Perang Israel vs Palestina

Korban Perang Hamas vs Israel di Gaza Tembus 5.000 Jiwa, Separuhnya Ternyata Anak-anak dan Perempuan

Selain korban tewas dan terluka, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza pada Senin mengungkap dampak lain dari serangan Israel.

AFP/MOHAMMED ABED
Seorang pria bereaksi di depan bangunan yang terbakar setelah dibombardir Israel di Kota Gaza pada Rabu (11/10/2023). Perang Israel vs Hamas ini pecah sejak Sabtu (7/10/2023) dan telah menewaskan ribuan orang. 

SRIPOKU.COM, JALUR GAZA -- Jumlah korban jiwa dalam peperangan antara Hamas dan Israel kini sudah menembus angka 5.000 jiwa.

Setidaknya, 5.087 warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan Israel yang telah dilancarkan sejak 7 Oktober 2023 lalu.

Hal ini disampaikan Kementerian Kesehatan palestina di Gasa yang dikendalikan Hamas pada Senin (23/10/2023) lalu.

Dari 5.087 korban tewas tersebut, 2.055 di antaranya adalah anak-anak dan 1.119 adalah perempuan.

Sebelumnya, jumlah korban tewas di Jalur Gaza yang dilaporkan pada Minggu (22/10/2023) mencapai 4.651 orang.

Ini berarti jumlah korban tewas di Gaza naik 436 orang hanya dalam kurun waktu sehari akibat serangan Israel yang ditujukan sebagai pembalasan atas serbuan Hamas ke Israel awal bulan ini.

Kementerian Kesehatan yang dikendalikan Hamas itu kali ini juga mengumumkan jumlah korban terluka terbaru.

Sebagaimana dikutip dari Kantor berita AFP, jumlah korban terluka di Gaza yakni mencapai 15.273 orang.

Sedangkan di sisi Israel, Militer negara itu mengatakan sedikitnya 1.400 orang tewas setelah Hamas menyerbut Israel dari Jalur Gaza pada 7 Oktober.

Menurut para pejabat Israel, sebagian besar korban adalah warga sipil.

Hal ini merupakan serangan terburuk terhadap warga sipil dalam sejarah Israel dan bertepatan dengan berakhirnya hari raya keagamaan Sukkot.

===

Kerusakan di Gaza

Selain korban tewas dan terluka, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza pada Senin mengungkap dampak lain dari serangan Israel.

Diberitakan Al Jazeera, menurut Kementerian tersebut, ada sebanyak 12 rumah sakit (RS) dan 32 pusat kesehatan yang tidak lagi dapat beroperasi karena serangan Israel dan kekurangan bahan bakar.

Sementara, ada sekitar 1.500 orang, termasuk 830 anak-anak, masih berada di bawah reruntuhan bangunan.

"Serangan Israel telah menewaskan 57 personel medis dan melukai 100 personel lainnya," jelas Kementerian Kesehatan Gaza.

Warga Palestina mencari di antara reruntuhan bangunan setelah serangan Israel di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 17 Oktober 2023. Jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi sekitar 2.750 orang sejak serangan mematikan Hamas ke Israel selatan pekan lalu, kata kementerian kesehatan Gaza pada 16 Oktober. Pada Selasa, sebuah RS di Gaza terkena serangan dan dilaporkan menewaskan 500 orang.
Warga Palestina mencari di antara reruntuhan bangunan setelah serangan Israel di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 17 Oktober 2023. Jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi sekitar 2.750 orang sejak serangan mematikan Hamas ke Israel selatan pekan lalu, kata kementerian kesehatan Gaza pada 16 Oktober. Pada Selasa, sebuah RS di Gaza terkena serangan dan dilaporkan menewaskan 500 orang. (AFP/MAHMUD HAMS)

===

Dampak perang untuk dokter dan rumah sakit

Perang yang masih berlangsung antara Hamas dan Israel ternyata berdampak besar bagi para dokter dan pasien di rumah sakit.

Di tengah serangan yang dilancarkan dari Hamas maupun Israel, para dokter di J alur Gaza muai mengalami kesulitan.

Tidak jarang, para dokter terpaksa melakukan operasi pada korban tanpa menggunakan anestesi.

Anestesi merupakan tindakan yang diambil sebelum operasi dimulai untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin terjadi selama proses pembedahan dilakukan.

Kondisi ini juga menjadi "mimpi buruk" bagi para pasien di tengah bayang-bayang gempuran Israel di Jalur Gaza.

Tanpa persediaan medis yang cukup, para dokter hanya bisa bertahan dengan apa pun yang bisa mereka dapatkan.

Rumah sakit di Jalur Gaza bahkan hampir runtuh di bawah blokade Israel yang sudah memutus aliran listrik dan pengiriman makanan serta kebutuhan lainnya ke wilayah tersebut.

===

Tak ada pasokan medis

Para dokter dan staf medis dilaporkan kekurangan air bersih, kehabisan bahan-bahan dasar untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah infeksi para pasien, serta bahan bakar untuk generator mereka yang semakin menipis.

"Kami kekurangan segalanya dan kami menghadapi operasi yang sangat rumit," kata salah seorang dokter di Rumah Sakit Al Quds, Nizal Abed, dikutip dari AP News.

"Orang-orang ini ketakutan, begitu juga saya."

"Tetapi, tidak mungkin kami akan mengungsi," sambungnya.

Pusat medis tersebut masih merawat ratusan pasien yang bertentangan dengan perintah evakuasi yang diberikan militer Israel pada Jumat.

Sekitar 10.000 warga Palestina yang terdampak pemboman juga mengungsi di komplek rumah sakit.

Makanan, air dan obat-obatan pertama kali masuk ke Gaza dari Mesir pada Sabtu (21/10/2023) setelah terhenti di perbatasan selama berhari-hari.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, ada 20 truk yang membawa obat-obatan dan pasokan medis ke Jalur Gaza.

Pekerja bantuan dan dokter memperingatkan bahwa bantuan tersebut tidak cukup untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin meningkat di Jalur Gaza.

Orang-orang berkumpul di sekitar jenazah warga Palestina korban serangan rudal yang menghantam rumah sakit Ahli Arab di Gaza, Selasa (17/3/2023). Jenazah-jenazah ini kemudian dibawa ke rumah sakit Al Shifa.
Orang-orang berkumpul di sekitar jenazah warga Palestina korban serangan rudal yang menghantam rumah sakit Ahli Arab di Gaza, Selasa (17/3/2023). Jenazah-jenazah ini kemudian dibawa ke rumah sakit Al Shifa. (AFP/DAWOOD NEMER)

===

Mencari alternatif lain

Di seluruh rumah sakit di wilayah tersebut, kecerdikan sedang diuji.

Abed mengaku telah menggunakan cuka rumah tangga dari sebuah toko sebagai desinfektan.

Namun, terlalu banyak dokter yang memiliki gagasan yang sama, sehingga stok cuka pun sudah habis.

Kini, mereka membersihkan luka korban dengan campuran garam dan air tercemar yang menetes dari keran karena Israel sudah memutus aliran air.

Kurangnya perlengkapan bedah memaksa beberapa staf menggunakan jarum jahit untuk menjahit luka.

Padahal, hal ini dapat merusak jaringan kulit.

Kurangnya perban juga memaksa petugas medis untuk membungkus luka bakar yang besar dengan pakaian dan hal ini berpotensi menyebabkan infeksi.

Stok antibiotik yang sangat sedikit memaksa tim medis hanya memberikan satu pil daripada beberapa pil kepada pasien yang menderita infeksi bakteri parah.

"Kami melakukan apa yang kami bisa untuk menstabilkan pasien, mengendalikan situasi."

"Orang-orang sekarat karena ini," jelas dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korban Tewas di Gaza Naik Jadi 5.087 Orang, Hampir Separuhnya Anak-anak"

===

Simak berita Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved