Kejagung Tangkap Bos Sritex di Solo
Misteri Keuangan PT Sritex Awal Untung Rp1,24 T hingga Dinyatakan Pailit Dibongkar, Temui Hal Ganjil
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut untung rugi PT Sritex berdasarkan laporan keuangan itu ganjil.
SRIPOKU.COM - Misteri keuangan PT Sritex perlahan terbongkar, awalnya dinyatakan sempat untung Rp1,24 Triliun pada 2020, setahun kemudian malah rugi Rp15,65 Triliun pada 2021.
Hingga akhirnya PT Sritex dinyatakan pailit, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut untung rugi PT Sritex berdasarkan laporan keuangan itu ganjil.
Demikian fakta terbaru yang diungkap dari kasus ditangkapnya Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL).
Ia sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kredit bank.
Fakta lainnya adalah ternyata ada 20 bank swasta yang juga memberikan kredit.

Baca juga: 5 Aset Iwan Kurniawan Lukminto yang Tersisa Pasca Sritex Gulung Tikar, Mulai Hotel Hingga Museum
Sebelumnya, Iwan Lukminto ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan dua orang lainnya pegawai bank, yaitu Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2020; dan Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020.
Saat ini, Iwan diketahui menjabat sebagai Komisaris Utama. Namun, pada periode tahun 2005-2022, ia diketahui menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.
Kejaksaan Agung menyebutkan, BJB dan Bank DKI telah memberikan kredit hingga senilai Rp 692.980.592.188.
Rinciannya, Bank BJB memberikan kredit sebesar Rp 543.980.507.170.
Sementara, dari Bank DKI Jakarta memberikan kredit sebesar Rp 149.007.085.018,57.
Angka pinjaman Rp 692 miliar ini ditetapkan sebagai kerugian negara karena macet pembayaran.
Modusnya, PT Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan sejak Oktober 2024 lalu.
Terlibat Korupsi Pemberian Kredit Senilai Rp 3,6 Triliun
Berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun.
Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik.
Selain Bank BJB dan Bank DKI Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.
Sementara, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp 2,5 triliun.
Namun, Kejaksaan Agung menyatakan, masih Bank BJB dan Bank DKI Jakarta yang bisa dibuktikan perbuatannya melakukan pelanggaran hukum.
Pemberian Kredit Tidak Prosedural
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebutkan, Bank BJB dan Bank DKI melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum saat memberikan kredit kepada Sritex.
“BJB dan Bank DKI telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisis yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan,” ujar Qohar saat konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5/2025) malam.
Salah satu syarat yang tidak dipenuhi adalah peringkat kredit Sritex di bawah standar pemberian kredit, yaitu di skala BB-. Sementara, penilaian yang dibutuhkan adalah A.
“Sehingga, perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian,” lanjut Qohar.
Dana Kredit Disalahgunakan
Iwan juga diduga menyalahgunakan kredit yang diberikan oleh BJB dan Bank DKI untuk memenuhi kebutuhan yang lain, yaitu membayar utang kepada pihak ketiga dan pembelian aset non-produktif seperti tanah di Yogyakarta dan Solo.
Padahal, kredit ini diberikan karena disebut bakal digunakan sebagai modal kerja.
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregara mengatakan, saat ini penyidik juga tengah mendalami terkait dengan waktu pemberian kredit ini dilakukan, apakah kredit diberikan saat kondisi perusahaan masih baik atau menuju pailit.
“Kita lihat nanti apakah perusahaan ketika diberikan fasilitas kredit ini dalam kondisi baik, capable. Bagaimana kecukupan agunan misalnya, bagaimana prosesnya, apakah sesuai mekanismenya atau tidak. Itu yang sedang dilakukan pendalaman oleh penyidiknya,” kata Harli lagi.
Akrobat Laporan Keuangan PT Sritex
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan, awalnya perusahaan tekstil itu mencatatkan keuntungan sebesar Rp 1,24 triliun pada tahun 2020 di dalam laporan keuangannya.
Namun, pada tahun 2021 PT Sri Rejeki Isman Tbk malah rugi Rp 15,65 triliun.
“Dalam laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk telah melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai 1,08 miliar US Dollar atau setara Rp 15,65 triliun pada tahun 2021,” ucap Qohar, Rabu (21/5/2025) malam.
“Jadi ini ada keganjilan, dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan. Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik,” imbuhnya.
Ia menambahkan, Sritex dan entitas anak perusahaan memiliki tagihan atau kredit total yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp 3,58 triliun.
Utang tersebut diperoleh Sritex dari beberapa bank pemerintah, baik dari himpunan bank milik negara (himbara) maupun bank milik daerah.
“Selain kredit tersebut di atas PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta” ucapnya.
Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto jadi tersangka kasus korupsi pemberian kredit saat digiring keluar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5/2025). (Dok. Kejaksaan Agung)
Sebagaimana diketahui, Iwan Lukminto ditangkap pada Selasa (20/5/2025) malam di Solo, Jawa Tengah, di kediamannya sekitar pukul 24.00 WIB.
Setelah ditangkap penyidik, Iwan lebih dahulu dibawa ke Kejaksaan Negeri Surakarta sebelum dibawa ke Kejaksaan Agung di Jakarta.
Iwan diketahui mulai diperiksa oleh penyidik di Kejaksaan Agung pada Rabu sekitar pukul 08.00 WIB.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, PT Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Hal itu tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dipimpin Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10/2024).
Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Para termohon tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Dengan demikian, putusan tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Setelah dinyatakan pailit, manajemen PT Sritex menyatakan telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan putusan pembatalan homologasi yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
Usai PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024, perusahaan ini resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.