Ramadan 2022

HUKUM Ruwahan Jelang Puasa Ramadan dalam Islam, Begini Penjelasan Buya Yahya: Keyakinan Tentang Ruh

Tradisi ruwahan merupakan sebuah wujud rasa syukur kepada Allah SWT yang dilaksanakan pada bulan ruwah tepatnya di antara tanggal 10-20 hijriyah.

Penulis: Tria Agustina | Editor: pairat
YouTube
Buya Yahya 

SRIPOKU.COM - Apa hukumnya tradisi ruwahan jelang bulan ramadhan? Berikut ini penjelasan Buya Yahya.

Ruwahan berasal dari bahasa Jawa yang diambil dari kata ruwah untuk bulan ke delapan dalam kalender Islam, Sya'ban.

Sementara bila diartikan dalam bahasa Arab artinya ruh, arwah yang berarti jiwa atau roh.

Tradisi ruwahan merupakan sebuah wujud rasa syukur kepada Allah SWT yang dilaksanakan pada bulan ruwah tepatnya di antara tanggal 10-20 hijriyah dalam kalender hijriyah.

Salah satu acara yang dilakukan menjelang bulan ramadhan ialah Ruwahan.

Ruwahan ini merupakan tradisi untuk mengenang dan mendoakan leluhur mulai dari serangkaian acara yakni tahlilan hingga ziarah kubur.

Lantas, apa hukumnya ruwahan menjelang bulan puasa dalam pandangan Islam?

Berikut ini penjelasan Buya Yahya yang dibagikan melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV

Baca juga: Ternyata Inilah Hukum Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Orang Meninggal, Begini Penjelasan Buya Yahya

Terkait hukum ruwahan ini ditanyakan oleh seorang jemaah berikut ini.

"Kalau masuk bulan sya'ban ada kebiasaan buat acara syukuran, dalam acara tersebut intinya mendoakan para arwah pendahulu, orang tua, kakek nenek yang sudah meninggal dunia, habis berdoa seara terpimpin maka disediakan makanan oleh ahli hajat untuk dimakan bersama, nah apa ini diperbolehkan karena mereka meyakini kalau bulan sya'ban adalah bulan ruwah atau roh, jadi syukuran tersebut disebut ruwahan," tanya seorang jemaah.

Terkait pertanyaan tersebut, Buya Yahya menjelaskan keyakinan mengenai ruh orang yang telah meninggal dunia bisa didoakan tidak harus di waktu tertentu.

"Yang perlu dijelaskan adalah keyakinan tentang ruh itu bagaimana, kalo yang dimaksud ruh itu adalah orang-orang yang telah meninggal dunia daripada orang-orang beriman yang telah mendahului kita, kemudian kita mendoakan mereka kapan saja kita boleh mendoakan," tutur Buya Yahya.

"Jadi tradisi yang ada di masyarakat kita menjelang ramadhan, membuat makanan itu adalah makna yang besar, makna yang agung," jelas Buya Yahya.

Sementara itu, Buya Yahya menjelaskan mengenai keutamaan tradisi ruwahan bagi yang masih hidup.

"Untuk yang hidup dulu deh sebelum arwah, untuk yang hidup adalah menjalin silaturahim. Saling memberi, tukar-menukar makanan dan itu suasana indah," ujarnya.

Oleh sebab itu, Buya Yahya menuturkan jika tradisi ruwahan merupakan suasana yang indah dan tidak perlu dihilangkan.

"Jangan dihilangkan, justru itu mukoddimah keakraban sebelum kita masuki bulan ramadhan dan sah-saha saja yang demikian itu," ungkapnya.

"Kemudian di dalamnya ada doa-doa untuk orang-orang yang telah mendahului kita maknanya adalah mendoakan para pendahulu kita dari ahli iman ya sah bahkan itu dianjurkan," jelas Buya Yahya.

"Ingat ya arwah maksudnya mendoakan orang-orang yang mendahului kita dari ahli iman selesai, ndak ada masalah yang demikian itu," tegasnya.

Buya Yahya juga menyebut jika tradisi ruwahan merupakan kebiasaan dan hal yang baik.

"Hal yang baik, tradisi yang baik, kalau ada kesalahan mungkin telah disebut sesuatu yang mungkin ruh-ruhnya nggak jelas ya mungkin tinggal dihilangkan saja," tambahnya.

"Sebab secara umum adalah baik, kumpulnya orang, membagi-bagi makanan," tukasnya.

Demikialah hukum tradisi ruwahan menjelang bulan ramadhan sebagaimana disampaikan Buya Yahya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved