Breaking News

HUT ke 79 RI

10 Puisi Bertema 17 Agustus 2024, Peringati HUT ke 79 RI dengan Tulisan Penuh Makna di Sosmed

Kumpulan puisi bertema 17 Agustus 2024, peringati HUT ke-79 RI dengan tulisan keren di sosmed.

Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: pairat
twibbonize.com
10 Puisi Bertema 17 Agustus 2024, Peringati HUT ke 79 RI dengan Tulisan Penuh Makna di Sosmed 

SRIPOKU.COM - Kumpulan puisi bertema 17 Agustus 2024, peringati HUT ke-79 RI dengan tulisan keren di sosmed.

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia atau HUT ke-79 RI jatuh pada Sabtu, 17 Agustus 2024.

Untuk memeriahkan perayaan HUT ke-79 RI, banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya dengan berbagi ucapan selamat di media sosial.

Misalnya dengan membagikan puisi bertema 17 Agustus 2024.

 Baca juga: Kumpulan Pantun 4 Bait Bertema 17 Agustus 2024, Penuh Makna, Cocok untuk Meriahkan HUT ke-79 RI

1. Indonesia karya Nuraini

Indonesia, Ke mana hati kita tanam dalam-dalam
Dimana ruh kita simpan dalam dada
Dimana bangsa kau jinjing tinggi Indonesia
Ingatlah Budi Utomo dan para pemuda dalam ikramnya
Ingatlah Soepomo, Syahrir, Soekarno dalam ide juangnya

Mereka belum mati
Ruhnya masih bersemayam di setiap nurani anak-anak bangsa
Semangatnya masih menggema dalam dada
Masihkah kita bertanya
Sudahkah kita merdeka?

2. Benderaku karya Gatot Supriyanto

Ini benderaku, dua warna
Telah digambar dengan tubuh memar pahlawan
Bahkan tubuh luluh
Dengan tangan terpotong-potong
Hati tercabik-cabik
Diaduk di tungku peperangan
Merahnya membasahi bumi pertiwi
Putihnya jadi cermin negeri

Ku ingin jadi angin
Bergabung kau, kau, kau hingga menggunung
Menjaga bendera tetap berkibar.

 

3. Anak Garuda karya Panggi Gus Yogantoro

Dari telur aku menetas
Dan ku belajar terbang mengitari angkasa luas negeri ini
Belajar mengenal keelokan negeri ini
Kepakkan sayap ku siap mengantarkan kemajuan untuk negeri ini

Cengkeraman kuatku akan mencengkeram kuat Pancasila
Cengkeraman kuatku akan mencengkeram kuat Bhineka Tunggal Ika

Kuku-kuku tajamku akan mengoyak orang yang merusak negeri ini
Paruh tajamku akan mematuk semua pengacau yang ada di negeri ini

Karena aku adalah anak garuda
Yang akan selalu meneruskan perjuangan garuda-garuda terdahulu
Yang akan menjaga dan mencintai selalu Indonesia.

4. Garuda Pancasila karya Prawoto Susilo

Dari Sabang sampai Merauke
Ada Garuda Pancasila di jiwa mereka
Kesaktian Pancasila tidak diragukan lagi
Sebagai pedoman hidup bernegara

Walau berbeda-beda agama
Walau berbeda-beda suku
Walau berbeda-beda bahasa
Tetap Bhineka Tunggal Ika

Entah sampai kapan
Tak terbatas ruang dan waktu
Dari anak-anak sampai tua
Semua cinta Garuda Pancasila.

5. Bendera Merah Putih karya Prawoto Susilo

Berkibarlah Merah Putihku
Membentang luas ke langit biru
Merahmu cahaya semangatku
Putihmu pelita jiwaku

Tak akan ada yang berani menodaimu
Tak akan ada yang berani menghinamu
Tak akan ada yang berani menghancurkanmu
Karena seluruh nusantara ini menjagamu

Jiwa patriotku
Jiwa nasionalis kami semua
Bersatu padu
Tak terbatas ruang dan waktu
Untuk melindungimu.

6. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang karya W.S. Rendra

Tuhanku,
Wajah-Mu membayang di kota terbakar
Dan firmanMu terguris di atas ribuan
Kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
Sempurnalah sudah warna dosa
Dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
Adalah satu warna
Dosa dan nafasku
Adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
Kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
Oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

7. Gerilya Karya: W.S Rendra

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya

8. Diponegoro Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati

Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
inasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

9. Museum Perjuangan karya: Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
Berdiri kukuh menjaga senapan tua
Peluru menggeletak di atas meja
Menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
Tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
Terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
Ibu-ibu direnggut cintanya
Dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
Senapan akan kembali berbunyi
Meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
Selalu pertempuran yang baru
Melawan dirimu. 

10. Lagu dari Pasukan Terakhir Karya: Asrul Sani

Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
Bimbang telah datang pada nyala
Langit telah tergantung suram
Kata-kata berantukan pada arti sendiri.
Bimbang telah datang pada nyala
Dan cinta tanah air akan berupa
Peluru dalam darah
Serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
Bertanya akan kesudahan ujian
Mati atau tiada mati-matinya

O Jenderal, bapa, bapa,
Tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
Ataukah suatu kehilangan keyakinan
Hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
Dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
Akan hilang ditup angin, karena
Ia berdiam di pasir kering
O Jenderal, kami yang kini akan mati
Tiada lagi dapat melihat kelabu
Laut renangan Indonesia.
O Jenderal, kami yang kini akan jadi
Tanah, pasir, batu dan air
Kami cinta kepada bumi ini

Ah mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
Sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
Yang akan dikirim ke bumi.

Jenderal, mari Jenderal
Mari jalan di muka
Mari kita hilangkan sengketa ucapan
Dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan,
Engkau bersama kami, engkau bersama kami,
Mari kita tinggalkan ibu kita
Mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
Mari jenderal mari
Sekali in derajat orang pencari dalam bahaya,
Mari jenderal mari jenderal mari, mari....
 

Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved