Berita Palembang
'Karir Saya Hancur, Keluarga Menderita' Dodi Reza Alex Noerdin Sebut Dirinya Difitnah Anak Buah
Tapi nasi sudah menjadi bubur, akibat fitnah tersebut saya ikut ditangkap. Karir saya hancur, keluarga saya menderita, dan cita-cita luhur
Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Mantan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin, mengaku dirinya difitnah yang menyeretnya sehingga ikut diamankan dalam OTT yang dilakukan KPK di Jakarta.
Fitnah yang dimaksud Dodi Reza Alex Noerdin yakni pengakuan Kadis PUPR Muba Herman Mayori berkilah bahwa uang OTT Rp. 270.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah) itu diperuntukkan baginya.
Akibat fitnah itu, Dodi Reza Alex Noerdin mengaku karirnya hancur dan keluarganya menderita.
Belakangan, di BAP penyidikan dan fakta persidangan, Herman Mayori mengakui bahwa uang itu memang diminta oleh dia dan diperuntukkan bagi dia.
"Tapi nasi sudah menjadi bubur, akibat fitnah tersebut saya ikut ditangkap. Karir saya hancur, keluarga saya menderita, dan cita-cita luhur untuk membangun daerah yang saya cintai kandas," ungkap Dodi Reza Alex Noerdin, saat membacakan nota pembelaan pribadi pada sidang pledoi (pembelaan) atas perkara dugaan korupsi suap pengadaan barang dan jasa empat paket proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tahun 2021 di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (23/6/2022).
Tim penasihat hukum Aldres Jonathan Napitupulu SH, Waldus Situmorang SH MH, Reinhad Clinton SH MH menyampaikan nota pembelaan kliennya yang banyak mengoleksi segudang penghargaan prestasi semasa menjabat Bupati Muba.
"Yang paling disesali Pak Dodi itu bahwa pada waktu dilakukan OTT uang Rp 270 juta itu disebutkan uangnya Pak Dodi. Itu makanya Pak Dodi diamankan di Jakarta. Padahal di dalam persidangan, di dalam BAP, uang Rp 270 juta itu tidak terkait. Itu adalah kepentingan Pak Herman Mayori," tegas Waldus Situmorang.
• Dodi Reza Alex Tahan Air Mata Baca Pledoi, Nilai Tuntutan JPU KPK 10 Tahun Penjara Sangat Kejam
Menurutnya, kliennya disangkakan telah menerima fee proyek terdiri dari empat paket pekerjaan.
Sesungguhnya itu tidak terbukti.
Jadi sekitar bulan Maret tahun 2020, Herman Mayori itu telah meminjam uang atau katakanlah kasbon sebanyak dua miliar yang bukan menjadi rahasia bahwa diberikan kepada oknum polisi dan itu dalam proses persidangan sekarang.
"Itu yang kemudian dikonversi terhadap potongan fee kepada Pak Dodi atas empat paket pekerjaan. Sesungguhnya itu tidak ada. Jadi ada pula itu model-model penyampaian uang tidak jelas," katanya.
Menurut Waldus, pihaknya keberatan mengenai lamanya tuntutan karena sebenarnya ini kan Pasal 12 A ini formil.
Ia menyebut kalau kata kesepakatan sudah terjadi maka itu sudah terbukti sempurna pidananya.
"Bulan November sudah ada kesepakatan jauh ini sebelum ke Pak Dodi-nya. Pak Dodi ini baru disangkakan bulan Maret menerima yang tadinya itu konversi daripada uang yang dua miliar yang diberikan kepada oknum polisi," bebernya.
Ia merinci disebut totalnya empat miliar keseluruhan.
Tetapi yang disangkakan kepada Dodi itu 2.600.115.000. Kemudian ada tuduhan baru lagi.
Padahal itu kata Waldus tidak boleh melanggar KUHAP.
"Yang dipidanakan ini yang didakwa. Yang baru kita menolak. Yang bersentuhan secara langsung ke Suhandy itu, Pak Herman Mayori dengan Edy Umari. Tetapi yang utamanya Edy Umari yang terlalu intens karena paket pekerjaan itu di bidangnya Pak Edy Umari," katanya.
Kemudian mengenai barang bukti yang Rp 1,5 miliar itu tidak ada terkait dengan tindak pidana korupsi.
Tapi itu ibunya terdakwa Dodi untuk membayar pengacara di Jakarta terhadap kasusnya Pak Alex Noerdin. Kebetulan waktunya bersamaan.
"Kita tadi meminta bebas karena kita kan melokalisir pada persoalan. Ada apa yang dituduhkan menerima fee proyek pekerjaan itu tidak terbukti. Uang Rp 2 miliar itu dikonversi ke Pak Dodi. Karena Suhandy itu menganggap uang itu dianggap ijon," kata Waldus.
Sebelum tim penasihatnya membacakan nota pembelaan, Dodi Reza Alex lebih dahulu membacakan nota pembelaan pribadi bersikukuh membantah menerima fee Rp 2,9 miliar bersama Kadis PUPR Muba Herman Mayori, dan Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Muba Edy Umari menjalani secara online dari Rutan KPK Jakarta pada sidang pledoi (pembelaan) atas perkara dugaan korupsi suap pengadaan barang dan jasa empat paket proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tahun 2021.
"Saya menyesal karena tidak mampu mengendalikan perilaku bawahan saya. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya saya sampaikan khususnya kepada masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Sekaligus ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam atas simpati, doa dan dukungan yang tetap diberikan kepada saya selama menjalani proses hukum ini," ungkap Dodi.
Mengawali pembacaan nota pembelaan pribadinya, putra sulung mantan Gubernur Sumsel dua periode Ir H Alex Noerdin SH yang mengenakan batik corak oranye hitam menyampaikan rasa terkejut dan sedih atas tuntutan yang sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan terhadap dirinya.
JPU KPK RI yang menuntutnya untuk dihukum penjara 10 tahun 7 bulan, membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan uang pengganti sebesar Rp. 2.900.000.000,00 (dua milyar sembilan ratus juta rupiah) serta dicabutnya hak politik selama 5 (lima) tahun adalah sangat berat saya rasakan.
"Sungguh suatu tuntutan dari Penuntut Umum yang sangat kejam dan dipaksakan, yang didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah," kata Dodi yang terlihat matanya sembab seperti menahan sedih.
Oleh karena itu, kata Dodi yang selama ini juga dikenal sebagai Ketua DPD 1 Partai Golkar Sumsel dengan didasarkan atas fakta persidangan, bukti dan rentetan peristiwa dirinya bermohon agar perkara ini dapat diputus dengan adil tanpa menzoliminya selaku terdakwa.
Ia mengungkapkan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan berdasarkan dugaan atau anggapan dari orang-orang yang tidak pernah berhubungan dengan saya.
"Saat ini saya sampai kebingungan mencari cara membuktikan bahwa saya tidak menerima uang yang dituduhkan Penuntut Umum. Bagaimana saya bisa membuktikan bahwa saya tidak menerima uang yang memang tidak pernah saya terima? Hanya saja, Tim Penasehat Hukum telah memberitahu bahwa seharusnya, apabila memang bukti yang disajikan Penuntut Umum tidak cukup, maka hal tersebut haruslah menjadi alasan untuk menyatakan saya tidak bersalah," papar Dodi yang pernah dia periode menjadi anggota DPR RI Fraksi Golkar dan sempat dipercaya sebagai Pimpinan Komisi VI DPR RI. (Abdul Hafiz)