Breaking News

Hukuman Bupati OKU Nonaktif Johan Anuar Turun 1 Tahun dari Sebelumnya 8 Tahun, Ini Tanggapan JPU KPK

JPU KPK membenarkan bahwa saat ini terdakwa Johan Anuar sedang dalam perawatan tim medis terkait kondisi kesehatannya.

Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM/CHAIRUL NISYAH
JPU KPK, Rikhi B Maghaz, saat diwawancarai awak media, Jumat (13/8/2021). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan makam di Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan yang menjerat Bupati OKU non aktif Johan Anuar memasuk babak baru.

Dalam pengajuan banding terdakwa Johan Anuar di tingkat Pengadilan Tinggi Palembang, akhirnya membuahkan hasil yang cukup baik.

Pengadilan Tinggi Palembang menurunkan hukuman terdakwa Johan Anuar yang sebelumnya divonis majelis hakim Tipikor Palembang dengan hukuman 8 tahun menjadi 7 tahun  penjara.

Dikonfirmasi pada pihak JPU KPK, melalui jaksa Rikhi B Maghaz SH MH mengatakan pihaknya telah mendengar kabar tersebut.

"Kita juga baru menerima salinan putusan banding Johan Anuar. Dalam petikan putusan Pengadilan Tinggi Palembang mengurangi hukuman yang bersangkutan dari 8 tahun menjadi 7 tahun," ujar Rikhi, Jumat (13/8/2021).

Terkait putusan tersebut, Rikhi mengatakan pihak JPU KPK masih akan menunggu upaya hukum apa yang akan pihak Johan Anuar ambil selanjutnya.

"Jika kedepan pihak penasihat hukum mengajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung, tentu kami juga akan mengajukan kontra memori kasasi. Namun untuk itu akan kita laporkan dulu ke pimpinan KPK RI," jelasnya.

Rikhi juga membenarkan bahwa saat ini terdakwa Johan Anuar sedang dalam perawatan tim medis terkait kondisi kesehatannya.

Selama dalam masa tahanan dalam perkara banding di Pengadilan Tinggi, Johan Anuar sempat melakukan operasi kanker di RSPAD Jakarta.

"Sekarang posisinya Johan Anuar sudah dibawa ke Palembang lagi untuk pemulihan dan pengobatan lanjutan.  Kabar terakhir kita juga dengar jika yang bersanguktan dikabarkan positif vovid, untuk itulah Pengadilan Tinggi melakukan pembantalan penahanan untuk Johan Anuar," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tinggi Palembang, mengabulkan permohonan terdakwa Johan Anuar dan mengurangi masa hukumannya dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Terdakwa Johan Anuar, Mantan Wakil Bupati OKU terpilih, terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di Kabupaten OKU, Sabtu (1/4/2021).
Terdakwa Johan Anuar, Mantan Wakil Bupati OKU terpilih, terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di Kabupaten OKU, Sabtu (1/4/2021). (SRIPOKU.COM/CHAIRUL NISYAH)

Hal tersebut dibenarkan oleh kuasa hukum terdakwa Johan Anuar, Titis Rachmawati SH MH saat dikonfirmasi awak media, Senin (9/8/2021).

Titis mengaku belum cukup puas dengan putusan majelis hakim PT Palembang yang diketuai Ahmad Yunus SH MH.

Dirinya mengakatakan akan berkoordinasi dengan pihak kliennya, Johan Anuar apakah akan menerima atau ajukan kasasi.

"Kami menerima relasse dari pihak pengadilan pada Jum'at (6/8/2021) kemarin, dimana didalam putusan banding itu tetap dinyatakan bersalah dan dikurangi hukumannya menjadi 7 tahun. Untuk itu kami tetap akan koordinasi apakah menerima putusan atau akan nyatakan kasasi," ujar Titis, Senin (9/8/2021).

Untuk diketahui, dalam putusan banding PT Palembang dengan nomor perkara 5/PID.TPK/2021/PT PLG tertanggal 26 Juli 2021 menyatakan menerima permintaan banding dari terdakwa, memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 35/Pid.Sus-TPK/2020/PN Plg tanggal 4 Mei 2021 yang dimohonkan banding tersebut mengenai lamanya pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan kepada terdakwa.

Dan untuk pidana tambahan lainnya seperti wajib mengganti kerugian negara sebesar Rp 3,1 milyar serta pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun sejak selesai menjalani pidana, sebagaimana tuntutan jaksa KPK kala itu masih tetap dilampirkan.

Kasus ini bermula saat terdakwa Johan Anuar yang saat itu menjabat Wakil Ketua DPRD OKU diduga sejak 2012 telah menyiapkan lahan yang akan ditawarkan ke Pemkab OKU untuk kebutuhan Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan menugaskan Nazirman dan Hidirman untuk membeli lahan dari berbagai pemilik tanah dan nantinya tanah-tanah tersebut diatasnamakan Hidirman.

Johan juga diduga telah mentransfer uang senilai 1 miliar kepada Nazirman sebagai cicilan transaksi jual beli tanah untuk merekayasa peralihan hak atas tanah tersebut sehingga nantinya harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan adalah harga tertinggi.

Untuk memperlancar proses tersebut, Johan menugaskan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans). Saat itu Wibisono menandatangani proposal kebutuhan tanah TPU untuk diusulkan ke APBD Tahun Anggaran (TA) 2013.

Pada 2013, Johan mengusulkan anggaran TPU dalam APBD Kabupaten OKU TA 2013 yang memang tidak dianggarkan sebelumnya. Selain itu, ia juga diduga aktif melakukan survei langsung ke lokasi TPU dan menyiapkan semua keperluan pembelian dan pembebasan lahan dengan perantaraan Hidirman (orang kepercayaan Johan).

Dalam proses pembayarannya, tanah TPU tersebut senilai 5,7 miliar menggunakan rekening bank atas nama Hidirman atas perintah Johan.

Proses pengadaan tanah TPU tersebut sejak perencanaan sampai penyerahan hasil pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga berdasarkan audit yang dilakukan oleh BPK RI diduga telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp 5,7 miliar. 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved