Dinilai Melanggar UU Tentang Pelayanan Publik, Presiden Jokowi Didesak Batalkan Revisi Statuta UI

Pengamat Cerdas, Indra Charismiadji,mendesak Presiden Jokowi membatalkan revisi statuta UI, karena bertentangan dengan UU Tentang Pelayanan Publik

Editor: Azwir Ahmad
Dokumentasi Universitas Indonesia via Kompas.com
Prof Ari Kuncoro, SE, MA, PhD yang terpilih sebagai Rektor Universitas Indonesia (UI) periode 2019-2024. 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Dinilai bertentangan dengan Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, maka Presiden Joko Widodo diminta untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang revisi Statuta Universitas Indonesia (UI).

Hal tersebut dikemukakan Pengamat pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji, dalam diskusi daring, Minggu (25/7/2021).

Menurutnya aturan yang membolehkan rektor rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan itu jelas melanggar Undang-Undang tentang Pelayanan Publik.

"Yang jelas itu melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2021," kata Indra.

"Kan lucu sebuah peraturan yang di bawah undang-undang mengalahkan peraturan di atasnya. Ini kan harusnya secara otomatis sudah batal PP 75 ini," kata Indra.

PP Nomor 75 Tahun 2021 merevisi PP Nomor 68 Tahun 2013.

Diketahui, dalam aturan yang lama, PP Nomor 68 Tahun 2013 rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat perusahaan BUMN/BUMD.

Namun, kemudian direvisi dengan PP yang baru, yaitu PP Nomor 75 Tahun 2021, dimana disebutkan rangkap jabatan di BUMN/BUMN hanya dilarang untuk jabatan direksi.

"Itu artinya, pemerintah membolehkan Rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN," jelas Indra.

Keluarnya revisi Statuta UI ini terjadi pasca polemik Rektor UI Ari Kuncoro rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank BRI mengemuka ke publik.

Dalam penilaian Indra, tindakan pemerintah merevisi aturan untuk mengakomodir terjadinya pelanggaran undang-undang akan menjadi preseden buruk dalam bidang pendidikan.

"Ini kan problem-nya sudah melanggar dulu aturannya kemudian baru diubah. Ini adalah sebuah contoh yang sangat buruk kalau kita bicara terutama dalam pendidikan moral, pendidikan karakter buat generasi penerus kita," ujarnya.

Kendati belakangan Ari Kuncoro sudah mundur dari jabatannya di Bank BRI, kata Indra, persoalan belum selesai. Sebab, tak ada urgensi untuk membolehkan rektor rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan.

Apalagi, lanjut Indra, suatu kebijakan seharusnya dibuat berdasarkan kajian akademis dan dasar yang kuat, bukan semata-mata untuk mengakomodir pelanggaran hukum.

Indra mengatakan, untuk membolehkan rektor rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan, DPR perlu merevisi aturan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2021 terlebih dahulu. Atau, bisa saja presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk merevisi larangan rektor rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved