9 Dalang Dibalik Peristiwa G30S PKI, Menculik, Menembak hingga Memasukan 7 Jenderal ke Lubang Buaya
Gerakan yang dikenal dengan sebut G 30S/PKI ini menyasar para Jenderal TNI untuk dibawa ke Lubang Buaya.
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Malam itu ditaklimatkan nama 8 jenderal yang akan dijemput.
Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayjen Soewondo Parman, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono, Brigjen Donald Izacus Pandjaitan, Brigjen Soetojo Siswomihardjo, dan Brigjen Ahmad Soekendro.
Dilansir dari Intisari dalam artikel 'Seharusnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik G30S PKI, Kenapa Akhirnya Hanya 7?'.
Jenderal TNI Ahmad Sukendro sebenarnya merupakan salah satu target yang akan disingkirkan oleh PKI saat peristiwa G30S/PKI
Tapi takdir berkata lain, Ahmad Sukendro selamat karena Soekarno memerintahkannya menjadi anggota delegasi Indonesia di acara peringatan Hari Kelahiran Republik Cina pada 1 Oktober 1965
Selain Sukendro, Abdul Haris Nasution juga berhasil lolos dari kejaran tentara antek PKI.
Dilansir dari Tribunnewswiki dalam artikel '17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution', pada waktu itu ada tentara yang melepaskan tembakan, namun terpeleset.
Ia berhasil memanjat dinding dan terjatuh ke halaman Kedutaan irak untuk bersembunyi.
Namun akibat kejadian ini ia mengalami patah pergelangan kaki.
Baca juga: Dimana Soekarno Saat Kejadian G30S/PKI, Tenyata Bersama dengan Sosok Ini Jemput Ratna Sari Dewi
AH Nasution bisa selamat juga berkat pengorbanan ajudannya yakni Perre Tendean
Sementara itu, putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma, nyawanya tak tertolong karena tertembak.
Peristiwa penculikan para jenderal pada malam 30 September 1965 masih menyisakan luka bagi bangsa Indonesia.
Gerakan yang dikenal dengan sebut G 30S/PKI ini menyasar para Jenderal TNI untuk dibawa ke Lubang Buaya.
Lantas siapa saja dalang dibalik pristiwa G30S PKI? berikut daftarnya.
Julius Pour dalam bukunya 'Benny: Tragedi Seorang Loyalis' (2007), menulis bahwa, dari 3.000 orang anggota resimen Cakrabirawa, hanya sekitar 60 orang atau 2 persen yang terlibat.