Berita Viral
Demi Berburu Minyak Goreng Murah, Warga Palembang Sampai Berkeringat Ngantri Panjang
Kelangkaan minyak goreng membuat sebagian masyarakat rela jauh-jauh 'berburu' minyak goreng yang kini bak menjadi primadona bagi kaum hawa
Penulis: Rahmaliyah | Editor: Odi Aria
SRIPOKU. COM -- Kelangkaan minyak goreng membuat sebagian masyarakat rela jauh-jauh 'berburu' minyak goreng yang kini bak menjadi primadona bagi kaum hawa.
Betapa tidak, untuk di Kota Palembang sendiri untuk mendapatkan minyak goreng sejunlah warga mengaku kesulitan
Terlebih, jikapun ada harga minyak goreng yang dijual di pasaran justru harganya masih melambung tinggi.
Di sejumlah toko yang menjual sembako harga minyak goreng masih diangka Rp 40 ribuan untuk minyak goreng kemasan dua liter.
Sedangkan, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah adalah Rp 28 ribu dan bisa didapatkan di toko-toko retail moderen.
Namun sayangnya, meski harga sudah dikatakan terjangkau namun warga masih cukup kesulitan untuk mendapatkannya.
Seperti yang terpantau, Kamis (3/3/2022) sejumlah warga ramai-ramai menyerbu salah satu retail modern yang berada di kawasan Jalan Kebon Sayur (Jalan Noerdin Pandji).
Tampak antrian pembeli yang mengular panjang dilokasi karena cukup banyak warga yang antri untuk membeli kebutuhan pokok terutama minyak goreng.
"Minyak minyak minyak, siapa yang ke Indogrosir pagi ini, berkeringat gak lur, " Tulis salah satu pengguna instagram yang membagikan video suasana retail modern.
Sementara itu, sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) ternyata sampai saat ini belum mengetahui penyebab yang sebenarnya kelangkaan minyak goreng yang terjadi di pasaran saat ini.
Padahal di tingkat produsen, produksi minyak goreng yang berjalan saat ini sudah mencukupi kebutuhan domestik.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag I G Ketut Astawa.
"Kalau kita lihat data yang ada komitmen dari produsen CPO itu sudah mencapai 351 juta liter selama 14 hari, kebutuhan kita selama per bulan sebenarnya berkisar antara 279 sampai 300 juta liter," kata Ketut, dari kompas.com, Rabu (2/3/2022).
Ketut bilang, para produsen sudah mematuhi aturan Domestic Market Obligation (DMO) yang sudah dikeluarkan pemerintah.
Pihaknya mencatat, produsen minyak goreng sudah memasok sebanyak 351 juta liter untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Dengan asumsi perhitungan produksi seluruh pabrik minyak goreng dan kebutuhan di masyarakat, seharusnya membuat pasar dalam negeri kebanjiran produk minyak goreng dalam jangka waktu sebulan.
Bukan melimpahnya pasokan minyak goreng di pasaran, namun yang terjadi justru sebaliknya, kelangkaan.
Di pasar ritel modern maupun tradisional, masih sulit ditemukan produk minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Masih dalam dugaan, lanjut Ketut, kelangkaan ini akibat oknum yang menimbun minyak goreng dalam jumlah besar.
"Oleh karena itu kami beserta jajaran juga sedang mencari di mana letak simpulnya ini, apakah ada yang menimbun.
Dan memang ada beberapa hal seperti temuan Satgas Pangan di Sumatera Utara, termasuk di Kalimantan, dan sebagainya," ujar Ketut.
"Ini yang teman-teman beserta tim Satgas pangan kabupaten kota dan provinsi sedang melakukan langkah-langkah evaluasi tersebut," kata dia lagi.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.
Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik mengungkapkan bahwa harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan, sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan.
"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO," jelas Taufik.
"Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," kata Taufik lagi.
Bahkan pada beberapa waktu terjadi penurunan dalam terhadap harga CPO internasional, namun harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.
Taufik menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi atau terjadi oligopoli yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut.
"Berdasarkan data yang kita miliki memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli.
Jadi ini menjadi concern bagi KPPU sendiri dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," kata dia.
Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli.
Selain itu Taufik juga mengemukakan adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan sawit kecil.
Pengambilalihan aset tersebut bisa berupa lahan perkebunan ataupun berupa saham. Taufik mengatakan praktik pengambilalihan aset tersebut makin memperkuat pasar oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.
Dia mengemukakan volume ekspor CPO tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam satu tahun terakhir yakni hanya naik 0,6 persen.
Namun nilai ekspor meningkat hingga 52 persen dibanding tahun sebelumnya dikarenakan terjadi kenaikan harga CPO internasional.
KPPU juga mencatat dari total 18,42 juta ton CPO yang dikonversi menjadi minyak goreng menjadi 5,7 juta kiloliter untuk kebutuhan dalam negeri, penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter.
"Catatan kami yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga, di mana mencapai 2,4 juta kiloliter," kata dia.
Selanjutnya penggunaan minyak goreng digunakan untuk industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231.000 kiloliter.