Santri di Banyuasin Dianiaya

'Anak Saya Dicekik Sampai tak Bisa Bernapas', Ibu Santri Ponpes Ma'had Izzatuna Minta Bantu Kapolri

Anak saya bilang dia dicekik sampai tidak bisa bernapas. Lalu dia bangkit lagi terus ditonjok perutnya di depan ulu hati sampai susah lagi bernapas.

Editor: Sudarwan
HANDOUT
Ermawangi (kedua dari kiri) didampingi tim kuasa hukumnya saat melapor ke Polda Sumsel, Jumat (28/10/2022). Ermawangi melaporkan bahwa putranya yang sedang belajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengalami tindak kekerasan fisik. 
  • Terus Cari Keadialan Untuk Anaknya, Ibu Santri Ponpes Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin Datangi Polda Sumsel
  • SAMBIL Menangis, Ermawangi Ungkap Putranya Disiksa Kakak Kelas di Ponpes Ma'had Izzatuna Banyuasin
"Anak saya bilang dia dicekik sampai tidak bisa bernapas. Lalu dia bangkit lagi terus ditonjok perutnya di depan ulu hati sampai susah lagi bernapas."

 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Ermawangi (49) mengungkapkan putra kandungnya yang sedang belajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) telah disiksa oleh kakak kelasnya.

Ermawangi didampingi tim kuasa hukumnya mendatangi Polda Sumsel untuk memastikan laporan terkait penganiayaan yang dialami anaknya pada Jumat (28/10/2022).

Ermawangi tak bisa membendung air matanya saat menceritakan apa yang dialami anaknya saat menimba ilmu di Ponpes Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin.

Baca juga: Ponpes Izzatuna Banyuasin Diam soal Penganiayaan Santri, Orangtua Korban Klaim Pondok Menghindar

Anaknya yang masih berstatus kelas 1 MTS (setara SMP) mengalami sejumlah penyiksaan fisik yang diduga dilakukan oleh kakak kelasnya yang sudah duduk di bangku MA (setara SMA) yang diketahui berinisial NA.

"Saya sebagai ibu Bhayangkari mohon sekali kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda Sumsel dan bapak Kapolresta Banyuasin kiranya untuk terus membantu kami. Bantu agar anak kami memperoleh keadilan," ujar Ermawangi dalam wawancara khusus dengan wartawan Sripoku.com, Sabtu (29/10/2022).

Saat ini, anaknya telah keluar dari Rumah Sakit Bayangkara Moh Hasan Palembang setelah menjalani perawatan luka penganiayaan yang dialami.

"Anak saya saat ini sudah keluar dari rumah sakit, namun anak saya masih begitu trauma tentang apa yang ia alami. Bahkan anak saya diajak untuk mengambil baju di pondok juga tak berani," ungkap Ermawangi.

Ermawangi begitu terpukul tentang apa yang dialami anaknya yang masih kecil tersebut.

Bahkan saat menceritakan apa yang dialami anaknya, Ermawangi tak henti-hentinya menangis.

"Saya tidak pernah mengajarkan anak untuk berbohong. Itulah yang saya tanamkan sejak dia kecil. Saya juga tekankan, cerita yang jujur semuanya, apa yang sudah dia alami," ujar Ermawangi.

Baca juga: Pihak Ponpes Angkat Bicara, Ketua Yayasan Izzatun Kosasih Sesalkan Ungkapan Sepihak Orang Tua Korban

"Anak saya bilang dia dicekik sampai tidak bisa bernapas. Lalu dia bangkit lagi terus ditonjok perutnya di depan ulu hati sampai susah lagi bernapas. Perlakuan itu sangat tidak saya terima," ujar Ermawangi sambil menangis.

Tak hanya kecewa atas tindakan terlapor, Ermawangi juga mengaku sangat tidak terima dengan sikap Ponpes Izzatuna.

Menurutnya, Ponpes Izzatuna tidak bertanggung jawab bahkan terkesan menutupi kejadian sebenarnya.

"Saya ingin pihak ponpes membuka kasus ini sejelas-jelasnya dan semestinya bersikap tegas serta menaruh perhatian," ujar Ermawangi.

"Anak saya mengalami trauma psikis. Sampai sekarang tidak mau sekolah, dia takut, trauma, itu yang sangat saya khawatirkan," ungkap Ermawangi.

Draf Perdamaian

Sementara itu, Ryan Gumay SH, CHRM, CTL, perwakilan kuasa hukum keluarga korban, menyoroti soal pengakuan ponpes beberapa waktu yang lalu tentang kejadian yang dialami korban.

"Dari Ponpes maupun orang tuanya bilang kejadian itu hanya memegang kerah. Kami perlu meluruskan ini. Dalam perawatan di RS Bhayangkara, berdasarkan keterangan orang tua korban didapat beberapa bukti (luka). Salah satunya di bagian bokong. Ada juga pengakuan korban soal lambungnya dipukul, kemudian dicekik dan lain sebagainya," ujar Ryan.

Ia menceritakan, keluarga korban beserta perwakilan Ponpes Izzatuna pernah menjenguk korban saat masih menjalani perawatan di RS Bhayangkara Moh Hasan Palembang.

Saat itu orang tua korban sempat ditawari kesepakatan damai agar tidak membawa persoalan ini ke jalur hukum.

Namun ternyata dalam upaya damai itu, ada draft yang disusulkan.

Dalam draft perdamaian itu ada yang tidak disepakati.

"Sehingga tidak terealisasi secara kongkret mengingat adanya Kalusul Pasal yang tidak sejalan dengan harapan penyelesaian perkara ini ke depan," tuturnya.

Tak hanya membawa permasalahan ini ke jalur hukum, kuasa hukum dan keluarga korban juga bakal mengadu ke DPRD Banyuasin.

Langkah ke DPRD Banyuasin dirasa perlu untuk dilakukan mengingat keluarga korban sangat berharap adanya pertanggungjawaban dari Ponpes Izzatuna sebagai lembaga penyedia pendidikan.

"Akan kami lihat seperti apa bentuk pertanggungjawaban dari ponpes maupun keluarga terlapor.

Apalagi sampai saat ini korban meski sudah keluar dari RS, namun masih mengalami trauma secara psikis.

"Nanti akan kami buktikan melalui resume dari dokter. Sebab korban juga disarankan melakukan fisioterapi ke depan. Apalagi mengingat kondisinya yang sampai saat ini masih trauma, bahkan tidak mau sekolah yang bisa membuat sekolah dari korban terancam terhambat," ujarnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved