Buntut Program Kirim Siswa ke Barak Militer, Dedi Mulyadi Dilaporkan Orangtua Murid ke Komnas HAM

Adhel Setiawan, seorang orang tua murid sekaligus pengacara dari kantor hukum Defacto & Partners Law Office, melaporkan Dedi

Editor: Yandi Triansyah
Youtube Kompas TV dan Instagram @dedimulyadi71
LAPORKAN DEDI MULYADI - Tangkapan layar sosok wali murid yang berani kritik dan laporkan Dedi Mulyadi (kanan) ke Komnas HAM atas program siswa nakal masuk Barak Militer. Profesi wali murid bernama Adhel Setiawan (kiri) itu ternyata mentereng, disadur pada Jumat (9/5/2025). 

SRIPOKU.COM - Kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer, kini berujung pada laporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Adhel Setiawan, seorang orang tua murid sekaligus pengacara dari kantor hukum Defacto & Partners Law Office, melaporkan Dedi atas dugaan pelanggaran HAM dan penyimpangan dari tujuan pendidikan.   

Adhel secara tegas menentang program pendidikan militer untuk siswa yang dianggap bermasalah, dengan menilai bahwa kebijakan tersebut menunjukkan ketidakpahaman Dedi terhadap filosofi pendidikan.

"Saya selaku orang tua murid di Jawa Barat tidak setuju dengan kebijakan ini. Saya ingin kebijakan itu dihentikan karena kami menilai kebijakan ini syarat dengan dugaan pelanggaran HAM," ungkap Adhel, Jumat (9/5/2025).   

Adhel memaparkan tiga alasan utama penolakannya. Pertama, ia menilai pendekatan militer bertentangan dengan esensi pendidikan yang seharusnya memanusiakan manusia.

"Alasannya adalah saya melihat Dedi Mulyadi ini enggak ngerti atau enggak paham dengan falsafah pendidikan. Pendidikan itu kan tujuannya memanusiakan manusia, artinya anak didik itu bukan tanah liat atau benda yang harus dibentuk. Tapi anak didik itu subjek atau manusia yang harus dibimbing atau ditumbuhkan potensi tumbuh kembang atau bakatnya," tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa kenakalan siswa sering kali muncul karena mereka tidak mendapat ruang untuk didengar, dan hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab guru, orang tua, dan pemerintah.   

Kedua, Adhel mempertanyakan kurikulum yang digunakan dalam pelatihan militer tersebut. Ia khawatir akan adanya kekerasan atau intimidasi, serta meragukan efektivitas kebijakan ini dalam menyelesaikan masalah kenakalan remaja.

Ketiga, ia menduga Dedi Mulyadi telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Gubernur karena tidak ada dasar hukum yang membolehkan keterlibatan militer dalam pendidikan siswa.   

"Enggak ada satu pun payung hukum yang membolehkan militer ikut andil menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja. Itu enggak ada satupun pasalnya," ujar Adhel.

"Dilihat dari sini, kami menduga Dedi Mulyadi ini sudah melakukan penyalahgunaan wewenang. Paling tidak melampaui kewenangannya sebagai Gubernur karena mengeluarkan kebijakan yang tidak berdasar hukum dan cenderung melanggar HAM," tambahnya.

Kebijakan Dedi Mulyadi ini memang menuai pro dan kontra sejak awal. Dedi sendiri menjelaskan bahwa program ini merupakan respons terhadap permintaan orang tua yang kewalahan menghadapi anak-anak mereka yang bermasalah.

"Yang mengarah ke tindakan-tindakan kriminal, dan orang tuanya tidak punya kesanggupan untuk mendidik. Artinya bahwa yang diserahkan itu adalah siswa yang oleh orangtua di rumahnya sudah tidak mampu lagi mendidik. Jadi kalau orangtuanya tidak menyerahkan, kita tidak menerima," ujar Dedi.

Mantan Bupati Purwakarta ini juga mengklaim bahwa para siswa yang berada di barak merasa senang dengan kehidupan mereka di sana.

"Gimana gak happy, gizinya cukup, istirahat cukup, olahraganya cukup, sistem pembelajaran di sekolah cukup," katanya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved