMNESTI BAGI KELOMPOK PEMBERONTAK DIN MINIMI yang terbit di Info Singkat Hukum Vol. VIII. No.01/I/P3DI/Januari/2016 di berkas.dpr.go.id, Koordinator Kontras Aceh, Hendra Saputra menyebut bahwa status Din Minimi sebagai anggota GAM sudah mendapatkan amnesti dari Pemerintah Indonesia pada 2005.

Baiq Nuril Maknun

Pada 2019, Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada terpidana pelanggaran Undang-undang Informasi, Teknologi, dan Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun.

Baiq Nuril adalah seorang guru honorer terjerat UU ITE karena merekam dan menyebarkan percakapan asusila mantan Kepala SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melecehkannya. 

Jokowi menandatangani Keppres untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril pada 29 Juli 2019 setelah mendapat persetujuan DPR, dikutip dari setkab.go.id.

Baiq Nuril dianggap korban kriminalisasi.

Saiful Mahdi

Pada 2021, Jokowi memberikan amnesti untuk Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala yang dijerat UU ITE atas tuduhan pencemaran nama baik karena mengkritik penerimaan CPNS melalui WhatsApp. 

Dikutip dari setkab.go.id, Keppres amnesti untuk Saiful Mahdi ditandatangani Jokowi pada 12 Oktober 2021 setelah persetujuan DPR, atas dasar kemanusiaan dan kebebasan berekspresi. 

Era Prabowo

Hasto Kristiyanto menjadi satu di antara sejumlah pihak yang mendapat amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto.

Surat pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto diajukan dalam Surat Presiden (Surpres) Nomor R42/Pres.07.2025 yang bertanggal 30 Juli 2025.

Surat tersebut telah disetujui dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (31/7/2025).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan, ada 1.116 permintaan amnesti dari Presiden RI yang disetujui oleh DPR, dan satu di antaranya adalah untuk Hasto.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto dijatuhi vonis hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). 

Majelis hakim menyatakan, Hasto terbukti menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp400 juta terkait upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui pergantian antar waktu.

Namun, Hasto dinyatakan tidak terbukti melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved