Profil Azyumardi Azra, Cendekiawan Muslim Hingga Mantan Rektor Jadi Ketua Dewan Pers
awan muslim Prof Dr H Azyumardi Azra, M.Phil, MA, CBE resmi terpilih sebagai Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025.
Penulis: Muhammad Naufal Falah | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, JAKARTA - Cendekiawan muslim Prof Dr H Azyumardi Azra, M.Phil, MA, CBE resmi terpilih sebagai Ketua Dewan Pers Periode 2022-2025.
Azyumardi Azra menggantikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masa jabatan pertama Presiden ke-6 RI, Mohammad Nuh yang resmi menjabat sejak 2019.
Ini diperoleh dari pesan singkat yang diterima Sripoku.com, Rabu (18/5/2022) malam.
"Selamat atas terpilihnya Prof Azyumardi Azra sebagai Ketua Dewan Pers yang baru. Semoga berkah dengan amanah baru," demikian isi pesan yang diterima Sripoku.com.
Melansir dari berbagai sumber, Senin, 20 Desember 2021, Azyumardi Azra termasuk salah satu nama dari 9 calon anggota Dewan Pers periode 2022-2025.
Mereka dipilih oleh Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers untuk diajukan kepada ketua dan anggota Dewan Pers masa jabatan 2019-2022.
Selain Azyumardi Azra yang dipilih sebagai Ketua, ada 8 nama yang dimajukan sebagai anggota Dewan Pers.
Mereka antara lain Atmaji Sapto Anggoro, dan Ninik Rahayu dari kelompok tokoh masyarakat.
Lalu Yadi Heriyadi Hendriana, Paulus Tri Agung Kristanto, dan Arif Zulkifli dari perwakilan organisasi wartawan.
Kemudian M Agung Dharmajaya, Totok Suryanto, dan Asmono Wikan dari perwakilan pimpinan perusahaan pers.
Profil Azyumardi Azra
Azyumardi Azra adalah cendikiawan dan akademisi Muslim Tanah Air.
Dikenal sebagai Profesor yang ahli sejarah, sosial, dan intelektual Islam, dia pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, masa jabatan 1998-2006.
Pada 2006, posisinya sebagai Rektor resmi digantikan oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat.
Dalam rapat senat yang dipimpinnya sendiri, Komarudin Hidayat terpilih menggantikannya dengan mengalahkan dua kandidat lainnya.
Mei 2002, nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta berubah jadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ini kelanjutan ide Rektor terdahulu, Prof Dr Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis, dan toleran.
Laki-laki kelahiran Lubuk Alung, Padangpariaman, Sumatra Barat, pada 4 Maret 1955 ini kerap muncul mengomentari isu yang berkaitan dengan Islam dan demokrasi.
Selain penghargaan akademis, dia juga menjadi orang Indonesia pertama yang menerima gelar kehormatan Commander of the Order of British Empire pada 2010.
Dengan demikian, Azyumardi Azra dianggap sebagai salah satu bangsawan di Inggris dan berhak menyandangkan singkatan CBE dan panggilan 'Sir' pada namanya.
Tujuh tahun kemudian (2017), Azyumardi Azra mendapatkan Orde Matahari Terbit: Kelas Bintang Emas dan Perak (Order of Rising Sun: Gold and Silver Star) yang merupakan tingkat tertinggi tanda jasa itu, dari Kaisar Jepang saat itu, Akihito (Heisei).
Orde Matahari Terbit adalah tanda jasa pertama yang dianugerahkan Jepang pada 1876 sewaktu Kaisar Meiji, kaisar yang mencanangkan Restorasi Meiji tahun 1868 bertakhta.
Latar belakang pendidikan Azyumardi Azra amat beragam.
Mulanya, Azyumardi Azra tidak berobsesi atau bercita-cita menggeluti studi keislaman.
Sebab, dia lebih berniat memasuki bidang pendidikan umum di IKIP.
Akan tetapi, setelah sang ayah mendesak, Azyumardi Azra masuk ke IAIN sehingga kini dikenal sebagai tokoh intelektual Islam Indonesia.
Seusai lulus dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta (kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Azyumardi Azra melanjutkan pendidikannya ke Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah di Universitas Columbia.
Pendidikan itu mendapat bantuan dari beasiswa Fullbright pada 1988.
Setahun kemudian, Azyumardi Azra pun memperoleh beasiswa Columbia President Fellowship sehingga berkesempatan untuk belajar di fakultas sejarah pada universitas yang sama.
Azyumardi Azra juga mendapatkan gelar master filosofi dari Universitas Columbia pada tahun 1992.
Selain itu, gelar doktor filosofi juga telah didapatkan melalui disertasi yang berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries.
Disertasi itu telah dipublikasikan di Canberra, Australia, Honolulu, Hawaii, AS, serta Leiden di Belanda.
Sekembali ke Indonesia dan mendirikan jurnal Indonesia yang bernama Studia Islamika, Azyumardi Azra masih sempat berkunjung ke Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies dan menjadi pengajar di St. Anthony College.
Azyumardi Azra menikah dengan Ipah Farihah dan mempunyai empat orang anak.
Dapatkan berita terkait dan penting lainnya dengan mengklik Google News