Bahaya Hingga Dampak Buruk Penggunaan Barang Thrifting, Kadinkes Sumsel Sebut Ada Empat

Kadinkes Sumsel dr H Trisnawarman MKes SpKKLP menjelaskan setidaknya ada empat dampak buruk penggunanaan barang thrifting terhadap kesehatan.

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: adi kurniawan
sripoku.com/yandi
Suasana tempat berjualan pakaian bekas atau barang thrifting di Pasar Lemabang. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Kadinkes Sumsel dr H Trisnawarman MKes SpKKLP menjelaskan setidaknya ada empat dampak buruk penggunanaan barang thrifting terhadap kesehatan.

Pertama kontaminasi dari pemakai barang tersebut apalagi tdk tau kondisi kesehatan pemakainya.

Kemudian, memungkinkan adanya bakteri/kuman/virus penyakit yang terbawa dari barang-barang thrifting.

Lalu infeksi mikroba, termasuk bakteri, jamur, parasit, dan infeksi virus (menimbulkan gatal-gatal dan reaksi alergi pada kulit, efek beracun iritasi, dan infeksi).

Terakhir kontaminasi bisa terhadap kulit maupun penyakit yg terhirup melalui pernafasan oleh pembeli.

"Cara menghindari ada dua yang pertama tidak membeli barang thrifting, kemudian mencuci barang thrifting dengan desinfektan," ungkap dr H Trisnawarman MKes SpKKLP, Senin (6/3/2023). 

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) disebut mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.

Seperti diketahui Thrifting adalah aktivitas membeli atau menjual barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali.

Kemenkop dan UKM menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.

Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri.

"Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang," ujarnya. 

Namun, menurutnya, praktik thrifting nyatanya masih didukung adanya masyarakat Indonesia yang cenderung suka membeli produk luar negeri, meski bukan barang baru.

Terlebih, produk dari luar negeri tersebut dibanderol dengan harga jauh lebih murah.

"Kita lihat, banyak tempat sampai di daerah-daerah itu penjualan baju-baju bekas ada di mana-mana. Nah, itu merusak industri garmen kita karena harga jauh lebih murah dan ada brand-nya, tapi bekas," kata Hanung. 

"Banyak masyarakat kita yang masih price sensitive, artinya kalau harganya murah dibeli, mau itu bekas sekali pun. Jadi industri kita tidak dihargai dan kalah, karena barang bekas dikasih tempat. Masyarakat kelas bawah mungkin senang. Ya otomatis rusak industri garmen kita," katanya. 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved