Berita PTBA

Kisah Jumputan Karya Mitra Binaan Bukit Asam Melanglang Buana Sampai Amerika

Jumputan adalah wastra khas Sumatera Selatan (Sumsel) dengan pola unik yang disebut Titik Tujuh. 

Editor: Odi Aria
Handout
JUMPUTAN TITIK TUJUH: Kisah Jumputan Karya Mitra Binaan Bukit Asam Melanglang Buana Sampai Amerika. 

Jumputan produksi Rumah Daun kini semakin dikenal. Pemesanan pun berdatangan hingga Yuni harus menambah pekerja. Dari awalnya hanya dibantu kedua anaknya, kini dia mempekerjakan 10 orang untuk membantu mengumpulkan daun yang menjadi bahan baku pewarna alami, administrasi, dan menjahit. Selain itu, Yuni juga bekerja sama dengan dua kelompok ibu rumah tangga untuk membuat ikatan motif.


"Waktu 2022, saya hanya dibantu dua anak perempuan saya. Dulu belum ada penjahit. Sekarang permintaan banyak, jadi saya kolaborasi dengan teman-teman. Kalau ada pesanan souvenir premium dalam jumlah besar, tentu saya tidak bisa mengerjakannya sendirian untuk itu saya mengajak kerja sama teman-teman," ucapnya.


Kebetulan anak tertua Yuni memiliki keahlian menggambar, sehingga bisa membantu menggambar motif. Sedangkan anak keduanya yang merupakan mahasiswi program studi Bahasa Inggris membantu dalam hal promosi produk.


"Anak pertama saya membantu gambar, menyelup kain dan administrasi juga. Kebetulan anak kedua saya kuliah jurusan bahasa Inggris dan mahir presentasi. Dengan bantuan anak kedua saya, kita bisa presentasikan produk dengan bahasa asing saat acara di instansi pemerintahan," Yuni mengungkapkan.


Saat ini penjualan kain jumputan Rumah Daun sudah sangat tinggi. Dari awalnya hanya sekitar Rp 700 ribu per bulan pada 2022, sekarang mencapai kisaran Rp 15-20 juta per bulan. "Dulu waktu baru pertama-tama memasarkan yang hanya berupa kain, omzet yang diterima paling Rp 600-700 ribu sebulan. Sekarang kain jumputan, saya buat jadi baju, rompi dan berbagai produk sehingga permintaan pelanggan untuk produk-produk saya jadi meningkat," paparnya.


Yuni terus berinovasi. Tak hanya menjual kain, dia juga menjual jumputan yang telah dijahit menjadi baju, rompi, tas, dompet, dan sebagainya. Dia terus mencari bahan-bahan pewarna alami yang baru. Pewarnaan kain disempurnakan melalui berbagai percobaan. Motif-motif dari kain jumputan ini juga diperkaya.


"Ke depan saya mau membuat motif-motif baru seperti bunga pedada, ini merupakan motif khas Palembang. Termasuk juga ikon-ikon Sumsel seperti Jembatan Ampera, Pulau Kemaro. Tidak hanya mencari motif baru, pewarnaan kain juga penting, untuk itu kita harus terus berinovasi, menghasilkan warna baru. Tantangan kita adalah untuk mencari pewarnaan alam. Selain membuat kain, saya juga berniat membuat home decor," Yuni mengungkapkan. 

Ke depan, Yuni berencana memberdayakan kaum difabel untuk membantu pembuatan jumputan. "Kami akan melakukan kerja sama, mengangkat teman-teman kaum difabel yang belum punya pekerjaan, saya ada rencana merekrut mereka," ujarnya. 

Harapannya, Rumah Daun dapat semakin berkembang dan jumputan karyanya dapat terus melanglang buana dikenal masyarakat luas. "Saya kelahiran Palembang, ada kebanggaan pribadi untuk mengangkat wastra lokal. Saya merasa bangga dengan jumputan," tegasnya.

 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved