Sejarah Singkat Lahirnya Hari Sumpah Pemuda, Ternyata Digagas Pertama Kali Oleh Sekelompok Pelajar
Peristiwa sejarah Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM - Tanggal 28 Oktober 2021 diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda yang ke-93.
Ada makna yang mendalam bagi sejarah bangsa ini dalam isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 itu, yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia.
Peristiwa Sejarah Hari Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Kemerdekaan Indonesia didapat pada 17 Agustus 1945, namun jauh sebelum kemerdekaan itu pemuda Indonesia telah bertekat membangun bangsa.
Dalam sejarah lahirnya Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober, ada perjuangan para pemuda hampir satu abad silam.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia.
Baca juga: Sejarah Singkat Hari Santri 2021 yang Ditetapkan pada 22 Oktober oleh Presiden Joko Widodo!
Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Merdeka merupakan kalimat sakral di saat masa perjuangan Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Kemerdekaan itu kemudian didapat pada 17 Agustus 1945, yang tentunya tak bisa lepas dari pengaruh dan kerja keras para pemuda.
Pemuda memang memiliki peran penting dalam sejarah Republik Indonesia.
Berkat desakan pemuda yang "menculik" Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat, Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya.
Meski begitu, peran pemuda dalam mengupayakan kemerdekaan jauh telah dilakukan sebelum 1945.
Tri Koro Darmo menjadi wadah awal dari perhimpunan pemuda.
Lahirnya Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda pertama dilaksanakan di Jakarta yang kala itu masih bernama Batavia, dengan tujuan untuk meperjuangkan persatuan bangsa Indonesia dengan membuat suatu wadah pusat yang menghimpun seluruh perkumpulan pemuda daerah.
Kongres Pemuda I atau Kerapatan Besar Pemuda dihadiri oleh perwakilan dari perhimpunan pemuda/pemudi termasuk Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan masih banyak lagi.
Tujuan Kongres Pemuda I, seperti dikutip dari buku Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda (1996) karya Mardanas Safwan, antara lain mencari jalan membina perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu dengan membentuk sebuah badan sentral dengan maksud: Pertama, untuk memajukan persatuan dan kebangsaan Indonesia, serta yang kedua adalah demi menguatkan hubungan antara sesama perkumpulan pemuda kebangsaan di tanah air.
Namun, Kongres Pemuda I diakhiri tanpa hasil yang memuaskan bagi semua pihak lantaran masih adanya perbedaan pandangan.
Setelah itu, digelar lagi beberapa pertemuan demi menemukan kesatuan pemikiran. Maka, disepakati bahwa Kongres Pemuda II akan segera dilaksanakan.
Kongres Pemuda II digelar, dengan kepanitiaan dari berbagai perkumpulan.
Sugondo Djojopuspito dari PPPI sebagai ketua, Djoko Marsaid dari Jong Java sebagai wakil ketua, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond sebagai sekretaris, dan Amir Sjarifuddin dari Jong Batak sebagai bendahara. Mereka berkumpul di Batavia (Jakarta) dan mulai menyatakan sebuah kesepakatan bersama akan pentingnya persatuan pemuda.
Deklarasi pun dilakukan, dan dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda".
Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia.
Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia.
Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng).
Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.
Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan.
Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.
Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.
Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Baca juga: Link Twibbon Hari Sumpah Pemuda Tema Menarik Desain Apik, Pakai Secara Gratis Tanpa Logo Watermark