PROFIL Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang Wafat Hari Ini, Sosok Bersahaja

Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif dikenal sebagai sosok sederhana dan bersahaja. Banyak yang kehilangan sosok Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif.

Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: pairat
kolase/tribunnews
Ahmad Syafii Maarif 

Selama menjadi Ketua Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menanamkan pemikiran pluralisme, toleransi, kebangsaan, sosial, dan juga keislaman.

Pemikirannya itu terwujud dari lembaga yang ia dirikan bernama Maarif Institute.

Selain itu, ia juga aktif menulis dan menjadi pembicara dalam seminar.

Karya buku yang dihasilkannya antara lain “Dinamika Islam” dan “Islam, Mengapa Tidak?”, lalu ada pula buku berjudul “Islam dan Masalah Kenegaraan”.

Atas karya-karyanya ini, pada tahun 2008 ia mendapat penghargaan Ramon Magsaysay dari Pemerintah Filipina.

Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syafii Maarif (kolase/tribunnews)

Masa Sekolah Buya Syafii Maarif

Dilansir dari Wikipedia.org, Ahmad Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus, pada 31 Mei 1935. Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat di Sumpur Kudus.

Sepulang sekolah, ia belajar agama di sebuah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah pada sore harinya. Ia tamat dari sekolah rakyat pada tahun 1947.

Setelah tamat sekolah, ia tak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun karena beban ekonomi yang ditanggung sang ayah.

Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tengah, Lintang, sampai duduk di bangku kelas tiga.

Pada tahun 1953, Buya Syafii Maarif merantau ke Jawa bersama dua adik sepupunya yaitu Azra’i dan Suward. Di sana ia diterima untuk melanjutkan sekolah di Madrasah Muallimin setelah sebelumnya sempat tidak diterima di sekolah itu.

Di sana ia aktif dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar.

Setelah lulus dari Muallimin pada 12 Juli 1956, Buya Syafii Maarif berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah untuk menjadi guru di sana.

Setahun menjadi guru, ia melanjutkan kuliah di Universitas Cokroaminoto Surakarta, lalu melanjutkan pendidikan di Fakultas Keguruan Ilmu Sosial IKIP dan tamat pada tahun 1968.

Dalam masa kuliah itu, ia melakukan sambilan pekerjaan lain untuk menyambung hidup seperti menjadi guru ngaji, pelayan toko, membuka usaha kecil-kecilan bersama teman, dan menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved