Terungkap Pemilik 1 dari 4 Nisan Kuno di Tengkuruk, Satu Per Satu Sejarah Palembang Terkuak Kembali
Satu nisan sudah bisa dibaca, yaitu bertuliskan Faqod Intiqolad Illa Rohmatullahil Abror Nyiaji Nadirah Binti Kiyai Abdul Aziz Falembani.
Penulis: Linda
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Empat nisan kuno ditemukan di Komplek Pertokoan Tengkuruk Permai, Senin (18/1/2022) malam.
Sebelumnya, nisan kuno di lokasi tersebut secara tak sengaja tergali pegawai PT Waskita yang sedang melakukan pengerjaan IPAL.
Dari keempat nisan kuno tersebut telah berhasil dibaca satu nama, yaitu bertuliskan Faqod Intiqolad Illa Rohmatullahil Abror Nyiaji Nadirah Binti Kiyai Abdul Aziz Falembani'.
Apabila diartikan, isinya kurang lebih 'telah berpulang ke Rahmatullah Nyiaji Nadiroh Anak Kiyai Abdul Aziz orang Palembang.
Lalu siapa Nyiaji Nadiroh Anak Kiyai Abdul Aziz ini?
Kemas Andi Syarifuddin yang Merawat Naskah Kuno Kesultanan Palembang Darussalam dan juga Imam Masjid Agung Palembang mengatakan Kiyai Abdul Aziz merupakan ulama di Palembang Palembang.
"Ia merupakan khatib dan imam di masjid lama pada abad ke 19," kata Kemas Andi Syarifuddin saat dikonfirmasi, Selasa (18/1/2022).
Menurutnya, dengan ditemukannya nisan kuno di 17 Ilir menyatakan bahwa betul itu membuktikan benar adanya kalau disitu ada komplek pemakaman.
"Abdul Aziz wafat sekitar abad 19 an juga. Kalau keturunannya yang saya tahu nggak ada lagi. Tapi saya kurang tahu kalau masih ada," ungkapnya.
Kemas Andi Syarifuddin menceritakan sejarah di 17 Ilir, lokasi itu memang dahulunya dijadikan perkuburan. Dulunya Keratonnya Bering Janggut di masa Sultan Abdurrahman.
Makam-makam raja Palembang awalnya di makamkan di Situs Makam Gede Ing Suro. Lalu ke Keraton Beringin Janggut didirikan di abad ke 17. Sultan Abdurrahman mendirikan keraton baru dan masjid, yang sering disebut masjid lama.
Kemudian ada juga komplek pemakaman di Candi Walang yang ada di deket Pasar Cinde dan ada juga makan keluarga Sultan Muhamad Mansyur di deket Jembatan Musi VI.
Lalu adek Sultan Muhamad Manysur beranama Sultan Agung Komarudin.
Nah Sultan ini mendirikan lagi namanya Keraton Kuto Kerancang di daerah 17 Ilir dibelakang masjid lama di daerah 17 Ilir sampai Talang Jawo.
Karena keraton sudah dirancang maka namnya Kuto Kerancang. Namun tidak jadi ditempati oleh Sultan Agung. Tapi ada Ratu Randga/Rando, janda beranak tiga yang menempati di Beringin Janggut.
Kemudian Ratu Randga ini menikah dengan Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I Jayo Wikramo. Namun karena Sultan ini mendirikan keraton baru yang dikenal Keraton Tengkuruk atau saat ini yang jadi Museum SMB II maka istrinya diajak juga.
Sehingga pada abad ke 18 di Keraton Beringin Janggut kosong, tidak berpenghuni yang akhirnya jadi tempat pemakaman keturunan Sultan.
Pada akhir kesultanan saat masa kolonial kawasan 17 Ilir dijadikan pemakaman umum. Sehingga masyarakat Palembang boleh menguburkan makan disitu, itu kisaran 1823 sampai 1908.
"Haminte nya kota Palembang baru pada 1906. Pada tahun itu belum rampung pengaturannya dan pada 1908 baru rampung jadi baru ada TPU-TPU umum yang resmi seperti kandang kawat dan lain-lain," katanya
Lalu lokasi yang ditemukan makam ini dikawasan 17 Ilir tidak boleh dijadikan tempat pemakaman karena sudah ada pemakaman yang resmi ditempat yang lain.
"Karena moderenisasi kota maka dibangun la gedung bertingkat untuk perekonomian. Makam di gusur dan Sungai Tengkuruk ditimbun, jadilah Jalan Sudirman. Makanya kalau gali tanah bertemu kuburan wajar saja, karena memang lokasinya pemakaman," ungkapnya
Dengan adanya temuan itu menurutnya tentunya bersyukur sehingga dapat data, bahwa tempat tersebut tempat bersejarah.
Syukur-syukur bisa dapat informasi lebih dari itu. Pada zaman itu memang lokasi pemakaman.