Senja di Bawah Ampera: Ketika Kaki Lima Merajut Asa di Tengah Hiruk Pikuk Kota Palembang
Setiap sore hingga menjelang azan magrib berkumandang, kolong Jembatan Ampera bertransformasi menjadi etalase kehidupan yang sesungguhnya
Penulis: Mat Bodok | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Mentari sore perlahan merunduk di ufuk barat, mewarnai langit Palembang dengan gradasi jingga dan ungu.
Di bawah megahnya Jembatan Ampera yang membentang gagah, denyut kehidupan justru semakin terasa.
Bukan gemuruh kendaraan yang mendominasi, melainkan riuh rendah suara pedagang kaki lima yang menjajakan beragam barang, dari kenangan masa lalu hingga kebutuhan sehari-hari.
Setiap sore, sekitar pukul 15.00 WIB hingga menjelang azan magrib berkumandang, kolong Jembatan Ampera bertransformasi menjadi etalase kehidupan yang sesungguhnya.
Di sana, terhampar lapak-lapak sederhana yang memajang mainan anak-anak penuh warna, perkakas dapur yang menemani rutinitas memasak, hingga artefak-artefak antik yang menyimpan cerita masa lalu.
Pemandangan ini menjadi potret keseharian yang tak terpisahkan dari denyut nadi Kota Palembang.
Untuk menemukan surga belanja ini, tak sulit. Barang bekas berjejer rapi di bawah naungan Jembatan Ampera, menawarkan nostalgia dan harga yang bersahabat.
Sementara itu, hanya beberapa langkah dari sana, Plaza 16 Ilir dan lorong-lorong Pasar Tengkuruk menyuguhkan aneka barang baru yang menggoda.
Kemudahan akses dan lahan parkir yang tersedia membuat kawasan ini menjadi magnet bagi pembeli dari berbagai penjuru.
Di tengah ramainya transaksi, terselip kisah perjuangan para pedagang. Lina, salah satunya, dengan senyum getir menuturkan bahwa berjualan di sini adalah satu-satunya cara ia dan rekan-rekannya bertahan hidup.
"Kami jualan di sini hanya untuk menyambung hidup, mencari sesuap nasi dan untuk anak sekolah," ujarnya dengan nada penuh harap.
Ia juga menyiratkan kerinduan akan ketenangan dalam mencari rezeki, berharap agar petugas Satuan Polisi Pamong Praja (PolPP) dapat memahami kondisi mereka.
"Kami pedagang kaki lima mencari makan, dan kami juga akan menjaga keindahan dan kebersihan kota," imbuhnya, menyiratkan ironi di balik aksi kucing-kucingan yang kerap terjadi.
Senada dengan Lina, pedagang lainnya mengungkapkan bahwa kolong Jembatan Ampera adalah episentrum perdagangan, tempat bertemunya barang baru dan bekas.
"Bawah Jembatan Ampera ini lokasi pasar, dari barang bekas hingga barang baru tersedia di sini," katanya, meyakini bahwa keramaian pembeli dan fasilitas parkir yang memadai menjadi daya tarik utama kawasan ini.
Di bawah siluet Jembatan Ampera yang ikonik, tersembunyi denyut nadi ekonomi kecil yang tak pernah berhenti berjuang.
Di antara tawar menawar dan sapaan akrab, terjalin harapan akan hari esok yang lebih baik.
Senja di bawah Ampera bukan hanya tentang transaksi jual beli, tetapi juga tentang semangat pantang menyerah dan potret humanis di tengah hiruk pikuk kota metropolitan.
Tanggapi Masalah Angkutan Mahasiswa, Rektor Unsri: Sesuai UU, Itu Tanggung Jawab Pemerintah |
![]() |
---|
Penyakit Diabetes Intai Anak-anak di Lubuklinggau, IDAI Sumsel Beberkan Penyebab dan Pencegahannya |
![]() |
---|
Opini : Hari Anak Tengah Nasional |
![]() |
---|
Makin Panas! Ridwan Kamil Tolak Opsi Damai, Pilih Lanjutkan Perkara dengan Lisa Mariana |
![]() |
---|
Daftar Wamen Rangkap Jabatan yang Akan Terdampak Langsung Putusan MK Nama Eddy Hiariej Mencuat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.