Berita Religi

Benarkah Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Orang Meninggal Disebut Bid'ah? Begini Hukumnya Kata Buya Yahya

Pada sebagian masyarakat Indonesia ada yang menggelar tahlilan selama 3, 7, 40 hingga 100 hari orang yang meninggal, apa hukumnya?

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
YouTube Al-Bahjah TV
Buya Yahya 

SRIPOKU.COM - Bagaimanakah hukum tahlilan 3, 7, 40 hingga 100 hari orang meninggal apakah bid'ah? Begini penjelasan Buya Yahya.

Tahlil adalah bacaan kalimat tauhid, yaitu kalimat Laa ilaha illallah.

Kalimat tahlil ini bagian dari kalimat syahadat, yang merupakan asas dari lima rukun Islam, juga sebagai inti dan seluruh landasan ajaran Islam.

Kalimat bacaan ini termasuk zikir dan menurut syariat Islam memiliki nilai terbesar dan paling utama.

Tahlilan merupakan ritual pembacaan lafal tahlil yang sering dilakukan oleh masyarakat di Indonesia.

Doa tahlil biasa dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mendoakan jenazah yang baru meninggal.

Tahlil biasa dibacakan saat mendoakan jenazah, ziarah kubur, hingga peringatan tertentu.

Pada sebagian masyarakat Indonesia ada yang menggelar tahlilan selama 3, 7, 40 hingga 100 hari orang yang meninggal.

Namun, ada yang mengatakan bahwasanya tahlilan atau mendoakan orang meninggal itu haram karena menyerupai ritual agama lain.

Apakah mendoakan orang meninggal dengan cara tahlilan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari ataupun seratus hari itu pahalanya tidak sampai?

Dan jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Apa hukum tahlilan dari 3 hari hingga 100 hari orang meninggal?

Berikut penjelasan Buya Yahya dibagikan melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Baca juga: Apa Hukum Mempercayai Ramalan Zodiak yang Berisi Karir & Masa Depan? Ini Jawaban Ustaz Adi Hidayat

Pembahasan mengenai hukum tahlilan 3 hari hingga 100 hari diawali dari pertanyaan berikut ini.

"Menganai tahlil, kalau ada orang meninggal itu kadang kita tahlil ada hitungannya misalnya 1 sampai 7, kadang-kadang ada yang 40 hari dan 100 hari dan seterusnya, mohon penjelasan mengenai harinya itu," tanya seorang jemaah.

"Urusan tahlil dalam bahasa fiqih adalah ihdauh sawab artinya menghadiahkan pahala dengan membaca quran, dzikir, kemudian kita hadiahkan pahalanya untuk orang meninggal dunia," terang Buya Yahya.

"Ini perbedaan ulama dalam hal ini, kebanyakan mengatakan nyampe, dinukil dari Imam Syafi'i tidak nyampe, tapi dijelaskan oleh muridnya tidak nyampe kalo tidak dialamatkan," tambahnya.

Buya Yahya pun menerangkan kesimpulannya akan menjadi sepakat bahwasanya menghadiahkan pahala bukan sesuatu yang batil.

Hanya permasalahan sampai atau tidak sampai.

Dan jangan lupa subscribe, like dan share channel Tiktok Sriwijayapost di bawah ini:

Bukan bid'ah atau tidak bid'ah.

"Jadi tahlilan itu yang menghadiahkan pahala, perbedaan ulama bukan bid'ah atau tidak bid'ah, tetapi nyampe atau tidak nyampe," tutur Buya Yahya.

"Tapi di lapangan menjadi bid'ah dan tidak bid'ah.

Ini adalah permasalahan yang bahaya sekali, bukan bid'ah dikatakan bid'ah," imbuhnya.

Maka Buya Yahya pun menerangkan cara menggelar tahlilan dengan bebas.

"Adapun caranya bebas, orang bisa membuat cara masing-masing, selama ini membaca Al-Ikhlas, An-Nas, Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ayat Kursi dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia sah, kalau anda ingin satu Quran khatam boleh," jelas Buya Yahya.

"Intinya amal baik, lalu kita hadiahkan kepada orang yang meninggal dunia, harinya pun bebas, tidak ada harinya menyerupai agama lain, hari kita juga," sambungnya.

Baca juga: Bolehkah Mandi Telanjang Alias tidak Memakai Pakaian? Begini Hukum dan Adab Mandi Dalam Islam

Kemudian bagaimana jika ada kesamaan dengan agama lain terkait harinya?

"Tidak semua kesamaan itu meniru kok, dalam hitungan hari-hari kita ada maknanya kok, kalau masalah hari tidak serta merta kita meniru orang hindu, bisa saja itu masalah adat dan kebiasaan," tutur Buya yahya.

Serta Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Buya Yahya pun menegaskan jika masalah hari itu adalah semua milik kita.

Adapun tuduhan bahwa orang tahlilan itu meniru orang Hindu, itu semua tidak dibenarkan.

Buya Yahya menuturkan jika orang di hadramaut tidak ada Hindu, namun tahlilan 3 hari.

"Jadi jangan langsung dihubungkan mentang-mentang ada kesamaan, tidak semua kesamaan itu saling meniru, tidak," terangnya.

"Yang jelas manfaatnya adalah masalah hari 3, 7, 40, 100 itu kebiasaan, jadi untuk silahturahmi lagi nggak usah pakai undangan," jelasnya.

Diperingatkan oleh Buya Yahya pula mengenai orang yang mengingkari hari tahlilan tersebut merupakan orang yang selalu mencari-cari kesalahan.

"Ini bukan urusan hari, urusan kebencian, kita nggak pernah belajar imu Hindu dan sebagainya, hanya kebiasaan di kampung kita, ada sebagian tempat yang hanya 3 hari nggak sampai 7 hari, ada yang 1 hari cukup nggak ada masalah," jelas Buya Yahya.

"Yang jelas kita tidak meniru mereka, meniru hidangan sajen, bukan sajen, kita makanan untuk sedekah, kita sedekah pada orang, saudara, sanak, kerabat," tukasnya.

Baca juga: Apakah Kotoran Cicak Najis Menurut Ulama Fiqih? Ini Jawaban Buya Yahya Peringatan Bagi yang Was-was

SUBSCRIBE US

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved