Soal Wacana Menduetkan Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024, Bendahara DPD PDIP Sumsel: No Comment-lah
Penasihat Komunitas Jokowi - Prabowo 2024 (JokPro 2024), M Qodari mengungkapkan alasan mengusung Jokowi dan Prabowo Subianto sebagai pasangan
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Sudarwan
Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Bendahara DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Sumsel, Ir H Yudha Rinaldi menyatakan pihaknya ogah mengomentari mencuatnya wacana bakal diduetkannya Jokowi - Prabowo 2024 (JokPro 2024).
"No comment-lah. Karena kami fokus untuk konsolidasi di daerah. Rakerda, Bulan Bung Karno. Itu bukan kami. Seperti sekarang ini lomba MTQ dan lomba ceramah singkat yang diselanggarakan di Kantor DPD PDIP Sumsel," ungkap Ir H Yudha Rinaldi, Jumat (25/6/2021).
Seperti dilansir Tribunnews.com, Penasihat Komunitas Jokowi - Prabowo 2024 (JokPro 2024), M Qodari mengungkapkan alasan mengusung Jokowi dan Prabowo Subianto sebagai pasangan di kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Menurutnya, menduetkan keduanya solusi mengatasi kemungkinan terjadinya polarisasi di tengah masyarakat.
Ketua Umum DPP Projo Budi Arie Setiadi menyatakan, banyak negara yang melakukan perubahan pada konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan pemerintahan.
Sementara politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menganggap wacana yang diusung Qodari, wacana yang terlalu dini disampaikan. Hal ini terangkum dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Tribun Network, Kamis (24/6/2021).
Qodari awalnya menjelaskan, Indonesia saat ini hidup di zaman politik identitas. Kondisi ini memicu terjadinya konfrontasi atau benturan antar peradaban di tiap-tiap kontestasi pemilihan umum.
Dia beralasan, kondisi saat ini masyarakat hidup di zaman media sosial (medsos).
Dunia maya yang menerapkan logika algoritma biner, kata Qodari, menciptakan fenomena yang disebut ruang gema atau echo chamber.
"Semisal seseorang mengakses informasi mengenai orang lain, misal dikasih informasi tentang si A terus, kemudian dia akses informasi tentang si B, si B terus. Itu menciptakan fenomena yang namanya ruang gema atau echo chamber," jelas Qodari.
Manifestasi fenomena echo chamber ini terjadi saat Pilpres 2019 dalam wujud kategorisasi cebong dengan kampret. Sebagai informasi, cebong dan kampret merupakan sebutan bagi pendukung Jokowi dan Prabowo.
Fenomena politik identitas dan echo chamber, lanjut Qodari, melahirkan hal-hal yang tidak pernah diduga dan tidak pernah terjadi sebelumnya.
Semisal pada tahun 2014, saat Presiden Jokowi akan dilantik, sesungguhnya massa simpatisan Prabowo Subianto berencana menyerbu gedung MPR.
Tujuannya adalah untuk membatalkan pelantikan Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden.