Berita Religi

Apa Hukumnya Mengucapkan Selamat Natal? Ini Penjelasan Ustaz Adi Hidayat 'Berkeyakinan Harus Total'

Mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat atas hari besar umat beragama lain terutama perayaan natal sering menjadi polemik di tengah masyarakat.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Yandi Triansyah
Kolase Sripoku.com/YouTube
Ustaz Adi Hidayat. 

SRIPOKU.COM - Bagaimana hukumnya mengucapkan selamat natal? Beirkut ini penjelasan Ustaz Adi Hidayat.

Ada banyak perayaan dan hari besar agama lain di Tanah Air.

Termasuk pula satu pertanyaan yang selalu diajukan berulang-ulang di bulan Desember.

Yakni mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat atas hari besar umat beragama lain terutama perayaan natal.

Karena hal ini selalu memunculkan perdebatan di tengah masyarakat.

Lantas, bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat natal?

Lantas, apa hukumnya mengucapkan selamat natal dalam Islam?

Berikut ini penjelasan Ustaz Adi Hidayat yang dibagikan melalui kanal YouTube Adi Hidayat Official.

Baca juga: Apa Hukumnya Menjahit Pakaian yang Tidak Syari? Ini Tanggapan Buya Yahya: Menolong dalam Kemaksiatan

Terkait hal demikian, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan konsep yang ada dalam Islam sudah mengatur secara
lengkap dan sempurnya mengenai sikap toleransi, sikap menghormati terutama antar keyakinan dan kehidupan beragama.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Oleh sebab itu, Ustaz Adi Hidayat menjabarkan pembagian mengenai hal ini dalam Islam yakni sisi toleransi dan sisi muamalah.

Sisi Toleransi

Ketika berbicara mengenai toleransi beragama tekah disebutkan dalam Alquran surat Al-Kafirun.

Yakni terdapat dalam ayat terakhir yang berbunyi lakum dinukum waliyadin artinya untukmu agamamu dan untukku
agamaku.

"Betul, kita tidak usah berselisih, tidak usah ribut, tidak usah saling mencela, cukup kita saling menghormati dengan beribadah masing-masing, tidak perlu saling mencampuri," jelas Ustaz Adi Hidayat.

Maka dalam hal ini, Ustaz Adi Hidayat juga memperjelas mengenai mencampuri yang membuat maknanya berubah.

"Satu ikut ke tempat orang lain, fisiknya seakan mengikuti, tapi hatinya mengingkari, itu kan sifat munafik namanya, tidak total dalam beragama," tutur UAH.

Oleh sebab itu, UAH menegaskan jika ingin berkeyakinan harus total dan tidak boleh ada unsur paksaan.

Selanjutnya, ada pula penekanan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 256.

Artinya:

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang
benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Kemudian, UAH juga mengaitkan mengenai kandungan surat Al-Baqarah ayat 256 dengan surat Ali Imran ayat 19 yakni untuk masuk Islam tidak boleh dipaksa.

"Jadi kita tidak boleh paksa orang untuk masuk Islam atau misalnya nyogok dengan bantuan, ada orang kena musibah kita kirimkan sembako, kalo nggak baca syahadat misalnya nggak dikasih," jelas UAH mencontohkan.

"Itu tidak boleh, bahkan bisa berdosa, dan tidak diperkenankan memaksa orang," tambahnya.

"Bahkan Nabi pun ketika sedang berdakwah menunaikan risalah tanpa paksaan," lanjutnya.

Sisi Muamalah

Sementara jika ditarik mengenai hubungan bermuamalah, kemanusiaan, sifat sosial maka Islam datang dengan satu petunjuk yang luar biasa.

"Di situ muncul bagaimana membangun harmoni, saling tolong-menolong, membantu, bahkan boleh kita mendukung non muslim," ungkap Ustaz Adi Hidayat.

Sehingga UAH menekankan di dalam konteks kemanusiaan boleh berbagi dan bernegara saling mendukung, akan tetapi ibadah memiliki porsinya sendiri.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

"Ini yang menjadi kemudian titik awal pembahasan kita dengan pertanyaan apakah natal itu masuk kategori ibadah atau muamalah," tuturnya.

"Ini persoalannya, apakah dalam natal itu yang dilakukan saat natal saudara saudari kita sebangsa setanah air misal di Indonesia, atau bahkan yang di luar, ini kan terkait agama tertentu yang tidak hanyab dicakup di Indonesia, tapi di luar juga ada yang seiman," terang UAH.

UAH juga menyebutkan jika natal itu dalam agama kristen termasuk kategori ibadah ataukah budaya atau pesoalan sosial.

"Kalo kita merujuk pada keterangan Kemenag, natal ini dipahami sebagai ibadah, dan umat kristen juga memahami sebagai bagian dari ibadah pada prakteknya," terang UAH.

"Pemahaman pertama terlepas dari diskusinya atau perdebatannya, ada perayaan ibadah di situ, ada kepentingan ibadah di situ," tambahnya.

"Artinya natal tidak berdiri sendiri, natal ada nuansa ibadahnya, yang memandang natal itu termasuk pada ranah ibadah, maka praktek toleransinya bagi umat Islam menggunakan skema yang pertama tadi," jelasnya.

"Skemanya ialah lakum dinukum waliyadin, nggak boleh diganggu, bahkan harus dihormati bagaimana cara menghormatinya?," lanjut UAH.

UAH juga menyampaikan cara menghormatinya yakni dengan membiarkan saudara-saudari tersebut beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing tanpa mencampurinya sedikit pun, baik dengan perkataan ataupun dengan suasana hati tertentu apalagi perbuatan.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Misalnya mulai dari ikut ke tempat ibadahnya dan mengikuti ibadahnya serta memakai pakaian yang khas di agama tertentu.

Atau bahkan dalam kehidupan masyakarat ada pegawai yang dipaksa untuk mengenakan pakaian tertentu.

Hal inilah yang dikatakan oleh Ustaz Adi Hidayat tidak diperbolehkan dalam Islam.

"Jadi nggak boleh ada unsur paksaan di dua sisi secara bersamaan, jadi kita juga tidak perlu memaksakan diri karena aspek menghormati ini, tidak mengenakan itu justru bagian dari toleransi," tutur Ustaz Adi Hidayat.

Bahkan dalam hal ini, UAH menyampaikan khususnya pada umat muslim tidak diperbolehkan untuk mengganggu, merusak bahkan mencela.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Al-An'am ayat 108.

Artinya:

Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.

ilustrasi
Update 20 Desember 2021. (https://covid19.go.id/)

"Dikhawatirkan balas mencela Allah atas dasar ketidakpengetahuan mereka. Timbul rasa benci, nah rasa benci yang berlebihan ini tidak mendorong untuk mencari, atau mendapatka petunjuk dalam kebenaran, atau menggali Islam, bahkan di situ nanti muncul celaan tanpa dasar pengetahuan," jelas UAH.

"Ini mencela saja tidak boleh apalagi merusak," tegasnya.

Maka dari itu inilah bukti satu sisi tingkat tinggi toleransi yang disajikan dalam Alquran terkait aspek ibadah.

"Jadi silahkan ditunaikan, senyaman mungkin, sebaik mungkin, sesuai dengan keyakinannya masing-masing dan umat Islam tidak perlu segala yang terkait dengan ibadahnya, baik itu dengan perkataan, atau pun dengan suasana hati tertentu atau bahkan dengan perbuatan tertentu," jelas UAH.

Menyangkut perkataan, hati dan perbuatan ini termasuk aturan ibadah dalam Islam.

Demikianlah penjelasan mengenai hukum mengucapkan selamat natal dalam Islam sebagaimana disampaikan Ustaz Adi Hidayat.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved