Berita OKI

Sejak Pandemi Covid-19, Kasus Kekerasan dan Asusila Terhadap Anak di OKI Meningkat Drastis

Dimana 8 diantaranya merupakan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 2 lainnya terkait pencabulan

Editor: Odi Aria
iStockphoto
Ilustrasi kasus asusila. 

SRIPOKU.COM, KAYUAGUNG - Selama masa Pandemi Covid-19, Kasus kekerasan dan Asusila terhadap anak di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan merangkak naik setiap tahunnya.


Berdasarkan data yang disampaikan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) OKI, kasus kekerasan dan asusila terhadap anak sejak Januari hingga Juni 2022 total ada 10 orang yang tercatat. 


Dimana 8 diantaranya merupakan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 2 lainnya terkait pencabulan terhadap anak di bawah umur.


"Alhamdulillah untuk 8 laporan KDRT sudah diselesaikan dengan mediasi. Sementara untuk perkara asusila (pemerkosaan) terhadap korban NR (13) yang tidak lain anak tirinya pelaku sendiri. Hingga menyebabkan hamil 2 bulan. 


"Sudah diputuskan oleh pengadilan negeri Kayuagung dan pelaku berinisial R (48) warga Desa Mulya Guna dijatuhkan hukuman 15 tahun penjara," ujar Kepala Dinas PPA OKI, Hj. Arianti S.STP, Jum'at (22/7/2022).

 

Dengan adanya putusan tersebut. Langkah selanjutnya yaitu membantu mendampingi korban hingga menghilangkan trauma.


"Sekarang yang bersangkutan telah memiliki anak, kami juga sudah kerjasama dengan korban tersebut untuk ditampung di rumah singgah dan akan dibawa kerumah sakit guna menjalani pemeriksaan psikologis," tuturnya.


Selain itu, terdapat satu perkara pelecehan terhadap anak dibawah umur usia 4 tahun yang dilakukan oleh tetangganya sendiri di Desa Kijang Ulu, Kecamatan SP Padang.


"Saat ini sudah masuk keranah pengadilan dan sudah mulai disidangkan. Selama proses itu juga kami akan terus mendampinginya dan menyediakan pengacara," ungkap mantan kepada dinas pariwisata tersebut.


Dijelaskan selama tahun 2019 ada 32 perkara anak yang berhadapan dengan hukum yang didampingi. Sedangkan tahun 2020 ada 26 perkara.


"Sebenarnya bukan hanya kasusnya yang kami dampingi melainkan lebih difokuskan kepada korban. Kami juga lakukan pendampingan psikologis dan psikis," tuturnya.


Menurutnya, ada dua faktor penyebab tingginya kasus kekerasan dan asusila. Pertama kurangnya pengawasan orang tua di masa pandemi Covid-19. 


"Kedua peningkatan kasus ini bisa juga dampak dari media sosial yang semakin terbuka luas.

Dimana anak-anak kecil sudah memahami dan melihat hal yang seharusnya belum perlu dipahami," imbuhnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved