KISAH Jenderal Polisi Hoegeng, Tinggal di Rumah Kontrakan yang Pernah Bikin Cukong-cukong Judi Resah

Semasa hidupnya, Jenderal Hoegeng dikenal sebagai polisi jujur sekaligus legenda serta panutan polisi yang ideal

Penulis: Welly Hadinata | Editor: Welly Hadinata
Kolase/SRIPOKU.COM
Jenderal Polisi Hoegeng yang dikenal Sosok Polisi Jujur 

SRIPOKU.COM - Setiap tanggal 1 Juli diperingati sebagai HUT Bhayangkara sebagai korps kepolisian. Untuk tahun ini HUT Bhayangkara 2023 merupakan peringatan HUT ke-77 Bhayangkara yang akan diperingati pada 1 Juli 2023.

Berbicara soal polisi, mungkin nama tokoh polisi satu ini tak akan lekang oleh waktu dan terus menjadi kenangan bahkan bagian dari sejarah.

Nama Jenderal Hoegeng tentu tak asing bagi sebagian masyarakat Tanah Air. Semasa hidupnya, Jenderal Hoegeng dikenal sebagai polisi jujur sekaligus legenda serta panutan polisi yang ideal.

Kisah kejujuran Jenderal Hoegeng banyak beredar dan tak lekang oleh waktu. Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah membuat humor tentang Jenderal Hoegeng.

Gus Dur pernah bilang, "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng."

Hoegeng adalah Kapolri ke-5 yang bertugas dari 1968-1971. Selama aktif di kepolisian, Hoegeng anti menerima pemberian orang. Ia juga mengembalikan seluruh barang yang digunakan saat menjabat Kapolri.

Dilansir dari berbagai sumber, Jenderal Hoegeng Imam Santoso yang dikenal dengan kejujurannya lahir pada 14 Oktober 1921. Nama asli Hoegeng adalah Imam Santoso. Nama ini merupakan nama pemberian sang ayah.

Dulunya Jenderal Hoegeng bikin heboh lantaran menolak suap cukong judi. Ketika itu usai lulus dari PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur dan ditugaskan sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara.

Ketika awal menjabat ia mendapat banyak sambutan unik, seperti rumah pribadi dan mobil yang telah disediakan oleh beberapa cukong judi namun ditolaknya. bahkan sempat tinggal di rumah kontrakan.

Usai mendapat rumah dinas, rumah Hoegeng tersebut dipenuhi dengan berbagai perabot pemberian tukang suap yang kemudian dikeluarkannya secara paksa dari dalam rumah dan diletakkan di pinggir jalan. Sikapnya ini banyak menarik perhatian dan membuat gempar Kota Medan.

Usai bertugas di Medan, Hoegeng ditunjuk Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, saat itulah Ia kemudian meminta istrinya Merry untuk menutup toko bunga miliknya.

Saat sang istri bertanya apa alasannya, Hoegeng menjelaskan bahwa ia khawatir nantinya segala yang berurusan dengan imigrasi akan memesan bunga pada toko bunga milik sang istri.

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Polri atau Kapolri menggantikan Sotjipto Yudodiharjo. Pada masa itu salah satu kasus yang terkenal yang ia tangani adalah mengenai adanya penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.

Namun usai pengungkapan kasus ini, pemberhentian Hoegeng sebagai Kapolri dipercepat. Presiden Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng dilakukan untuk regenerasi.

Salah satu kasus lain yang cukup terkenal di masa Hoegeng menjabat Kapolri adalah mengenai kasus Sum Kuning. Kasus asusila Sum Kuning, merupakan kasus yang terjadi 21 September 1970 pada penjual telur berusia 17 tahun Sumaridjem.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved