Gegara Ada Depo 'Laknat' Di Tanjung Priok Picu Presiden Jokowi Telpon Kapolri
Prilaku pungutan liar terhadap pengemudi kendaraan tidak hanya di jalan raya, ternyata merambah hingga pelabuhan Tanjung Priuk.
SRIPOKU.COM - Perilaku pungutan liar terhadap pengemudi kendaraan tidak hanya di jalan raya, ternyata merambah hingga Pelabuhan Tanjung Priuk.
Akibat perilaku demikian, sampai-sampai Presiden Joko Widodo harus menelpon Kapolri karena banyaknya keluhan para sopir container.
Dilansir WARTAKOTALIVE.COM yang menyebutkan Presiden Joko Widodo menerima laporan langsung dari para sopir kontainer tentang banyaknya aksi pungli di depo kontainer Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (10/6/2021).
Saking geramnya para sopir menyebutnya sebagai Depo"Laknat".
Menurut para sopir, karena maraknya pungli, menimbulkan kelambatan proses bongkar muat yang mengakibatkan antrean panjang truk kontainer.
Antrean ini berimbas menimbulkan kemacetan di jalan raya di kawasan Tanjung Priok di sekitar depo-depo itu.
Kemacetan truk kontainer ini dimanfaatkan para reman untuk memalak para sopir sehingga merugikan para sopir yang menunggu lama itu.
Di tengah dialog bersama sopir truk kontainer itu, Presiden Jokowi langsung menelpon Kapolri untuk membereskan permasalahan ini.

"Pagi hari ini saya senang bisa bertemu dengan Bapak-Bapak semuanya. Saya mendapatkan keluhan yang saya lihat dari media sosial, terutama driver banyak yang mengeluh karena urusan bongkar muat," ucap Presiden membuka dialog.
Presiden Jokowi sengaja menyempatkan diri bertemu para sopir kontainer untuk mendengar langsung keluhan yang mereka alami, terutama soal pungutan liar (pungli).
Presiden berpandangan bahwa seharusnya para sopir kontainer merasa nyaman saat bekerja, terutama di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19.
"Driver mestinya merasa nyaman semuanya. Jangan sampai ada yang mengeluh karena banyaknya pungutan. Itu yang mau saya kejar, kalau ada. Silakan," ungkapnya.
Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer lantas mengacungkan tangan dan menyampaikan keluh kesahnya selama menjadi sopir kontainer.
Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini menjelaskan bahwa para sopir kontainer kerap menjadi sasaran tindak premanisme.
"Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan," ujar Agung.