Berita Palembang
Dodi Reza Alex Tahan Air Mata Baca Pledoi, Nilai Tuntutan JPU KPK 10 Tahun Penjara Sangat Kejam
Mantan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex yang dituntut JPU KPK pidana 10,7 tahun penjara
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Odi Aria
Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Mantan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex yang dituntut JPU KPK pidana 10,7 tahun penjara membacakan nota pembelaan pribadi atau Pledoi di PN Palembang, Kamis (23/6/2022).
Dodi Reza Alex menegaskan tuntutan JPU KPK terhadap kasusnya sangat kejam.
Dodi Reza Alex bersikukuh membantah menerima fee Rp 2,9 miliar bersama Kadis PUPR Muba Herman Mayori, dan Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Muba Edy Umari perkara dugaan korupsi suap pengadaan barang dan jasa empat paket proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
"Saya menyesal karena tidak mampu mengendalikan perilaku bawahan saya. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya saya sampaikan khususnya kepada masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin.
Sekaligus ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam atas simpati, doa dan dukungan yang tetap diberikan kepada saya selama menjalani proses hukum ini," ungkap Dodi Reza Alex.
Mengawali pembacaan nota pembelaan pribadinya, putra sulung mantan Gubernur Sumsel dua periode Ir H Alex Noerdin SH yang mengenakan batik corak oranye hitam menyampaikan rasa terkejut dan sedih atas tuntutan JPU KPK sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan terhadap dirinya.
JPU KPK RI yang menuntutnya untuk dihukum penjara 10 tahun 7 bulan, membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan uang pengganti sebesar Rp. 2.900.000.000,00 (dua milyar sembilan ratus juta rupiah) serta dicabutnya hak politik selama 5 (lima) tahun adalah sangat berat saya rasakan.
"Sungguh suatu tuntutan dari Penuntut Umum yang sangat kejam dan dipaksakan, yang didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah," kata Dodi yang terlihat matanya sembab seperti menahan air mata.
Oleh karena itu, kata Dodi yang selama ini juga dikenal sebagai Ketua DPD 1 Partai Golkar Sumsel dengan didasarkan atas fakta persidangan, bukti dan rentetan peristiwa dirinya bermohon agar perkara ini dapat diputus dengan adil tanpa menzoliminya selaku terdakwa.
Baca juga: Dua Eks Pejabat Kasus Suap di Dinas PUPR Muba Dituntut Lebih Ringan Dari Dodi Reza Alex Noerdin
Ia mengungkapkan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan berdasarkan dugaan atau anggapan dari orang-orang yang tidak pernah berhubungan dengan saya.
"Saat ini saya sampai kebingungan mencari cara membuktikan bahwa saya tidak menerima uang yang dituduhkan Penuntut Umum.
Bagaimana saya bisa membuktikan bahwa saya tidak menerima uang yang memang tidak pernah saya terima? Hanya saja, Tim Penasehat Hukum telah memberitahu bahwa seharusnya, apabila memang bukti yang disajikan Penuntut Umum tidak cukup, maka hal tersebut haruslah menjadi alasan untuk menyatakan saya tidak bersalah," papar Dodi Reza Alex yang pernah dia periode menjadi anggota DPR RI Fraksi Golkar dan sempat dipercaya sebagai Pimpinan Komisi VI DPR RI.
Dodi Reza Alex menerangkan, Kadis PUPR Muba Herman Mayori berkilah bahwa uang OTT Rp. 270.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah) itu diperuntukkan bagingya, sebuah fitnah yang menyeretnya sehingga ikut diamankan di Jakarta. Belakangan, di BAP penyidikan dan fakta persidangan, Herman Mayori mengakui bahwa uang itu memang diminta oleh dia dan diperuntukkan bagi dia.
"Tapi nasi sudah menjadi bubur, akibat fitnah tersebut saya ikut ditangkap. Karir saya hancur, keluarga saya menderita, dan cita-cita luhur untuk membangun daerah yang saya cintai kandas," kata Dodi Reza Alex.
Dodi Reza Alex mengungkapkan, fakta persidangan dan bukti-bukti menunjukkan Badruzzaman dalam berbagai kesempatan telah mengambil jatah fee sebesar 10 (epuluh persen bagi kepentingan pribadi dan telah dikembalikannya ke rekening KPK.
Baca juga: Dituntut 10,7 Tahun Penjara, Hak Politik Dodi Reza Alex Dicabut
"Apakah ini bukan indikasi bahwa yang bersangkutan bisa saja menagih para kontraktor lain untuk mendapatkan fee proyek sebesar 10 sepuluh persen demi keuntungan pribadi dengan cara menjual-jual nama bupati," jelasnya.
Dalam persidangan perkara ini juga terungkap bahwa Herman Mayori sering diminta untuk memberikan uang kepada Badruzzaman dengan ancaman akan dimarahi kalau melaporkan kepadanya.
"Apakah ini juga bukan merupakan petunjuk bahwa Badruzzaman bisa saja menggunakan uang yang didapat dari Herman Mayori ataupun Irfan untuk keperluan pribadi, bukan diserahkan ke saya seperti anggapan dan tuduhan mereka?
