3 Solusi Untuk Ribuan Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Banyak Alami Gejala Depresi

Soal data hasil survei skrining kesehatan jiwa mahasiswa peserta program pendidikan dokter spesialis hasilnya ada ribuan dokter alami gejala depresi

Editor: adi kurniawan
Handout
Ilustrasi dokter -- Ribuan mahasiswa program pendidikan dokter spesialis banyak alami gejala depresi 

SRIPOKU.COM -- Baru-baru ini ramai soal data hasil survei skrining kesehatan jiwa mahasiswa peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) RS vertikal per Maret 2024 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Kuesioner ini dijawab oleh total 12.121 mahasiswa PPDS di 28 rumah sakit vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024.

Hasilnya, 2.716 (22,4 persen) PPDS mengalami gejala depresi.

Lalu ditemukan 3,3 persen mengalami depresi berat hingga ingin bunuh diri dan melukai diri sendiri.

Oleh sebab itu, Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D bagikan tiga solusi terkait calon dokter spesialis yang alami gejala depresi.

Menurut Ketua JDN atau JDN Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr Tommy Dharmawan, SpBTKV solusi pertama adalah memberikan gaji untuk peserta PPDS.

"Solusi yang pertama memberikan gaji untuk PPDS, karena itu adalah sumber depresi mereka," ungkapnya pada konferensi pers virtual yang diselenggarakan oleh IDI, Jumat (19/4/2024).

Menurut Tommy, memberikan gaji untuk peserta PPDS sangat penting. Karena memang peserta PPDS ada direntang usia dewasa.

"Di mana mereka usia 30-35 tahun, sudah berkeluarga atau dewasa di dalam keluarga, sehingga memang mereka membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari," jelasnya.

Biaya ini bisa saja untuk mengobati anak yang sakit, kebutuhan sehari-hari hingga pendidikan anak.

"Bayangkan selama ini tidak dapat gaji. Bayangkan bagaimana mereka anak sakit, siapa harus membayar? Padahal di seluruh dunia, semua PPDS digaji oleh Rumah sakit tempat mereka berada," tambahnya.

Tommy sampaikan bahwa di Indonesia adalah satu-satu negara di dunia yang tidak memberikan gaji kepada para PPDS.

"Padahal di dalam UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013, sudah dicantumkan bahwa pemerintah wajib memberikan gaji untuk para PPDS. Tetapi sayang sekali hanya di Indonesia saja saat ini, negara yang tidak memberikan gaji untuk PPDS," papar Tommy.

Kedua adalah membuat regulasi jam kerja. Saat ini, di dunia sudah memiliki jam kerja atau working hour regulation untuk para dokter.

"Terutama untuk para PPDS, dicantumkan bahwa memang, kami juga sepakat working hour regulation dibatasi kurang 80 jam," tambahnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved