Berita Pagaralam
Update Harga Sayur di Pagaralam, Mayoritas Harga Sayuran Turun, Timun Rp 1.000 Per Kilo
Kota Pagaralam merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang menjadi sentra sayur.
Penulis: Wawan Septiawan | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, PAGARALAM - Kota Pagaralam merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang menjadi sentra sayur.
Banyak petani sayur di Pagaralam yang saat ini menjadi pemasok sayur dihampir seluruh wilayah di Sumsel.
Namun saat ini harga sayur dipasaran Kota Pagaralam sedang turun. Kondisi ini membuat para petani sayur di Pagaralam merasa kecewa.
Pasalnya diakhir tahun ini bukannya harga sayur yang diharapkan naik karena musim kopi sudah berakhir namun kenyataannya harga mulai turun.
Hampir semua jenis sayur saat ini harganya turun. Namun ada juga yang mengalami kenaikkan seperti cabai merah, cabai rawit dan cabai setan.
Ida (65) salah satu pedagang sayur di Pasar Nendagung mengatakan, saat ini harga sayur mayoritas sedang mengalami penurunan.
"Banyak yang turun harga sayur. Bahkan ada sebagian yang hampir dikatakan anjlok seperti harga timun yang saat ini hanya Rp 1.000 per kilogramnya. Harga ini harga merupkan harga beli," ujarnya.
Beberapa sayuran yang mengalami penurunan seperi timun, wortel, terong bulat, tomat, sawi dan seledri.
"Wortel saat ini harga belinya Rp5 ribu yang sebelumnya bisa Rp10 ribu. Terong bulat saat ini hanta Rp4 ribu. Tomat yang yang turun drastis dari harga Rp12 ribu perkilogra saat ini hanya Rp6 ribu perkilonya," katanya.
Sedangkan harga sayur yang stabil bahkan naik yaitu cabai merah dari Rp12.000 menjadi Rp18.000, Cabai Rawit dari Rp14.000 menjadi Rp20.000 sama dengan cabai setan dari Rp8.000 menjadi Rp20.000.
"Sedangkan kubis atau kol harganya stabil diangka Rp4 ribu dan buncis diharga Rp7 ribu per kilogramnya," ungkapnya.
Namun saat ini kondisi pasar di Pagaralam sedang sepi pembeli. Hal ini disebabkan musim panen kopi yang mulai berakhir.
"Sepi sekarang dek, karena ini sudah masuk penghujung tahun atau biasa kami sebut musim paceklik," ujar Ras (34) pedagang lainnya.(one)