Saya perlu mengingatkan kembali bahwa kasus pidana penggelapan uang saya yang melibatkan Badruzzaman dan kawan-kawan sampai hari ini belum selesai," bebernya.
Adapun tanggapan/pembelaan Dodi Reza Alex terhadap kedua tuduhan yang didakwakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mengenai tuduhan menerima uang sebesar Rp. 2.011.550.000,00 di tahun 2020. Selama mengikuti persidangan ini, kita semua sudah mendengar keterangan para saksi yang pada intinya menyatakan bahwa pada tahun 2020, ada masalah di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin yang sedang diperiksa oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan sehingga Herman Mayori meminta para bawahannya mengumpulkan uang sebanyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk diberikan kepada oknum guna mengamankan permasalahan tersebut. Salah satu dari bawahannya yang mengumpulkan uang adalah Eddy Umari.
Eddy Umari kemudian menerima uang secara bertahap dari Suhandy yang seluruhnya sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang selanjutnya diserahkan kepada Irfan dan Bram Rizal yang setelah terkumpul dari para kabid lain sampai sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), lalu diserahkan kepada oknum dari Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.
Fakta persidangan juga mengungkapkan bahwa permasalahan yang dimaksud tersebut adalah pada di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, bukan permasalahan yang menyangkut dirinya sebagai Bupati. Hal tersebut juga telah ditegaskan oleh Eddy Umari dan Herman Mayori di persidangan dengan mengatakan bahwa yang diperiksa oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan saat itu adalah Irfan dan Fadly.
Fakta persidangan juga mengungkapkan bahwa menurut kesaksian Herman Mayori, dirinya tidak pernah memerintahkan dan tidak mengetahui adanya uang dari Suhandy untuk diberikan kepada oknum tersebut.
"Selain itu, saat ini Pengadilan tempat kita bersidang ini juga sedang melangsungkan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi No. 40/Pid-Sus-TPK/2022/PN.Plg. dengan Terdakwa Darlizon, S.I.K., M.H. dimana yang bersangkutan didakwa melakukan pemerasan dan menerima uang Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang sebelumnya dikumpulkan oleh Irfan dan Bram Rizal atas perintah Herman Mayori, yang dimana Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) di antaranya berasal dari Suhandy," ujar Dodi.
Penggeledahan di berbagai tempat yang pernah saya singgahi telah dilakukan penyidik. Mulai dari rumah dinas, kantor, rumah orang tua, sampai apartemen yang saya sewa pun tidak luput dari penggeledahan. Namun dari seluruh penggeledahan tersebut, tidak ditemukan barang bukti uang sebesar sebesar Rp. 2.011.550.000,00 (dua miliar sebelas juta lima ratus lima puluh ribu rupiah), yang katanya Dodi menerima dari Suhandy melalui Eddy Umari dan Herman Mayori tersebut.
Selama persidangan ini, tidak ada pula saksi, termasuk Suhandy yang menerangkan bahwa uang sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) tersebut diberikan Suhandy atas permintaannya, atau ia terima atau untuk kepentingannya. Bahkan dalam persidangan Suhandy sebagai terdakwa ditemukan fakta bahwa uang tersebut dipinjam oleh Herman Mayori pada 2020 dan dijanjikan akan digantikan oleh proyek oleh Herman Mayori.
Bahkan fakta persidangan dan BAP Suhandy sendiri mengatakan bahwa dia tidak pernah menyerahkan uang baik secara langsung, maupun tidak langsung yang ditujukan bagi saya. Sehingga apabila fakta-fakta di atas dinilai secara objektif, maka kesimpulannya adalah uang sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dari Suhandy pada tahun 2020 tersebut, Dodi membantah tidak pernah minta, tidak ditujukan untuknya dan tidak pernah iaa terima.
2. Mengenai tuduhan menerima uang Rp. 600.000.000,- pada tanggal 19 Januari 2021. Kita semua mendengar ketika Eddy Umari menyatakan bahwa selama ini apabila uang yang diminta Herman Mayori adalah untuk kepentingan pribadinya, maka uang akan diserahkan langsung ke Herman Mayori.
Sedangkan apabila untuk kepentingan orang lain, maka akan diserahkan kepada Irfan (tidak akan diserahkan kepada Herman Mayori).
Pernyataan Eddy Umari tersebut sesuai dengan kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Eddy Umari, Herman Mayori dan Suhandy yang menjadi awal permasalahan yang menyeret-nyeret saya ke persidangan ini. Dalam OTT tersebut, Suhandy mengirimkan uang sebesar Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) ke rekening yang dikuasai Eddy Umari.
Adapun hal tersebut diawali ketika Herman Mayori untuk keperluan pribadinya meminta uang kepada Eddy Umari yang selanjutnya meminta Suhandy segera menyiapkan uang jatah Herman Mayori. Suhandy kemudian mengirimkan uang sebesar Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang setelah ditarik dari Bank sebesar Rp. 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) ditambah dengan uang tunai dari sumber lain sebesar Rp. 30.000.000,00,- (tiga puluh juta rupiah) sehingga total menjadi Rp. 270.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah).
Uang sebesar Rp. 270.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah) tersebut kemudian diserahkan Eddy Umari kepada Herman Mayori yang selanjutnya ditangkap dalam OTT oleh KPK. Eddy Umari menyatakan bahwa uang tersebut diserahkan langsung ke Herman Mayori karena memang atas permintaan dan untuk kepentingan pribadi Herman Mayori sebagaimana kebiasaan yang ada selama ini yang tidak pernah dibantah oleh Herman Mayori selama persidangan.
Tentu dari hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola atau kebiasaan Herman Mayori dalam meminta dan menerima uang dari Eddy Umari adalah bahwa apabila uang yang diminta itu untuk kepentingan pribadi, maka akan diserahkan langsung ke Herman Mayori. Sedangkan apabila yang diminta oleh Herman Mayori adalah untuk diberikan ke pihak lain, maka Eddy Umari akan menyerahkannya kepada Irfan.
Terkait tuduhan kepada nya, menurut Dodi, Eddy Umari menyatakan bahwa uang Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dari Suhandy yang diterimanya pada tanggal 19 Januari 2021 tersebut merupakan permintaan dari Herman Mayori dan diserahkan langsung kepada Herman Mayori dalam bentuk dollar Singapura. Bukan diserahkan kepada Irfan.
"Bahkan dari berbagai penggeledahan yang dilakukan di tempat-tempat yang pernah saya singgahi, Penyidik tidak menemukan uang sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam bentuk dollar Singapura yang dituduhkan Penuntut Umum kepada saya," kata Dodi.
Terlebih lagi, selama persidangan ini tidak ada satu pun orang yang menyatakan dirinya menyerahkan uang sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam bentuk dollar Singapura tersebut kepada saya.
Selain tuduhan-tuduhan dalam Surat Dakwaan yang tidak terbukti di atas, tiba-tiba dalam Surat Tuntutan bahwa Dodi mendapat tuduhan baru, yakni menerima uang sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) pada bulan Maret 2021 dari Herman Mayori melalui Badruzaman yang merupakan setoran fee dari Suhandy.
"Tuduhan yang baru saya dengar minggu lalu ketika Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaan. Tuduhan tersebut sangat membingungkan saya karena selain tidak pernah didakwakan sebelumnya, Penuntut Umum juga tidak jelas menguraikan kapan dan dimana saya menerima uang haram tersebut," katanya.
Bahkan Badruzaman yang dikatakan oleh Penuntut Umum menyerahkan uang tersebut secara langsung, telah menerangkan bahwa dirinya tidak pernah menyerahkan uang secara langsung kepada saya.
Dodi mengibaratkan kondisi perkara terhadap dirinya seperti orang yang dituduh menggunakan Narkoba. Tapi ketika dites urin hasilnya negatif dan ketika badan serta rumah digeledah habis-habisan juga tidak ditemukan barang bukti narkobanya.
"Apakah jika demikian saya bisa dinyatakan sebagai pengguna narkoba? Hal tersebutlah yang menguatkan mental saya dan keluarga dalam menghadapi perkara ini. Perkara dimana saya dituduh menerima uang yang ternyata diterima oleh orang lain dan yang tidak ada barang bukti serta saksi-saksi yang menyatakan uang tersebut saya terima," kata suaminya mantan presenter televisi swasta, Thia Yufada.
Dodi mengaku telah berusaha kooperatif meski menurutnya tidak ada bukti bisa menjatuhkan hukuman untuk menyatakan dirinya bersalah, akan tetapi hingga 8 bulan setelah kejadian tersebut, ia masih dipisahkan dari istri, anak-anak tercinta dan Ibunya.
Dodi curhat kalau dirinya masih mempunyai tanggungan keluarga dan satu-satunya laki-laki yang harusnya juga menjaga ibunya pada saat keluarga besarnya sedang mengalami musibah, ternyata harus juga terpisah dari keluarga.
"Sungguh berat cobaan ini saya rasakan, untuk sesuatu hal yang tidak saya lakukan. Pada akhirnya saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada Majelis Hakim dan Penuntut Umum manakala selama proses persidangan sampai penyampaian Nota Pembelaan Pribadi ini ada hal-hal yang kurang berkenan," ujarnya.
Dengan melihat fakta persidangan tersebut, dengan kebijaksanaan dan naluri keadilan yang objektif dalam memutus perkara ini, Dodi memohon kiranya Majelis Hakim menolak semua tuntutan Penuntut Umum dan membebaskannya dari segala tuntutan dan dakwaan.
"Atau jika berkenan, mohon kiranya Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. Yang Mulia, permohonan saya bukan hanya tentang saya. Tetapi demi kemanusiaan.
Demi anak-anak saya yang masih kecil-kecil yang masih sangat membutuhkan pengasuhan dan kehadiran figur seorang ayah, yang sampai sekarang pun mereka masih berharap ayahnya yang hilang tanpa kabar tiba-tiba muncul menjemput mereka di sekolah," pungkasnya.