Berita OKU Timur
Mengenal Tari Sada Sabay dalam Pernikahan Adat Komering Sumsel, Simbolik Cinta, Kesatuan 2 Keluarga
Inilah Tari Sada Sabay, sebuah tarian adat dari suku Komering, Sumatera Selatan, yang sarat makna dan menjadi penanda sakral.
Penulis: Choirul OKUT | Editor: pairat
SRIPOKU.COM, MARTAPURA - Berikut Tari Sada Sabay, sebuah tarian adat dari suku Komering, Sumatera Selatan, yang sarat makna dan menjadi penanda sakral dalam prosesi pernikahan adat.
Suara yang syahdu terdengar di pinggiran Sungai Komering, dimana denting lembut kulintang memecah kesunyian. Irama itu tak han ya menggoda telinga, tetapi juga menggugah rasa.
Di tengah alunan musik tradisional, sekelompok orang tua berdiri berhadapan di atas panggung. Mereka mulai menari perlahan.
Gerakan tangan mereka bertolak belakang arah kiri dan kanan namun terlihat saling melengkapi, seolah menari dalam satu napas.
Inilah Tari Sada Sabay, sebuah tarian adat dari suku Komering, Sumatera Selatan, yang sarat makna dan menjadi penanda sakral dalam prosesi pernikahan adat.

Tari Sada Sabay bukan sekadar hiburan bagi para tamu undangan. Ia adalah bahasa batin, ritual simbolik yang menyampaikan pesan cinta, penerimaan, dan kesatuan dua keluarga besar.
Dalam tradisi masyarakat Komering, tarian ini menjadi momen penting yang menandai pengangkatan menantu sebagai bagian dari keluarga inti bukan lagi sebagai orang asing, melainkan sebagai anak kandung sendiri.
“Gerakan tari ini tidak sembarangan. Setiap anggukan kepala, setiap ayunan tangan, mengikuti irama kulintang yang berpanduan pada gong utama. Gong itulah ‘komando’ gerakan,” tutur H. Leo Budi Rachmadi SE, Ketua Umum Jaringan Masyarakat Adat Komering (JAMAK) Indonesia sekaligus Ketua Lembaga Pembina Adat Kabupaten OKU Timur, saat ditemui dalam sebuah prosesi adat di Martapura, Minggu (01/06/2025).
Leo menjelaskan bahwa tarian ini adalah pengejawantahan filosofi hidup masyarakat Komering yang menjunjung tinggi keselarasan, sopan santun, dan gotong royong.
Menurutnya, gerakan tangan yang saling bertolak belakang bukan mencerminkan pertentangan, melainkan simbol dari dua entitas yang berbeda namun berjalan menuju satu tujuan: menyatu dalam keluarga.
“Kalau tangan ayah mempelai pria bergerak ke kiri, maka tangan ayah mempelai wanita bergerak ke kanan. Ini menandakan bahwa dalam perbedaan, ada kesatuan arah. Itu falsafah Komering,” jelasnya.
Tak hanya itu, adat pun mengatur secara ketat bagaimana posisi tangan para penari. Para ayah dari kedua mempelai mengangkat tangan hingga di atas bahu, dengan ketiak terbuka sebagai simbol kejujuran dan keterbukaan.
Sebaliknya, para ibu menahan tangan hanya sampai setinggi bahu tanpa memperlihatkan ketiak simbol kesopanan dan penjagaan aurat dalam adat.
Detail seperti ini menunjukkan betapa adat Komering sangat memperhatikan etika dan simbolisme dalam setiap ekspresinya.
Di antara para penari itu, berdirilah sepasang pengantin muda di belakang orang tua masing-masing. Di tangan mereka tergenggam sepasang kipas, bukan sebagai hiasan semata, tetapi sebagai lambang kesopanan dan kesiapan untuk mengabdi.
Sempat Was-was, Akhirnya Gaji Kades dan Perangkat Desa di OKU Timur Cair |
![]() |
---|
Istri di OKU Timur Jebloskan Suami ke Penjara, Perbuatan Tercela ke Anak Gadis jadi Pemicu |
![]() |
---|
Kerusakan Jalan Provinsi di Kecamatan Bunga Mayang OKU Timur Mengancam Keselamatan Pengendara |
![]() |
---|
BURONAN Ini Pasrah Dikepung Polisi saat Lagi Menimbang Gabah, Komplotan Pelaku Curas di OKU Timur |
![]() |
---|
Kasus HIV/AIDS di OKU Timur Sumsel Melonjak, Polisi Siap Tindak Tempat Hiburan Malam dan Hotel Nakal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.